Happy reading😉😉
_____________________Erwin menyantap makanan yang berada di depannya dengan santai, sebelum tersenyum manis ke arah Ashley yang tampak menegang di tempat duduknya. Tanpa menghentikan mulutnya yang mengunyah rakus, Erwin melirik sekilas ke arah makanan Ashley yang masih utuh.
"Tidak enak?" tanya Erwin dan memiringkan kepalanya tanda bingung. Ia meraih secangkir kopi hitam yang berada di dekatnya, lalu menenggaknya sedikit demi sedikit.
"Kau pikir aku bisa memakan makanan ini dengan seorang lelaki telanjang yang disuguhkan di depanku?" tukas Ashley dan menghela napas gusar. Mata birunya terlihat melirik sekilas ke arah badan Erwin yang hanya dibaluti oleh handuk sebatas pinggang, sebelum merasakan tubuhnya tiba-tiba merinding sendiri. Pria itu baru saja selesai mandi.
"Not my fault," sahut Erwin dan mengedikkan bahunya tidak peduli. Ia kembali menyantap sepiring telur sosisnya yang dimasak oleh Ashley tadi. "Aku tidak tahu dimana letak pakaianku."
Memang, Erwin benar-benar tidak ingat dimana ia meletakkan pakaiannya kemarin. Jadi, jangan salahkan Erwin jika ia berkeluyuran di apartemen Ashley hanya dengan menggunakan handuk putih.
"Kau..." Ashley tampak seperti menahan diri untuk tidak segera meledakkan diri di depan Erwin. "Makanya pulang ke apartemenmu!"
"Kenapa kau selalu menyia-nyiakan sesuatu yang berharga?" dengus Erwin dan mengibas tangannya di depan Ashley.
"Sesuatu seperti apa?!" Ashley memekik tertahan, membuat Erwin terkekeh geli akibat tingkah konyol dari perempuan itu.
"Seperti..." Tangan Erwin menunjuk ke dirinya sendiri, lalu mengangkat kedua alisnya penuh keheranan. "...menyia-nyiakan pria tampan sepertiku?"
Ashley langsung memutar kedua bola matanya dengan malas, kemudian melipat kedua tangannya di depan dada dengan dagu yang diangkat tinggi. Ia melotot tajam, membuat Erwin kembali terkekeh geli akibat tingkah lakunya yang sombong itu, namun juga terlihat kekanak-kanakan di saat yang bersamaan.
"Apa aku salah?" tanya Erwin dan kembali menyantap makanan yang berada di depannya. Mata birunya tampak terfokus kepada sosok Ashley.
"Kau terlalu percaya diri, Tuan Collins yang terhormat," dengus Ashley dan menusuk sosis yang berada di piringnya dengan kasar, sementara matanya menatap tajam ke arah Erwin. Seakan-akan daging sosis yang sedang ditusuknya itu adalah barang berharga milik Erwin.
"Kau..." Erwin sontak terbatuk-batuk dengan keras karena tersedak sosis. Ia langsung meraih cangkir kopi yang berada di dekatnya, lalu menenggaknya dengan rakus. Setelahnya, pria itu tampak sedikit tersenggal-senggal. "... darimana kau tahu nama belakangku?"
"Robert yang memberitahuku. Dan, lagipula, aku juga sering mendengar nama lengkapmu dipanggil oleh orang-orang." Perkataan Ashley sukses membuat Erwin berdecak seketika.
"Lagipula, ada yang salah dengan hal itu?" tanya Ashley dan memotong sosis di depannya dengan gerakan kasar, sementara Erwin memandanginya ngeri.
"Tidak."
"Baguslah." Ashley memasukkan sepotong sosis yang dipotongnya itu ke dalam mulut, mengunyah dengan pelan. "Kuharap setelah selesai sarapan kau akan pergi dari apartemenku."
Erwin menggeleng sekali, tapi tegas. "Sayangnya harapanmu tidak akan pernah terjadi, Sayang."
Ashley spontan mendelik ketika mendengar panggilan Erwin barusan. Sayang?
"Kalau begitu, kau pasti akan menyesal nanti," tukas Ashley dan tersenyum manis, semanis permen yang pernah Erwin makan dulu.
"Memangnya kenapa?" tanya Erwin dengan santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect EVIL Boy
Romance15 tahun yang lalu. Eline Hill atau dipanggil 'flower' oleh teman kecilnya, adalah seorang anak perempuan yang baik dan ceria. Selain cantik, Ia juga sangat disukai oleh banyak orang. Erwin Collins, adalah teman dari perempuan itu yang sekaligus men...