Happy reading🤗🤗
_____________________07:00 AM
Sinar-sinar matahari menyusup melalui celah-celah gorden, memancarkan pagi hari yang cukup terik dan segar.
Hampir sebagian penghuni rumah mulai terlihat meninggalkan tempat tinggalnya masing-masing, mencari kegiatan untuk mengisi waktu luang mereka di hari minggu. Ada yang ingin pergi berjalan-jalan, berolahraga, ataupun pergi bekerja agar tidak menyia-nyiakan waktu, bahkan sampai beberapa orang yang malas untuk mengangkat tubuh dari kasur nyaman mereka.
Contohnya sekarang, seorang pria yang sedang berbaring nyenak di atas kasur mulai mengerjapkan matanya karena silau. Perlahan, mata birunya terbuka, memandangi sekeliling kamar dengan kepala yang terasa campur aduk.
Ugh...
Erwin meringis hebat di balik selimut. Pria itu membenamkan kepalanya di dalam bantal, lalu mengeluhkan kepalanya yang terasa pusing. Tidak hanya itu, perutnya juga terasa dikocok-kocok hingga membuatnya ingin muntah saat ini.
Erwin menggigit bibir bawahnya, berusaha untuk tidak berteriak sakit dan mengacaukan seisi apartemennya. Sembari memeluk erat bantal lembut dengan aroma yang asing itu, Erwin memejamkan kedua matanya kembali.
"Ugh... sialan!"
Erwin membuka mata, lalu mengeluh dan mengerang dalam diam. Setelah beberapa saat ia menelentangkan diri di atas kasur hingga merasa lebih baik, Erwin akhirnya memutuskan untuk bangkit dan duduk tegak.
Tapi, sesaat setelah itu, bibir yang tadinya terus mengeluh langsung terbuka lebar, memandangi kamar asing yang berwarna ungu ini. Atau lebih tepatnya, kamar yang terasa familiar.
Sontak, kesadaran Erwin yang sebenarnya masih belum terkumpul seluruhnya seolah-olah ditarik paksa keluar ke permukaan. Kedua mata pria itu terbelalak lebar, menatap heran ke sekitar.
Pikirannya menebak-nebak, mencari jawaban atas bagaimana cara dirinya bisa terdampar di sebuah kamar berwarna ungu yang beraroma lavender ini. Aroma yang selalu mengingatkannya kepada seorang perempuan yang dikenalnya dengan nama...
Oh, sial!
Erwin menepuk keningnya sendiri, sebelum meringis sakit akibat perbuatannya itu. Ia kemudian mengusap wajahnya kasar, membuat wajah yang sudah masam itu semakin masam lagi hingga tampak seperti tali benang yang kusut.
Jangan bilang kalau kemarin ia melakukan hal yang berada di luar naluri! Oh, no, no, no!
Erwin mengumpat kepada dirinya sendiri, lalu menoleh ke arah kasur yang dipakainya itu. Pria itu menatap benda tersebut dengan alis yang terangkat, seakan-akan kasur itu baru saja terbang dari luar angkasa dan kembali ke dalam kamar ini.
Mungkinkah terjadi sesuatu di antara mereka semalam?
Shit! Kenapa tidak ada satu pun hal yang bisa diingatnya?
Erwin mengeluh, ketika kepalanya lagi-lagi terasa berputar-putar dengan cepat. Ia berusaha meraih sudut ranjang, menopang tubuhnya di atas sana dengan menggunakan kedua tangan. Kemarin... delapan botol bir... mabuk... dan ia pingsan di sini?
"Ugh..." Erwin mengeluh dan berjalan dengan tergopoh-gopoh ke arah kamar mandi yang berada tak jauh darinya, lalu membuka tutup kloset. Pria itu berjongkok, sebelum tiba-tiba saja memuntahkan seluruh isi makanan kemarin ke dalamnya.
"Damn! Ini semua gara-gara Robert yang memancingku untuk meminum birnya!" umpatnya dengan kesal.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect EVIL Boy
Romance15 tahun yang lalu. Eline Hill atau dipanggil 'flower' oleh teman kecilnya, adalah seorang anak perempuan yang baik dan ceria. Selain cantik, Ia juga sangat disukai oleh banyak orang. Erwin Collins, adalah teman dari perempuan itu yang sekaligus men...