Happy reading😀😀
_____________________Kenapa mata Ashley terlihat sangat sama dengan mata milik Eline? Dan, kenapa air mata yang mengalir itu seakan-akan membuatnya sedang melihat Eline yang tengah menangis saat ini?
Shit...
"A--aku." Ucapan Ashley terhenti dan ia menggigit bibir bawahnya. Gadis itu tampak kesusahan untuk menjelaskan apa yang terjadi. Matanya yang sedikit sembab itu menatap ke arah wajah tampan milik Erwin. "--memang tidak mampu untuk mengganti rugi jas Tuan. Kupikir Anda tidak akan mengetahui hal itu, sehingga aku memutuskan untuk mencucinya saja."
Setelahnya, Ashley tanpa sadar langsung memejamkan matanya takut. Ia bersedia untuk menerima semua amukan dari pria itu nanti.
Namun, ternyata... hening sesaat.
Ashley membuka matanya sedikit ragu, lalu terkesiap saat mata biru milik lelaki itu menatapnya dengan lembut.
"Tidak apa-apa. Tapi, kau seharusnya mengatakan hal itu padaku terlebih dahulu. Aku tidak menyukai apa yang baru saja kau lakukan, Ashley," ucap Erwin tanpa sadar. Pria itu tampak berdiri, kemudian tersenyum tipis ke arah perempuan itu.
Ashley sedikit tercengang. Sepertinya dirinya memiliki gangguan kejiwaan untuk hari ini.
"Apa Anda tidak marah?"
"Ya, aku marah," balas Erwin dengan mata yang kembali berkilat galak, membuat Ashley langsung menundukkan kepalanya dan menatap ke arah rok kerjanya.
"Kenapa kau terus memanggilku dengan sebutan 'Anda'? Aku tidak menyukai sebutan itu. Bukankah sudah kukatakan, jika kau hanya perlu memanggil namaku saja?" tambah Erwin lagi.
Okay, kalau untuk yang satu ini, entah kenapa Erwin memang tidak menyukai cara pegawai tersebut memanggilnya. Padahal selama ini, dirinya-lah yang paling senang jika dipanggil dengan sebutan 'Tuan', 'Bos', dan lain-lain. Itu membuatnya merasa seperti seorang raja ataupun orang yang perlu dihormati.
Ashley mengangkat kepalanya dan mengerjap sesaat. "Maaf," ucapnya merasa bersalah.
Erwin menghela napas panjang. Ia menatap jengkel ke arah perempuan itu. "Sudah kukatakan jangan terus mengucapkan kata 'maaf'," ujarnya dengan nada yang mengingatkan.
"Ah, maaf," ucap Ashley lagi, membuat Erwin menyipitkan matanya seketika.
Lalu, seakan tersadar dengan apa yang baru saja ia ucapkan, perempuan itu langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Maksudku, baik, Erwin."
"Apa nama lengkapmu?" tanya pria itu, kemudian kembali duduk di atas kursi yang diduduki olehnya tadi.
"Ashley Hillary."
Mendengar itu, Erwin hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Oh, dia bukan Eline. Bahkan marga mereka saja tidak sama.
"Umur?" tanya pria itu lagi.
Mendengar pertanyaan Erwin, Ashley menggigit bibir bawahnya ragu, merasa sedikit heran. Apa itu penting sekali?
"22 tahun."
Tanpa sadar, Erwin mengangkat satu alisnya ke atas. Owh, Ashley akan memiliki umur yang sama dengan Eline jika saja Erwin bertemu dengannya.
Yah... bahkan ia sudah tidak tahu bagaimana keadaan perempuan itu semenjak ia pindah ke New York saat berumur 10 tahun.
"Dimana kota kelahiranmu?" tanya Erwin lagi, yang membuat Ashley mulai mengernyitkan dahinya samar.
"Umm... apakah hal itu penting?" tanya Ashley, lalu melirik ke arah pria di depannya.
"Tidak apa-apa kalau kau tidak mau menjawabnya. Jadi, dimana kau tinggal sekarang?"
Ashley memiringkan kepalanya aneh, merasa sedikit terintimidasi dengan semua pertanyaan Erwin.
"Umm... apakah hal itu penting juga bagimu?" tanya Ashley dengan nada yang mulai curiga.
Erwin spontan mengerjap sesaat, seakan baru saja tersadar dengan kenyataan. Ia langsung merutuk bodoh dan menatap ke arah mata biru milik Ashley. "Tidak, tentu saja tidak. Tolong kemarikan jas hitamku."
Sesaat, Ashley merasa bingung dengan semua sikap Erwin, namun ia tetap mengulurkan tangannya untuk memberikan jas hitam kepada pria itu. Jas yang dilempar oleh Erwin dengan kasar ke arah dirinya tadi.
"Maaf tentang kelakuanku tadi," ucap Erwin tulus, sebelum mengambil jas hitamnya.
Ashley menggelengkan kepalanya dengan pelan. "A--aku yang minta maaf karena telah membohongimu," tukas Ashley, lalu kembali menundukkan kepalanya, merasa malu dengan apa yang baru ia perbuat.
Erwin hanya terkekeh kecil.
"Kurasa kau tetap harus mengganti rugi jasku, mengingat bau kopi di jas ini masih tidak menghilang," ujar Erwin seraya mencium bau yang menempel di jas mahalnya. Ia mendesah berat, seakan-akan masalah ini memang sangat berat baginya.
"Ta--tapi, aku tidak mungkin bisa menggantikan jas yang baru untukmu dalam waktu dekat ini. Umm--"
"Kenapa?" tanya Erwin dan menyela ucapan Ashley.
Perempuan itu tampak meneguk salivanya dengan susah. "Well, keuanganku masih bermasalah dan---"
"Kau tidak harus menggantikanku dengan jas yang baru. Kau boleh, kok mengganti rugi hanya dengan melaksanakan perintahku," sela Erwin lagi sembari menampilkan senyuman manisnya.
Ashley terkesiap. "Maksudnya?" tanyanya heran.
"Begini, kau hanya perlu menjalankan apa yang kuperintah dan aku akan menganggap utangmu akan lunas."
Mendengar itu, tanpa berpikir panjang lagi, Ashley sedikit menganggukkan kepalanya. "Sampai kapan aku harus mendengar perintahmu, Tuan? --Eh, maksudku, Erwin?"
Pria itu bergerak menopang wajahnya dengan menggunakan salah satu tangan, lalu berpikir sejenak. "Mungkin, sampai aku merasa tidak memerlukanmu lagi? Entahlah, yang penting sampai aku rasa kau sudah melunasi semuanya."
Tanpa sadar, Ashley melebarkan bola matanya. Jadi, kalau Erwin tetap memerlukannya sampai akhiratnya, apa dia harus melayani pria itu selama sisa hidupnya? Wow... it's sound crazy to Ashley.
"Apa aku hanya harus menuruti perintahmu, Erwin?"
"Yes, you are."
"Apa tidak ada pilihan yang lain lagi, selain hal itu?" tanya Ashley kemudian. Ia sedikit hati-hati dengan pertanyaannya.
"Tidak," jawab Erwin pendek. "Jadi, bagaimana? Kau tertarik? Jika diingat-ingat, kau juga tidak perlu mengeluarkan uang untuk membayar kerugianku. Kau hanya perlu mendengar perintahku dan melaksanakannya, bukankah begitu?"
Hening sesaat...
Ashley tampak berpikir keras, sementara Erwin hanya mengamati perempuan yang berada di depannya. Hmm...
Perempuan itu tampak frustasi dengan dirinya sendiri, membuat Erwin tanpa sadar tersenyum geli. Ashley benar-benar adalah seorang perempuan yang bodoh jika ia mengiyakan perkataannya, namun tak bisa dipungkiri jika dirinya memang mengharapkan kebodohan perempuan tersebut.
"Come on, aku bukan orang jahat yang akan menyuruhmu hal-hal yang aneh," ujar Erwin seakan-akan mengerti dengan pikiran Ashley.
Ashley terkesiap, lalu menggigit bibir bawahnya.
"Okay. Aku setuju," sahut Ashley pada akhirnya setelah berpikir panjang. Lagipula menurutnya, toh, tidak ada salahnya jika ia mencoba sesuatu. Asal sesuatu itu bukan hal-hal yang aneh baginya.
Erwin hanya tersenyum, lalu kembali bertanya. "Jadi, dimana tempat tinggalmu? Aku yang akan mengantarkanmu pulang." Ashley bodoh.
To be continue...
Don't forget to vote and comment. THANKS.
31 May 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect EVIL Boy
Romance15 tahun yang lalu. Eline Hill atau dipanggil 'flower' oleh teman kecilnya, adalah seorang anak perempuan yang baik dan ceria. Selain cantik, Ia juga sangat disukai oleh banyak orang. Erwin Collins, adalah teman dari perempuan itu yang sekaligus men...