Part 29 - Sanitary Napkins (1)

4.6K 217 8
                                    

Happy reading😚😚 xd
_____________________

Erwin menatap ke arah Robert yang sedang mengoceh tidak jelas di depannya, lalu kembali menatap ke arah berkas-berkas yang sedang di ceknya. Ia memperbaiki gestur tubuhnya tadi, kemudian kembali tenggelam di dalam pekerjaannya.

Robert tetap saja mengoceh panjang lebar.

Bolpen yang sedang Erwin pegang diputar-putar dengan menggunakan jarinya, sementara mata birunya bergerak mengikuti setiap kata di dalam isi-isi berkas itu.

Untuk sesaat, Erwin merasa bosan dan ingin keluar dari ruang kerjanya sekarang juga.

Matanya bergulir menatap arloji yang ada di pergelangan tangannya, lalu menghela napas saat jarum pendek itu baru saja menunjukkan jam 12. Mungkin sebaiknya ia harus makan siang.

Kepalanya kemudian menengadah dari setumpuk berkas-berkasnya, beralih menatap bibir Robert yang terus bergerak tanpa mengenal lelah.

Well, Erwin terkadang heran dengan Robert yang memiliki banyak sekali tenaga untuk membicarakan hal-hal yang tidak penting, seperti sekarang ini.

Ya, setelah rapat Erwin selesai sejak dua puluh menit yang lalu, Robert mulai mengoceh tidak jelas layaknya ibu-ibu yang sedang membeli sayur di pasar.

Apa mulutnya atau lidahnya tidak mengering dan kehabisan ludah? Mungkin Robert memiliki tingkat produksi saliva yang sangat hebat di dalam tubuhnya.

Erwin memandangi bibir Robert yang terus bergerak, sedangkan pikirannya mulai berjalan-jalan keluar angkasa. Dengan dagu yang ditopang menggunakan sebelah tangannya, mulailah perjalanan otaknya.

Terlempar ke kejadian kemarin, Erwin tanpa sadar tersenyum tipis. Ukuran bra Ashley adalah 34, sementara celana dalamnya dicuri oleh Erwin. Apa yang akan ia lakukan dengan kain tipis itu? Membawanya ke dukun?

Tak bisa dipungkiri jika Ashley adalah seorang gadis yang memiliki daya tarik tersendiri. Bahkan Erwin seakan-akan sudah dihisap hingga ke dalam lingkaran Ashley.

Perempuan itu terkadang terlihat seperti Eline. Mata birunya, sikapnya yang cengeng dan keras kepala, memiliki rambut hitam kecoklatan serta wajah yang cantik dan imut. Bahkan ia memiliki lesung pipi yang mungil.

"Kau dengar?" Bibir Robert tiba-tiba berhenti bergerak, membuat Erwin mengerjapkan matanya kaget. Wajah jenuhnya berubah menjadi terkesiap.

"Tidak," timpal Erwin dengan wajah polosnya.

Robert mengeluh dan mendesah kesal. Ia beranjak dari tempat berdirinya tadi, lalu menghentakkan kakinya dengan sebal menuju ke kursi kebesaran Erwin.

Robert membalikkan berkas yang berada di depan Erwin dan melemparnya jauh-jauh, membuat Erwin sendiri langsung menatapnya dengan tidak percaya. Tampak lembaran putih itu berhamburan ke atas lantai begitu saja.

Persetanan dengan berkas itu. Perkataannya lebih penting sekarang.

"Erwin," desis Robert menahan emosi yang memuncak. "Kau--"

Belum sempat Robert melanjutkan ucapannya, Erwin otomatis berdiri dari kursi kebesarannya dan melirik suntuk ke arah Robert.

Sebelah tangannya dikibaskan, sementara sebelah tangannya lagi digunakan untuk mengambil kertas berkas yang dilempar Robert ke atas lantai. "Diam atau aku bersumpah sepatu hitamku ini akan melayang ke wajahmu saat ini juga."

Robert berdesis jengkel. "Seharusnya aku yang marah. Kau membuang semua pakaianku ke tempat sampah tadi pagi dan nyaris dibawa pergi oleh truk pembersih sampah. Kau juga meninggalkanku sendirian di dalam apartemen dan membuatku harus memakai taksi untuk pergi ke perusahaanmu!" pekiknya tidak terima. Mata birunya berkilat kesal.

The Perfect EVIL BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang