Beritahu author ya, kalau ketemu typo atau kesalahan kata. THANK YOU💜
Happy reading💙💛💙💛
__________________________Ashley membuka sepasang high heels yang biasa ia kenakan sewaktu bekerja, sebelum melemparkan sepatu itu ke sembarang arah. Gadis itu menghela napas lelah seraya berjalan menuju ke ruang tamu.
Ia kemudian menghempaskan badannya di atas sofa dan meringis sejenak akibat perlakuan kasarnya sendiri. Setelah itu, ia langsung memejamkan kedua matanya sejenak. Seluruh tubuhnya terasa sangat pegal, apalagi pada bagian tumitnya akibat terlalu banyak berjalan dengan menggunakan high heels.
Ugh... hari ini ia terlalu banyak menguras tenaga.
Ashley lalu membuka kedua matanya dengan malas dan mengerang panjang, sebelum kembali menutup kedua matanya lagi. Dan begitulah seterusnya, gadis itu terus membuka matanya sejenak dan kembali menutup matanya, hingga dirinya tanpa sadar telah terlelap dengan cepat di atas benda yang empuk itu.
***
"Erwin!" pekik Robert dengan senang saat sudut matanya tanpa sengaja mendapati bahwa pemilik apartemen ini telah pulang. Ia menjerit gembira dan melihat ke arah pria itu yang tengah menutup pintu apartemen dan melirik ke arahnya dengan tatapan malas.
Robert tersenyum lebar seraya mengangkat tinggi-tinggi sebotol bir yang baru saja dibelinya beberapa waktu yang lalu. Ia dengan bangganya mengocok botol tersebut sebentar, membuat sedikit busa yang bermunculan di permukaan cairan. Lalu, tanpa menyia-nyiakan waktu lagi, ia segera meneguk cairan yang hanya tertinggal seperempat itu hingga habis tak bersisa.
Robert memejamkan matanya sejenak, menikmati cairan hangat yang sekarang sudah mengalir dari tenggorokannya dan menuju ke perutnya. Ah, segar.
"Erwin, kau mau? Aku tadi membeli beberapa botol bir, berjaga-jaga jika kau tiba-tiba ingin minum atau sedang ingin bermabuk-mabukkan," ucap Robert keras dan tampaknya ia masih tidak ingin mengurangi volume suaranya.
Pria itu menaruh botol yang telah kosong itu ke atas meja, sebelum sebelah tangannya merogoh sebuah plastik yang berisi 5 buah botol bir lagi di atas meja. Ia kemudian mengeluarkan satu botol bir dan memamerkannya dengan bangga ke arah Erwin.
Namun, di detik selanjutnya, ia malah mengerucutkan bibirnya setelah menyadari sesuatu.
Oh, Erwin... Robert tahu jika pria itu pasti akan menolak pemberiannya ini, lagi. Ia yakin seratus persen kalau Erwin akan berkata seperti ini:
'Tidak, terima kasih, Robert. Pemberianmu itu sungguh murah kalau dibandingkan dengan bir milikku. Asal kau tahu, kita memiliki derajat yang tidak sama.'
Kira-kira, begitulah ucapan sadis dari Erwin setiap kali ia menawarkan bir kebanggaannya ini. Ck, memang terkadang pengusaha sialan ini suka sekali membuatnya jengkel.
"Tidak, terima kasih, Robert. Pemberianmu itu sungguh murah kalau dibandingkan dengan bir milikku. Asal kau tahu, kita memiliki derajat yang tidak sama," sahut Erwin seraya melepaskan sepatu kerjanya, kemudian melangkah masuk ke dalam ruang tamu. Betul, kan, ucapan Robert?
Robert memang terkadang sedikit heran dengan teman gilanya yang berpengusaha besar ini.
Kenapa pria itu suka sekali membedakan benda yang mahal dan murah? Seperti contohnya, bir yang dibeli oleh Robert ini. Menurut versinya, selama bir itu enak di dalam lidahnya dan ia merasa tidak ada yang bermasalah di dalam cairan enak itu, maka Robert akan langsung membelinya. Ia hanya merasa okay-okay aja.
Ugh, dasar orang kaya...
"Cih, sombong," sahut Robert dan memutar kedua bola matanya dengan malas. Ia kemudian bergerak membuka tutup botol bir itu, sebelum meneguk cairannya dengan cepat.
"Memang begitu kenyataannya. Sebauh fakta tidak bisa dilempar jauh-jauh, Robert," kata Erwin dan melonggarkan dasi yang dipakainya. Ia lalu menghela napas lega ketika benda yang terasa sangat mencekik itu sudah terlonggar dari lehernya.
Pria itu kemudian menatap ke sekitar apartemennya, lalu berdecak kesal ketika melihat Robert masih saja bersikap santai di atas sofa. Okay, apartemennya masih belum dibersihkan oleh Robert hingga sekarang.
"Apa kau tidak berniat untuk segera membersihkan apartemenku?" tanya Erwin seraya melangkah masuk ke dalam ruang tamu. "Apa kau memintaku untuk menendang dirimu keluar dari sini?"
Robert menghentikan gerakannya, lalu menatap ke arah pria itu dengan jengkel. Apa? Ia bersalah?
"Tunggulah sebentar. Aku ingin menghabiskan birku terlebih dahulu," jawab Robert dengan cuek. Ia menjulurkan lidahnya ke arah Erwin, kemudian kembali memfokuskan diri ke arah botol bir dan tersenyum bahagia.
"Aku akan memberikanmu 5 menit untuk menghabiskan semuanya. Setelah itu, kau harus segera membersihkan semua botol bir yang telah kosong dan berserakan di atas lantai," titah Erwin, membuat Robert langsung menatap ke arah botol bir yang memang ia buang sembarangan di atas lantai.
Ck, bukankah hal ini keren? Botol bir yang berserakan di atas lantai, menandakan bahwa apartemen ini baru saja dihuni oleh dua manusia lelaki yang bermabuk-mabukkan. Orang-orang yang melihatnya pasti akan mengira bahwa mereka berdua adalah...
Gay.
Erwin menggunakan sebelah tangannya untuk membersihkan kertas- kertas yang terlempar berserakan di atas sofa, sebelum ia menduduki bokongnya di atas benda empuk tersebut. Pria itu kemudian menghembuskan napas lelah dan memejamkan matanya sejenak.
Ashley!
Tanpa sadar, Erwin menggelengkan kepalanya dengan tidak percaya.
Yah, harus diakui dengan jujur, semenjak dirinya menurunkan Ashley di jalan itu, Erwin menjadi terus memikirkan perempuan tersebut.
Bahkan saat tadi ia sedang menyetir mobil, Erwin nyaris menabrak orang yang tengah menyebrang di jalan karena pikirannya yang tidak terfokus. Dan hasilnya adalah, Erwin serta orang yang hampir ia tabrak itu mengadu mulut selama beberapa saat.
"Kau memikirkannya?" tanya Robert secara tiba-tiba, membuat Erwin yang tadinya sedang hanyut ke dalam pikirannya langsung membuka kedua matanya secara lebar-lebar.
"Siapa?"
Robert melirik sesaat ke arah Erwin, lalu mengangkat kedua alisnya ke atas. "Tentu saja, Ashley. Kalau tidak, siapa lagi?"
Erwin spontan tergagap. Ia menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Tidak."
"Kau sedang berbohong, Erwin," sahut Robert, lalu tersenyum miring.
"Tidak," geram Erwin yang mulai kesal.
Robert mencibir sesaat, sebelum ia bergerak meletakkan botol birnya ke atas meja. "Ya, ya. Aku tahu kau sedang berbohong."
Erwin melebarkan matanya dengan kesal. Ia mengernyitkan keningnya samar.
"Tapi, setelah kupikir-pikir, kenapa aku sepertinya telah mengenal perempuan itu, ya?" sahut Robert lagi tanpa sadar.
To be continue...
Banyak vote = author akan update secepat mungkin💛💚. THANKS
9 Juny 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect EVIL Boy
Romance15 tahun yang lalu. Eline Hill atau dipanggil 'flower' oleh teman kecilnya, adalah seorang anak perempuan yang baik dan ceria. Selain cantik, Ia juga sangat disukai oleh banyak orang. Erwin Collins, adalah teman dari perempuan itu yang sekaligus men...