Part 49 - Secret

1.6K 76 7
                                    

Happy reading all😱
_______________________

Dasar babun itu, berani-beraninya dia berbohong denganku!!

***

Erwin pergi meninggalkan kamarnya sementara untuk mengambil air putih, berniat membasahi kerongkongannya yang kering. Bagaimana tidak? Semenjak tadi di kamar, Erwin sudah mengumpati Jason dengan berbagai bahasa binatang, kadang ia juga menjerit, mengutuk pria itu. Jadi, harap makhlum jika ia tiba-tiba merasa haus dan dehidrasi.

Selesai minum, Erwin bergegas untuk kembali ke kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya, sebelum tiba-tiba saja, suara dering telepon yang menandakan bahwa ada telepon yang masuk berbunyi di atas nakasnya. Erwin mengalihkan pikirannya soal Jason, lalu memandangi benda berpetaknya.

Sedikit berlari kecil, Erwin meraih teleponnya, kemudian menatap ke arah nama penelepon. Belum sampai sedetik, wajah Erwin langsung berubah keruh.

Mom.

Padahal tadi Erwin berniat akan mengangkatnya sebelum mati, tapi setelah melihat nama yang tertera, niat Erwin langsung melayang begitu saja.

Cuih.

Erwin memutar bola matanya enggan, meratapi teleponnya dengan lama. Beberapa saat kemudian, telepon itu akhirnya mati. Namun, itu hanya sesaat, sebelum suara dering menandakan ada telepon kembali berbunyi.

Erwin memejamkan mata, lalu melipat bibirnya ke dalam, menahan geram yang sudah berada di ujung tanduk. Menghela napas, Erwin kembali membuka mata.

Akhirnya, dengan berat hati, ia terpaksa menjawab telepon itu pada dering ke sembilan.

"Kenapa?" ucap Erwin dengan nada yang dingin. Ia tidak ingin berbasa-basi.

Terdengar suara helaan napas yang panjang dari ujung telepon selama beberapa detik, membuat Erwin seketika menggerutu. Ini membuat waktunya terbuang sia-sia.

Beberapa saat kemudian, suara yang sudah lama tidak Erwin dengar itu akhirnya berbicara.

"Kapan kau pulang, Nak? Apa cabang perusahaanmu di Washington masih belum selesai juga masalahnya?"

Erwin mengetuk jari, berpikir. Ya, bagaimana bisa selesai kalau dirinya selalu sibuk dengan Ashley. Erwin bahkan sudah merasa cabang perusahaannya ini akan bangkrut cepat atau lambat.

Bangkrut? Heh, Erwin tidak takut. Itu tidak akan membuatnya langsung jatuh miskin seketika. Ia masih mempunyai banyak perusahaan di luar sana.

"Belum," sahut Erwin. "Kenapa kau tiba-tiba meneleponku? Dan yang lebih parahnya lagi, kenapa kau berpura-pura untuk peduli padaku?" sambungnya dingin.

"Bukan begitu, Na--"

"Apanya yang bukan!" sentak Erwin kasar. Emosinya seketika tersulut keluar. Ia tidak peduli lagi siapa yang sedang berada di ujung telepon.

"Nak..." Suara helaan napas kembali terdengar di ujung telepon. "Dulu Mom melakukan itu demi kebaikanmu. Sadarlah, Mom selalu peduli padamu dari dulu sampai sekarang."

Cukup, sudah!

Erwin menggertakan gigi. Selalu! Padahal ia sudah berusaha melupakan kejadian yang sudah terjadi di masa lalu itu, tapi momnya malah terus mengingatinya.

Ia sangat membenci orang tuanya. Ya, karena perbuatan orang tuanya, sampai sekarang Erwin menjadi tidak tahu dimana keberadaan Eline, bahkan ia juga tidak pernah tahu apakah flowernya itu selamat dari kecelakaan atau tidak.

The Perfect EVIL BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang