Happy reading💌
__________________"Tapi, setelah kupikir-pikir, kenapa aku sepertinya telah mengenal perempuan itu, ya?" sahut Robert lagi tanpa sadar.
Erwin spontan menegakkan tubuhnya. Sementara itu, kedua matanya langsung menatap ke arah Robert dengan tatapan serius. "Dari mana kau mengenalinya?" tanyanya dengan cepat.
Mendengar itu, Robert menoleh ke arah temannya dengan pandangan yang sedikit tertarik, seakan-akan ia memang tertarik dengan ucapan Erwin barusan. "Aha! Aku tahu kau sedang memikirkannya tadi," ujarnya dan sontak bersorak penuh kemenangan.
Erwin langsung mendesah jengkel. "Apa kau sedang mempermainkanku?" tanyanya dengan kesal. Ia kembali membaringkan tubuhnya ke sofa, lalu menutup matanya dengan menggunakan sebelah tangan.
What the...
"Sebenarnya, tidak," sahut Robert dan menggelengkan kepalanya berkali-kali, walau ia tahu bahwa Erwin tidak akan melihat gelengannya karena sedang menutup mata. "Entah kenapa, ia terlihat seperti temanku di masa lalu."
"Apa maksudmu?" Erwin kembali membuka mata, lalu mulai mengernyitkan dahinya dengan samar. Tunggu, teman di masa lalu? Ya, sebenarnya dirinya juga merasa bahwa Ashley adalah Eline, apabila dilihat dari wajah mereka.
Dan, oh... Robert juga memiliki seorang teman perempuan? Wow, tidak bisa dipercaya. Sebab, karena dilihat dari kelakuan temannya itu, Robert malah terlihat seperti seorang gay yang kesepian.
"Ya, sebelum aku bertemu denganmu, atau lebih tepatnya, sekitar 9 tahun yang lalu, aku mengenal seorang gadis cantik yang lumayan terkenal di sekolahku. Kalau tidak salah, dia adalah adik kelasku dan sungguh, dia memang sangat cantik jika dilihat dari jauh maupun dekat. Namanya juga Ashley dan aku adalah teman baiknya," jelas Robert seraya menepuk keningnya beberapa kali seperti orang gila.
Ia mencibir sendiri, sebelum sebelah tangannya bergerak mengambil botol bir yang berada di atas meja dan meneguknya dengan cepat.
"Namanya Ashley?" tanya Erwin lagi.
Robert kemudian menelan cairan bir itu, sebelum dirinya menoleh ke arah Erwin. "Iya. Nama mereka sama, bukan? Bahkan wajah perempuan yang bekerja di kafe tadi juga nyaris sama dengan Ashley yang kukenal."
Tanpa sadar, sudut mulut Erwin mulai berkedut samar. Ia mengangkat salah satu alisnya dengan tinggi, setinggi rasa penasaran yang ia miliki saat ini. "Kau dulu bersekolah di mana?"
"Los Angeles," jawab Robert dengan cepat. "Oh, atau jangan-jangan, Ashley itu memang adalah Ashley yang kukenal?"
Erwin menyipitkan matanya heran. "Bagaimana kau bisa seyakin itu?" tanyanya aneh.
Robert kembali meneguk cairan birnya dengan cepat, sebelum kembali berbicara. "Entahlah. Diriku yang merasa seperti itu. Aku juga tidak tahu," jawabnya dengan mudah.
"Kau masih berhubungan kontak dengan Ashley yang dulu?" tanya Erwin, yang membuat Robert langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Tidak. Kita tidak berbicara lagi setelah aku tamat sekolah. Jadi yah, bisa dikatakan jika aku hanya menjadi teman baiknya selama 1 tahun itu."
"Kenapa?" tanya Erwin.
"Apanya yang kenapa?" Robert malah bertanya balik.
"Kenapa kau memutuskan kontak dengannya?"
"Umm... Well, aku juga tidak berharap begitu. Tapi, tanpa sengaja aku menghilangkan kontaknya ketika ponselku yang tiba-tiba saja rusak. Dan, sialnya lagi, aku tidak menghapal nomor ponselnya."
Lalu, di detik selanjutnya, Robert sendiri malah mengernyit heran setelah menyadari sesuatu. "Tunggu, tidak biasanya kau penasaran tentang hidupku. Tapi, kenapa sekarang kau malah--"
"Kupikir kau tidak memiliki seorang pun teman perempuan," potong Erwin dengan cepat, yang membuat Robert menatapnya dengan tatapan curiga.
"Really?"
"Ya."
Robert akhirnya mengangkat kedua bahunya tidak peduli. "Entahlah. Tapi, kalau misalnya Ashley yang kau tabrak itu ternyata adalah perempuan yang kukenal, kenapa ia tidak menyapaku, ya?"
"Kau terlalu jelek. Ia enggan untuk menyapamu ataupun hanya sekedar untuk melihatmu," sahut Erwin dengan geli, membuat Robert langsung menatapnya kesal.
Robert menaruh botol birnya yang sudah tinggal setengah cairan itu ke atas meja, sebelum ia menyandarkan punggungnya di sofa. Lalu, seakan teringat sesuatu, pria itu langsung menolehkan kepalanya. "Jadi, apa kabar dengan jas hitammu? Apa perempuan itu membayarnya?"
"Tidak," sahut Erwin pendek sembari menghela napas.
"Kenapa?" tanya Robert, membuat Erwin hanya mengedikkan bahunya.
"Katanya sih, keuangannya sedang bermasalah. Lagipula, memangnya dia mampu membayarnya? Dia cuma seorang pelayan kecil yang bekerja di kafe."
Mendengar itu, Robert hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Namun, setelahnya, ia langsung mencebik kesal. "Kau yang terlalu merepotkan orang, Erwin. Setelah menyuruhku untuk mengganti jadwalmu yang super padat itu, kau juga menyuruh Ashley untuk menggantikanmu jas yang baru."
Erwin spontan mengerutkan hidungnya. "Kenapa? Aku rasa tidak ada yang salah dengan hal itu. Dan lagipula, itu memang sudah pekerjaanmu sebagai seorang sekretaris. Kau tidak boleh membantah ataupun sekedar mengeluh tentang bosmu ini."
Robert hanya menganggukkan kepalanya dengan bosan. Sial, ia sudah mendengar kalimat itu berkali-kali. Dasar bos payah.
"Tapi, kenapa harus jas yang baru? Pakaianmu kan, masih bisa dicuci hingga bersih," tanyanya bingung. Ya, ia selalu bingung dengan bosnya yang selalu memakai benda yang serba mahal tersebut.
Well, bos konyol...
"Aku tidak mau saat aku sedang bekerja nanti, bau kopi itu terus menguar memasuki hidungku dan menggangu pekerjaanku. Jadi, karena perempuan itu telah berbuat ceroboh, memang seharusnya ia menggantikanku jas yang baru," ujar Erwin, seakan-akan ia memang tidak peduli dengan semua itu. Bos tidak boleh dibantah sedikit pun, atau dirinya yang akan mengeluarkan seluruh kekuasaannya.
"Dan kau, jangan bertindak seolah-olah aku sudah melupakan perbuatanmu. Segera bersihkan apartemenku ini dan jangan pernah memasuki kamar tidurku lagi," tambah Erwin lagi, sebelum menatap tajam ke arah Robert.
"Apa? Aku memang akan membersihkan apartemenmu. Tapi, kenapa kau melarangku untuk masuk ke dalam kamar tidurmu? Aku ingin tidur denganmu," rengek Robert, membuat semua bulu kuduk Erwin langsung berdiri hebat.
Robert sungguh menggelikan...
"Sekali tidak, tetap tidak. Jika aku menangkapmu masuk ke dalam kamar tidurku, then, just say bye-bye to your job," tegas Erwin penuh penekanan.
"Tapi, parfummu sangat wangi. Aku menyukainya. Bisakah kau membagiku sedikit? Dan, aku juga menyukai perut sixpackmu itu. Aku masih ingin memeganginya."
"ROBERT!"
To be continue...
Don't forget to vote and comment. THANKS.
11 Juny 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect EVIL Boy
Romance15 tahun yang lalu. Eline Hill atau dipanggil 'flower' oleh teman kecilnya, adalah seorang anak perempuan yang baik dan ceria. Selain cantik, Ia juga sangat disukai oleh banyak orang. Erwin Collins, adalah teman dari perempuan itu yang sekaligus men...