Part 55 - A Mother's Worries

1.2K 50 4
                                    

Happy reading!!
_______________

Yah, Erwin tidak bisa memendam rasa sakitnya yang menyeruak keluar seiring dengan langkah kaki ibu Ashley yang keluar dari kamar VIP ini. Sesudah wanita itu dan Jason pergi, Erwin langsung mendudukan bokongnya di atas sofa, sebelum pandangannya beralih ke arah Ashley yang sedang terbaring di atas tempat tidur.

Tadi, Jason beserta ibunya mengatakan jika mereka berdua akan pergi ke kantin sebentar, membeli beberapa makanan ringan dan minuman, lalu balik kembali ke sini. Namun, saat Jason mengajaknya untuk pergi bersama, Erwin menolak ajakannya dengan alasan ingin menemani Ashley saja.

Erwin menghela napas. Fakta yang sangat tidak disangka-sangka ini menimpa dirinya secara tiba-tiba, dan itu cukup membuatnya syok berat. Jason, Eline, Ashley, mereka semua bersaudara, dan Erwin memiliki hubungan dengan mereka selama ini.

Rasanya, sangat menganehkan. Memang tidak bisa dipungkiri jika wajah Ashley dari awal mirip sekali dengan Eline, namun Erwin tidak pernah kepikiran jika mereka berdua adalah saudara.

Erwin bangkit dari sofanya, lalu bergerak ke arah ranjang Ashley. Disana, perempuan itu sedang terbaring nyaman, sementara infus yang tersuntik di tangan kirinya itu terus bekerja. Erwin menatap wajah Ashley dalam-dalam.

Walaupun perempuan tersebut sedang tidur, namun Erwin tetap bisa melihat kecantikan yang terpancar dari wajah itu. Bulu matanya yang lentik, mulutnya yang mungil, hidungnya yang mancung.

'Sial, bahkan terlelap seperti ini pun dia masih terlihat cantik', batin Erwin, diiringi dengan jantungnya yang berdetak kian cepat. 

Mungkin Erwin akan merasa gila sebentar lagi. Jantungnya selalu berdetak cepat tanpa bisa dihentikan.

Erwin mengangkat sebelah tangannya, sebelum meraih tangan kanan Ashley dan menggenggamnya dengan erat. Ia takut Ashley akan pergi meninggalkannya, sama seperti cinta pertamanya dulu. 

Itu sangat menyakitkan.

Yah, walau Erwin sampai sekarang masih belum tahu bagaimana perasaan perempuan tersebut terhadapnya, tetapi dirinya sudah tahu bagaimana perasaan sayangnya kepada Ashley. Ada suatu dorongan di dalam dirinya untuk harus menjaga perempuan itu, menyayanginya, dan membahagiakan dia.

"I love you, Ashley," ucap Erwin pada akhirnya. Bisa dikatakan jika Erwin adalah seorang pengecut karena ia menyatakan perasaannya disaat perempuan tersebut sedang terbaring di atas ranjang. Namun, Erwin tidak peduli. Yang penting dirinya sudah menyatakan perasaannya, dan itu sudah cukup membuatnya sedikit lega.

Erwin meraih bangku yang tidak jauh darinya, lalu menjatuhkan bokongnya di atas sana.

Di detik selanjutnya, pikirannya tiba-tiba saja melayang ke arah orang tuanya.

Ya! Orang tuanya.

Entah kenapa belakangan ini, orang tuanya selalu meneleponnya dan mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal. Dan, yang lebih parahnya lagi, ibunya itu bahkan sempat menyuruhnya untuk menjauhi Ashley tanpa mengatakan alasan apapun. 

Sebenarnya, ada apa?

Erwin masih tidak mengerti. Otaknya bekerja dengan keras, berusaha mencari tahu maksud dari orang tuanya. Entah kenapa, mereka seolah-olah tidak menginginkan putranya berdekatan dengan keluarga Hillary.

Berdekatan...

Erwin spontan membelalakan kedua matanya. Memangnya orang tuanya tahu jika Ashley adalah keluarga dari Hillary?

Erwin spontan menyandarkan punggungnya ke kursi. Selama dirinya berada di Washington, ia juga tidak pernah bercerita apapun soal Ashley kepada kedua orang tuanya, namun mereka-lah yang mencari tahu hal-hal apa saja yang dilakukannya.

Aneh memang. Tetapi, orang tuanya tidak pernah melakukan hal-hal seperti ini sebelumnya. Dan tadi, ibunya baru saja mengatakan jika mereka akan bergegas datang ke Washington dengan alasan untuk menjenguknya.

Sudahlah, Erwin tidak ingin berpikir banyak lagi. Ia meraih ponselnya yang berada di dalam saku celana dengan menggunakan sebelah tangannya, lalu Erwin langsung saja mendial beberapa nomor disana.

Tak butuh waktu yang lama bagi orang di seberang telepon itu menjawab, sebelum Erwin mengeluarkan seluruh perintahnya.

"Robert, tolong bawakan beberapa dokumen penting, laptop, dan batalkan semua pertemuan penting yang akan diadakan selama seminggu ini. Kemudian, antarkan semua barang-barang tersebut ke tempatku dalam lima menit."

Selesai mengucapkan hal tersebut, Erwin langsung menutup ponselnya walau pria di seberangnya belum sempat membalas apapun. Ia yakin jika Robert sedang menyumpahi dan merutukinya sekarang karena telah bertindak seenaknya.

Untuk sementara ini, Erwin memutuskan untuk tidak akan pergi ke cabang perusahaannya. Ia hanya akan menemani Ashley. Semua pekerjaan dan hal-hal penting akan Erwin bawa ke rumah sakit.

***

Collin's Mansion - Amerika, New York

"Kenapa lagi Hannah?" tanya Michael dengan lembut ketika ia melihat istrinya sedang menatap kosong ke arah luar jendela. Ia baru saja selesai mandi dan berjalan keluar dari kamar mandi. Rambutnya yang mulai ditumbuhi oleh uban putih itu meneteskan sisa-sisa air, menandakan jika pria tersebut baru saja selesai keramas.

Pria paruh baya yang masih terlihat tampan itu berjalan mendekat ke arah Hannah, sebelum bergerak memeluk istrinya dari arah belakang. Ia kemudian tersenyum menenangkan saat Hannah berbalik dan melihat ke arahnya.

Walau mereka sudah menikah selama bertahun-tahun, keromantisan mereka sungguh dapat membuat pasangan lain merasa iri. Michael merupakan pria yang sangat mengerti tentang istrinya, begitu pun sebaliknya.

"Apa kau sedang memikirkan anak kita lagi, sayang?" tanya Michael tepat sasaran. 

Bertahun-tahun bersama Hannah membuat Michael dapat mengerti seluruh sikap istrinya itu. Apabila istrinya tengah memandangi sesuatu dengan tatapan yang kosong, itu artinya jika istrinya sedang mengkhawatirkan sesuatu buruk yang mungkin akan terjadi.

"Iya," gumam Hannah dan menenggelamkan kepalanya di dada Michael. Ia kemudian memeluk suaminya dengan erat.

Michael mengelus rambut istrinya dengan lembut. "Erwin akan baik-baik saja, sayang," bisiknya.

Hannah seketika mengangkat kepalanya, lalu menatap dalam mata suaminya. Ya, dirinya memang sudah berulang kali mengatakan jika semuanya akan baik-baik saja, namun entah kenapa ia selalu merasa was-was.

"Semoga saja Erwin memang baik-baik saja," gumam Hannah dengan suara yang kecil, namun Michael masih bisa mendengarnya.

Walau istrinya sudah mengatakan hal tersebut, namun Michael masih dapat melihat adanya gurat kekhawatiran di wajah istrinya. Spontan saja ia meraih wajah Hannah dengan kedua tangannya, lalu mengecup bibirnya sekilas.

"Just trust me."

"Tapi, honey. Kau tahu jika Erwin kembali dekat dengan perempuan itu. Tentu saja aku merasa cemas sebagai seorang ibu."

"Kau tahu..." Michael menggenggam tangan istrinya dengan mesra. "Erwin sekarang adalah seorang lelaki yang sudah dewasa. Sudah seharusnya jika ia merasakan cinta. Kita sebagai orang tua, hanya bisa mendukungnya dan mendoakannya dari jauh. Kita boleh khawatir, asal kita jangan melarangnya untuk berbuat ini itu lagi. Biarlah dia memilih jalannya sendiri. Apa yang perlu kita lakukan sekarang hanyalah mengatakan fakta kepadanya."

Hannah yang mendengar itu seketika menunduk, sebelum akhirnya mengangguk, membenarkan perkataan suaminya itu.

"Baiklah," balas Hannah, membuat Michael langsung tersenyum lebar.

"Sekarang, kita sebaiknya bersiap-siap untuk pergi ke Washington, karena pesawat pribadi kita sudah sampai."

To be continue...

Don't forget to vote and comment❤💛 btw, udh mau konflik nih😂 akhirnyaaa

4 June 2020

The Perfect EVIL BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang