Happy reading😉😉
_____________________"Astaga! Anak ini!" Robert mengusap wajahnya dengan kasar, lalu menghela napas lelah sambil menyandarkan punggungnya ke dinding. Ia mengerang panjang, menatap pasrah ke arah Erwin yang sudah teler di meja bar. Really?! Di tengah malam begini?!
Menyerah, Robert mengangkat kedua tangannya, kemudian berjalan cepat menuju ke tempat Erwin. Pria itu memandangi wajah Erwin yang terlelap tersebut sejenak, sebelum mengguncang-guncang bahunya sekuat tenaga.
Namun, pria itu masih saja tidak sadar. Erwin sudah tampak seperti orang yang mati, atau lebih tepatnya mayat yang tergeletak begitu saja di atas meja bar.
"Oh, come on! He must be kidding me," keluh Robert dan menampar kuat pipi kiri Erwin, yang ternyata hanya dibalas dengan lenguhan tertahan dari sang pemilik. Mabuk... mabuk.
Mata Robert kemudian beredar, mencari-cari orang yang meneleponnya dan memberitahukan keadaan Erwin yang mabuk tadi. Hingga di detik selanjutnya, tatapan Robert terjatuh pada seorang pria tidak asing yang sedang memandanginya santai sembari meminum segelas whiskey.
"Oh, Jim. Maafkan aku yang merepotkanmu lagi. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan temanku yang entah kenapa menjadi seorang pemabuk," ucap Robert langsung dan mendekat ke arah Jim, yang hanya dibalas oleh kekehan dari pria itu.
"Tidak apa-apa." Jim menggeleng pelan seraya melirik sekilas ke arah Erwin. "Aku tidak merasa direpotkan, kok."
Sedikit tertahan, Robert menarik kedua sudut bibirnya ke atas, tersenyum kecil membalas tanggapan Jim.
"Oh, gosh! Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan lagi selain ucapan terima kasih padamu sebanyak-banyaknya," ujar Robert sambil menggerutu. "Pria ini benar-benar bocah yang menyebalkan."
Jim turut mengangguk-angguk, merasa prihatin dengan Robert yang harus datang ke club ini setiap malam. Pasti hal tersebut mengangguk tidur nyenyak Robert selama beberapa hari.
"Sudah sekitar satu minggu lebih dia bermabuk-mabukkan di sini. Kurasa itu nantinya bukanlah menjadi hal yang bagus." Jim menyahut dan menyerahkan ponsel Erwin yang tadi ia ambil dari saku celananya kepada Robert.
Robert berdecak. "Beruntungnya anak ini menyimpan nomor ponselku, karena jika tidak, aku yakin kau akan kebingungan mencari keluarga terdekatnya."
Jim tersenyum sekilas. "Yah, bahkan saat pertama kali aku mengecek ponselnya, aku hanya dapat menemukan satu kontak, yaitu kontakmu. Aku masih sempat heran dengan hal tersebut."
Robert menghela napas, lalu memukul punggung Erwin dengan keras, membuat pria itu mengeluh secara tidak sadar di dalam tidur nyenyaknya.
"Si Sialan satu ini memang tidak memiliki siapa-siapa lagi di dalam hidupnya selain aku," ujar Robert.
Jim terkekeh pelan. Pria itu menopang dagunya, menatap lurus ke arah Robert. "Kurasa dia sudah sangat bergantung padamu."
"I think yes," gumam Robert seraya mengedikkan bahu. Ia membalas tatapan Jim, memandangi pria itu dalam-dalam.
Masih Robert ingat dengan jelas bagaimana wajah ekspresi dirinya yang panik itu ketika seorang pria asing meneleponnya dengan menggunakan telepon Erwin di tengah-tengah malam. Pada saat itu, Robert sempat khawatir karena Erwin masih belum pulang, sebelum kekhawatirannya kian meningkat saat pria asing tersebut berbicara di dalam telepon.
"Hallo. Saya minta maaf karena telah mengganggu Anda. Anda sepertinya tidak mengenal saya, tapi, seorang pria yang mungkin Anda kenal sedang tepar di dalam club. Saya tidak tahu harus menghubungi siapa lagi karena di dalam ponsel pria ini hanya tertera satu kontak di dalamnya. Saya harap Anda bisa membawanya keluar dari sini secepat mungkin."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect EVIL Boy
Romance15 tahun yang lalu. Eline Hill atau dipanggil 'flower' oleh teman kecilnya, adalah seorang anak perempuan yang baik dan ceria. Selain cantik, Ia juga sangat disukai oleh banyak orang. Erwin Collins, adalah teman dari perempuan itu yang sekaligus men...