Part 18 - His Apartment

6.7K 315 7
                                    

Happy reading😽😽
_____________________

"Aku memiliki umur yang lebih tua darimu, jadi ikuti saja kemauanku!" tambah Robert lagi.

Di detik selanjutnya, pria itu malah tersentak kaget begitu telapak tangan kecil milik Ashley tertempel di keningnya. Kening gadis itu tampak berkerut heran, sebelum membalikkan telapak tangannya, seakan-akan ia sedang mengecek sesuatu.

"Kau tidak sakit ataupun demam, tapi kenapa sikapmu menjadi terasa sangat aneh dan berbeda?"

Robert spontan memperbaiki gestur tubuhnya yang sebenarnya tidak bermasalah. "Aku aneh?"

Ashley mengangguk polos. "Kau menjadi sedikit bossy, menurutku."

Is he? Mungkinkah karena Robert menjadi bawahan Erwin selama beberapa tahun, ia berubah sikap tanpa dirinya sadari? Apa Robert mungkin sedang berubah menjadi sikap Erwin selama ini?

"Any problem?"

Ashley kemudian menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, hanya saja, kau menjadi aneh. Aku tidak suka diperintah oleh orang."

Oke, Ashley lupa sepenuhnya jika ada seorang makluk yang sebenarnya sudah menjadi bosnya sejak malam kemarin. Bos perintah. Dan, sudah pasti itu adalah Erwin.

"Karena kita sudah lama tidak bertemu, jadi sebaiknya kita harus ngobrol-ngobrol dulu, kan? Mungkin kita bisa duduk di kafe atau di bangku taman," seru Robert dan tanpa bertanya kepada orangnya terlebih dahulu, ia sudah mendaratkan satu lengannya di atas bahu Ashley. Tapi, sepertinya gadis itu menolak ajakannya.

Lama berpikir, Ashley akhirnya menghembuskan napas. Ia tidak bisa berbohong lagi. "Sebenarnya, aku disuruh masuk ke dalam apartemen sebelah untuk mengambil sesuatu."

Robert sedikit melonggarkan tangannya dari bahu Ashley, sebelum mata birunya melirik ke arah gadis tersebut dengan penuh tanda tanya. "Ke sebelah apartemenmu? Yang mana? Nomor? Dan, siapa yang menyuruhmu?" tanyanya dengan cepat. Tak bisa dipungkiri jika rasa curiga itu menyeruak cepat ke dalam dirinya.

Ashley menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal saat tatapan tajam milik Robert terasa langsung terhunus ke arahnya. "I--itu, aku melakukan aksi ketidak kesengajaan di dalam apartemenku dan pemiliknya marah besar. Well, nomor apartemennya adalah 1141--"

"Erwin?" sela Robert yang langsung tepat sasaran, membuat Ashley meneguk salivanya susah payah dan menggigit bibir bawahnya.

"Bisakah kita masuk ke dalam apartemennya saja dan baru melanjutkan percakapan kita ini?" tanyanya dengan gugup, berusaha untuk menghentikan kecerewetan Robert yang pasti akan muncul sebentar lagi. Tapi, usahanya gagal. Pria itu sudah terlebih dahulu bertanya tanpa menghiraukan perkataannya tadi.

"Apa yang kau lakukan terhadap Erwin hingga pria itu membutuhkan kau untuk masuk ke dalam apartemennya?" Robert menghentikan ucapannya sejenak, sebelum kembali menatap ke arah Ashley. "Dan, tunggu, bukankah kau tadi mengatakan bahwa dirimu tidak suka diperintah oleh seseorang? Jadi, mengapa kau--"

"Robert."

"Kau terlihat mencurigakan!"

Ashley melepaskan tangan Robert dari bahunya begitu saja, sebelum menatap ke arah pria itu dengan tatapan pasrah. Kaki jenjangnya kemudian berayun menuju ke apartemen sebelah yang dimaksud olehnya tadi. Atau lebih tepatnya, ia sedang menyeret badannya secara terpaksa.

Robert yang melihat itu hanya mengikutinya dari belakang. "Kuharap kau tidak melakukan sesuatu yang amat buruk," ujarnya seraya mengamati wajah Ashley yang terlihat masam dan muram dalam waktu bersamaan. "Jujur saja, Erwin memang adalah bos paling mengerikan yang pernah aku temui dalam seumur hidup. Tapi, ia juga merupakan teman yang menyenangkan pada waktu yang bersamaan." Walau Erwin kerap sekali kesal dengan semua tingkah laku konyolnya, tambahnya lagi dalam hati.

Tapi, di detik selanjutnya, mata Robert terbelalak lebar tanpa ia cegah. Pria itu menatap ke arah jari lentik milik Ashley yang sedang menekan password apartemen, lalu melirik ke arah wajah Ashley yang murung, kemudian kembali menatap ke arah jari lentik yang bergerak lincah tersebut. "Kau mengetahui passwordnya?" Suara Robert terdengar sedikit tersendat.

Ashley mengangguk malas. "Ya, dia memberitahuku."

"Begitu saja? Tanpa rasa curiga atau apapun itu?"

Perempuan itu terlihat mengangguk lagi, bertepatan dengan pintu apartemen yang berada di depan mereka terbuka akibat dorongan kecil dari tangan Ashley. "Ya."

Suara decakan tidak percaya keluar dari mulut Robert begitu saja. "Wow! Dia mempercayaimu? It such an amazing thing!"

Ashley menoleh heran ke arah Robert yang tengah mengikuti langkahnya dari arah belakang, sebelum sebelah tangannya bergerak menutup pintu apartemen. "Kenapa?"

"Kau tidak tahu jika Erwin adalah seorang pria yang tidak mudah untuk percaya kepada orang lain begitu saja. Tapi, kecuali dengan diriku. Dia membeberkan password apartemennya setelah aku berteman dengannya selama 4 tahun. Lalu--"

Ashley menghentikan langkah kakinya dan menatap kaget pemandangan yang berada di depannya. Terlalu kagetnya hingga membuat perempuan itu sedikit berjengit di tempatnya berdiri. Botol bir dan pecahan botol yang berserakan membuat segala sesuatu di dalam apartemen ini terlihat menjadi sangat buruk. Kantong plastik yang terlempar begitu saja, kertas-kertas yang menghiasi setiap lantai yang sedang diinjaknya saat ini. Apa perang terjadi di dalam sini beberapa waktu yang lalu?

"Apa yang terjadi di dalam sini?" bisik Ashley ke arah Robert dengan tatapan tidak percayanya, menghentikan kecerewetan dari pria itu. "Bosmu suka bersenang-senang seperti ini?"

Robert beralih menatap ke arah Ashley dengan bingung, sebelum menatap ke arah depan. Pria itu tampak sama kagetnya dengan Ashley, tapi ia kemudian dengan cepat berdeham sekali untuk kembali menetralkan dirinya. Robert bergerak merapikan kaosnya yang sebenarnya sama sekali tidak terlihat berantakan.

"Mungkin saja. Karena dari kamar tidurku yang terletak di lantai atas kemarin, aku dapat mendengar suara orang yang tertawa layaknya orang gila dan suara TV yang keras hingga mengganggu kedua gendang telingaku," bohong Robert dan menatap ngeri ke arah botol-botol bir kosong yang diteguk habis olehnya kemarin. Oh, astaga, ia malas untuk membersihkan semua itu. Ini hari minggu, hari yang seharusnya menjadi waktu istirahat yang terbaik untuknya.

"Dia pria yang cukup mengerikan. Tapi, ngomong-ngomong, kau tinggal di dalam apartemen yang sama dengan Erwin?" Ashley melirik ke arah Robert dan matanya tampak bergerak penuh penasaran.

"Ya. Tapi, asal kau tahu, aku kadang sedikit kesal dengannya yang menurutku terlalu cerewet untuk menyuruhku jangan meminum bir di dalam ruang tamunya. Dia takut jika ruangannya akan berubah menjadi berantakan karenaku, dan yah, kira-kira seperti keadaan yang sekarang." Semua kalimat itu langsung mengalir begitu saja dari mulut Robert.

Ops.

Di detik selanjutnya, Robert langsung menutup mulut setelah menyadari bahwa dirinya baru saja keceplosan di hadapan Ashley. Ia melirik ke arah gadis itu yang tampak sedang menahan tawanya yang nyaris menyembur keluar, sebelum dirinya hanya cengesan tidak bersalah.

Great, dirinya baru saja mengakui bahwa pelaku pembuat berantakan ini bukanlah Erwin, melainkan dirinya sendiri.

_______________

To be continue...

Don't forget to vote and comment. THANKS.

BANYAKIN VOTE DAN KOMENNYA, GUYS. :)

25 Juny 2018

The Perfect EVIL BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang