Prologue 1.3

14K 746 3
                                    

Happy reading🤗🤗
____________________

2 minggu kemudian...

"Erwin, sini," ujar seorang anak perempuan dengan gembira dan menunjukkan bunga hasil petikannya. "Cantik, bukan?"

"Hmm?" sahut Erwin dari ujung sana dengan malas. Ia tengah duduk di atas ayunan yang berada di halaman rumah Eline sembari menutup matanya. Sementara itu, Eline sedang bermain dengan rumput-rumput di rumahnya sendiri.

"Erwin, sini!" teriak Eline lagi, yang membuat bocah itu terpaksa membuka matanya dan berjalan lunglai ke arah perempuan itu.

"Apa?" tanyanya seraya menguap lebar, seakan-akan terpaksa untuk terbangun dari tidur nyenyaknya.

Astaga! Bocah satu ini sungguh ribut, gerutunya tidak senang.

Eline menyipitkan matanya, lalu menyikut perut gemuk Erwin dengan keras. "Lihat dulu!"

Bocah itu langsung meringis kesakitan dan menganggukan kepalanya dengan cepat. "Iya-iya, itu cantik," tukas Erwin pada akhirnya.

Eline sontak tersenyum gembira dan memeluk bunga itu ke dalam dekapannya. Mata bulatnya terus melihat ke arah kelopak bunga itu dengan serius.

Melihat itu, Erwin tanpa sadar tersenyum hangat.

Rasanya waktu begitu cepat berlalu. Padahal baru dua minggu yang lalu ia bertemu dengan Eline dan sekarang, ia bahkan sudah menjadi salah satu sahabat perempuan itu yang paling dekat.

Hal yang selalu ia impikan dari dulu dan sekarang telah menjadi kenyataan, yaitu mempunyai seorang teman.

Walaupun memiliki umur yang lebih kecil darinya, Eline sudah memiliki sikap kedewasaan. Dia juga sangat keras kepala, dan setiap keinginannya selalu harus dipenuhi. Manja sekali!

Matanya terus melihat ke arah Eline yang terus berbicara kepada bunga itu, seakan-akan tumbuhan tersebut pasti akan menyahuti perkataannya. Padahal tidak.

"Eline," panggil Erwin yang membuat perempuan itu langsung menoleh ke arahnya dan menatapnya dengan mata indahnya.

"Kamu sama cantiknya dengan bunga itu. Kamu adalah flowerku," tukasnya tanpa sadar. Lalu setelah itu, ia langsung merona ketika menyadari apa yang baru saja ia ucapkan.

Eh? Erwin menggaruk belakang kepalanya.

"Benarkah?" tanya Eline dan menatap bunga berwarna merah itu dalam-dalam. Kemudian, ia kembali mengangkat wajahnya dan tiba-tiba bergerak mengecup pipi gembung Erwin. "Terima kasih."

Benak anak laki-laki itu spontan menghangat dengan pipi yang semakin merah merona, membuat Eline langsung panik dan menegang di tempat. "Apa kamu demam? Kenapa pipimu memerah? Astaga!"

"Eh, ti--tidak. Aku hanya kepanasan di sini. Ayo, kita duduk di ayunan itu saja," elak Erwin dan dengan cepat-cepat langsung pergi meninggalkan Eline yang hanya kebingungan.

"Tunggu aku, Erwin. Flowermu ini ketinggalan," kikik Eline dari belakang dan berusaha mengejar bocah itu.

Erwin tampak berjalan kesusahan karena tubuh gemuknya, membuat perempuan itu sangat mudah untuk mengejarnya.

"Gotcha," ucap Eline ketika tangannya berhasil menepuk pundak Erwin dengan keras hingga membuat anak laki-laki itu sedikit meringis. "Now, chase me!"

"Hei, sejak kapan kita bermain--"

Ucapan Erwin terpotong kala ia melihat perempuan itu menjulurkan lidah ke arahnya sembari berlari semakin jauh.

The Perfect EVIL BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang