Happy reading🙂🙂
______________________05:00 PM
Semuanya berubah menjadi buruk, benar-benar buruk.
Setelah kejadian tadi pagi yang membuat Ashley terkejut dengan mengatakan bahwa dirinya adalah pacar Erwin, sore ini ia kembali dibuat terkejut oleh pria satu ini lagi.
Mata birunya mengerjap, menahan kantuk yang terus menyerangnya bertubi-tubi, sementara orang yang berada di seberang telepon terus berbicara tanpa henti layaknya ibu-ibu yang sedang berbelanja di pasar. Oh, bahkan Ashley tidak tahu apa yang sedang pria itu bicarakan.
Ya, pria bernama Erwin itu mengacaukan tidur siangnya. Pria ini meneleponnya beberapa kali, sehingga mau tidak mau Ashley harus mengangkatnya secara terpaksa. Benar-benar bangkai pengacau!
"Aku akan pergi ke apartemenmu sekarang."
Ashley hanya menguap, tidak terlalu berkonsentrasi dengan ucapan Erwin. Matanya mengerjap lemas dan ia menganggukkan kepalanya dengan malas. "Ya," sahutnya tanpa mengeluarkan seluruh tenaganya.
Setelahnya, suara telepon yang ditutup membuat Ashley spontan menatap ke arah nama kontak 'Honeyku Erwin. My lovely man♡', sebelum kembali menutup matanya dan meletakkan ponselnya di atas nakas.
Ashley meraih bantal dan selimut yang ia tendang ke samping kasur tadi, lalu kembali melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda. Tubuhnya yang pegal dan kaku membuat Ashley ingin segera membaringkan badannya lagi.
Well... Setelah tadi ia nyaris membersihkan seluruh apartemennya karena dikotori oleh sepatu Erwin, Ashley akhirnya merelakan hari minggu santainya menjadi tukang bersih-bersih dari jam 1 sampai jam 4. Hasilnya cukup memuaskan, namun tidak bisa dipungkiri jika rasa lelah itu langsung menyerang dirinya tanpa ampun.
Oh, dan mengenai nama kontak Erwin tadi, Ashley tidak sempat untuk menghapusnya ataupun mengubahnya. Ia benar-benar malas berurusan dengan hal-hal seperti itu. Menurutnya, hal tersebut hanyalah sampah. Ya, sama seperti Erwin, semuanya sampah.
Ashley mencari posisi tidurnya yang nyenak, kemudian menguap sekali lagi dan langsung saja terjun bebas ke dalam mimpi indahnya.
Kedua kelopak matanya mulai tertutup, sampai tiba-tiba saja suara bel apartemennya berbunyi nyaring dan menguapkan mimpinya. Ashley mengumpat pelan.
"Siapa?" tanya Ashley dengan suara yang serak. Terlalu mati-matian menahan kantuk hingga membuatnya menjadi bodoh dan tidak sadar bahwa ia sedang berada di dalam kamar tidurnya. Astaga, Ashley malas bergerak untuk segera bangkit.
Bunyi bel apartemen berbunyi sekali lagi, dan kali ini, Ashley benar-benar mengurungkan niatnya untuk tidur di kasur. Kedua kelopak matanya terbuka berat, disusul dengan tubuhnya yang mulai beranjak dari tempat empuk itu.
Dengan langkah yang gontai, ia berjalan menuju ke lantai satu sambil sesekali menguap dan mengumpat tidak jelas. Bahkan hanya setengah nyawanya yang berhasil terkumpul, karena yang sisanya lagi tertinggal di kasur empuknya.
Ashley menatap pintu apartemennya dengan lesu, sebelum suara bel itu kembali berbunyi, namun kali ini terdengar lebih menggebu dari yang sebelumnya.
Gadis itu mengumpat sekali lagi, lalu akhirnya membuka pintu apartemennya. Matanya kemudian mengerjap beberapa kali untuk memperjelas pandangannya yang buram.
"Kau jauh lebih berantakan dari yang kuduga," ujar suara bariton itu, seakan-akan dirinya terkaget dengan penampilan Ashley. Rambut coklatnya yang tampak tergerai kusut, kedua mata birunya yang menahan kantuk, sementara wajahnya terlihat sangat masam.
Dahi gadis itu berkerut heran. "Ya, siapa?" Ia lalu mengerjapkan matanya sekali lagi.
Setelahnya, Ashley baru terbelalak begitu mendapati seorang Erwin tengah tersenyum manis ke arahnya. Matanya mengerjap sekali lagi.
Erwin tampak terkekeh dan langsung masuk ke dalam apartemen begitu saja. Dari keberantakan dari pemiliknya, Erwin dapat menyimpulkan bahwa gadis itu baru saja bangun dari tidur.
Ashley menatap Erwin. "Apa yang kau lakukan?"
"Masuk ke dalam apartemenmu."
Ashley sendiri tetap berdiri di ambang pintu apartemennya tanpa berniat untuk menutup pintu. Benaknya dipenuhi dengan tanda tanya, dan yang lebih parahnya lagi, nyawanya masih belum berhasil terkumpul sampai sekarang. Ia masih mengantuk. "Untuk apa?"
Pertanyaan Ashley yang ambigu membuat Erwin spontan menghentikan langkahnya dan melirik Ashley. Salah satu alisnya terangkat ke atas. "Sepertinya kau tidak mendengarkan perkataanku sewaktu di dalam telepon."
Ashley hanya menguap, melontarkan semua rasa kantuknya. Ia kemudian menutup pintu apartemennya dan berjalan masuk dengan lunglai. Dari sudut mata, gadis itu dapat melihat jika Erwin sudah duduk di atas sofanya. Dan lagi-lagi, sepatu pria itu tidak dilepaskan hingga membuat ruang tamunya menjadi kotor.
"Rak sepatu ada di sebelah sana," sindir Ashley, membuat Erwin merasa sedikit tersinggung.
"Kalau begitu, bukakan!"
Mata Ashley melebar begitu saja. Ia menatap ke arah Erwin dengan tatapan tidak percayanya, lalu menggeleng keras. "Aku bukan pembantumu!"
"Aku tidak pernah mengatakan bahwa kau adalah pembantuku."
"Tapi, kau menyuruhku seperti seorang pembantu."
"Itu hanya perasaanmu," jawab Erwin dengan santai. "Lagipula, aku tidak bermasalah jika tidak membuka sepatuku ini."
Masalahnya adalah kotor, Tuan Erwin!!
Ashley mendesah berat. Perkataan Erwin tadi benar-benar membuatnya tidak bisa berkata-kata lagi.
Gadis itu kemudian berjalan lesu ke arah Erwin, membuka sepatu sport itu dengan cepat, lalu kembali berjalan dan menaruhnya ke dalam rak sepatu. Erwin yang melihat itu hanya tersenyum simpul.
"Buatkan aku makan malam," titah Erwin lagi dan nyaris membuat Ashley kehilangan seluruh rasa kantuknya. Mulut gadis itu menganga lebar, terlalu terkejut dengan perintahnya.
"Apa? Aku bukan pembantumu!"
Erwin menganggukkan kepalanya tanda setuju. "Memang bukan." Di detik selanjutnya, pria itu malah mengernyit setelah menyadari sesuatu. "Kau ingin menjadi pembantuku?"
Ashley mengerang kesal. "Tidak!" tolaknya dengan kasar.
"Tapi kau terus mengatakan kata 'pembantu' di depanku."
Untuk yang kesekian kalinya, Ashley kembali menghela napas frustasi. Matanya melirik ke arah Erwin dengan jengkel.
Lalu, pria itu tampak menyandarkan punggungnya ke sofa dengan nyaman, kemudian melirik ke arah Ashley yang masih saja bergeming di tempat. "Berikan aku makanan."
Hilang sudah rasa kantuk Ashley. Sekarang, rasa kesal itu mulai bermunculan di dirinya. Makanan pun harus meminta kepadanya? Yang benar saja! Apa lelaki ini sedang mengajaknya untuk bergurau bersama?
"Aku tidak punya."
Erwin berdeham, lalu melirik sekilas ke arah dapur Ashley. Setelahnya, ia kembali menatap perempuan itu. "Aku bisa memakan apa saja, asalkan jangan benda mati."
Mendengar perkataan itu, kedua alis Ashley terangkat tinggi. Sudut bibirnya sedikit tertarik, menyinggungkan seulas senyuman yang cukup menarik.
"Kalau begitu, makanlah kotoran Billy."
Mata Erwin spontan terbelalak tidak percaya. Tatapan terkejutnya tertuju pada Ashley yang sedang menatapnya dengan santai. "Apa kau sedang mengajakku untuk bergurau?! Cepatlah! Aku sudah sangat lapar!"
"Maka dari itulah, makan kotoran Billy! Jangan terus membuatku kesal!"
____________________
To be continue...
Don't forget to vote and comment. THANKS.
BANYAKIN VOTE DAN KOMENTARNYA, YA😙😙 LUV LUV...
1 July 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect EVIL Boy
Romance15 tahun yang lalu. Eline Hill atau dipanggil 'flower' oleh teman kecilnya, adalah seorang anak perempuan yang baik dan ceria. Selain cantik, Ia juga sangat disukai oleh banyak orang. Erwin Collins, adalah teman dari perempuan itu yang sekaligus men...