Happy reading :)
________________Erwin menopang dagunya dengan malas, menatap lurus kearah sup jagung hangat yang baru saja dimasak oleh Ashley sendiri.
Dahinya mengernyit heran, bertanya-tanya dari mana asal mula Ashley memiliki jagung di dalam apartemennya sendiri.
Setahunya itu, kulkasnya sama sekali tidak berisi hal-hal seperti ini.
Erwin hanya memiliki beberapa botol bir, sekotak susu dan jus yang dibelinya dari market, lalu beberapanya lagi diisi dengan makanan fast food yang hanya perlu ia panaskan nanti jika Erwin hendak makan.
"Dari mana?" tanya Erwin.
Pria itu mendongak, menatap ke arah Ashley yang sedang duduk di depan dan terlihat was-was menanti ucapannya.
"Apa?" sahut Ashley tidak begitu mengerti.
"Jagungnya."
"Oh." Di detik selanjutnya, Ashley manggut-manggut. Ia langsung mengerti dengan arah percakapan dari Erwin. "Aku tadi mengambilnya dari apartemenku karena setelah aku mengecek isi kulkasmu, tidak ada sayuran yang bisa kumasakkan."
"Oh." Tidak biasanya kau baik seperti ini.
Erwin tersenyum miring. Kepalanya yang sedikit berdentum-dentum itu tidak dapat menyuruti rasa bahagianya yang tiba-tiba menyeruak keluar ke permukaan.
Mata birunya sedikit berbinar bahagia, walau pria itu tengah berusaha untuk menutupi sikapnya agar tidak terlalu kentara.
Meneguk ludahnya sekali, Erwin melipat kedua tangannya ke atas meja. Keningnya sedikit berkerut dalam. "Kenapa kau memasakkanku sup?"
Terlalu banyak tanya. Ashley memutar kedua bola matanya dengan malas. "Kurasa sup adalah makanan yang paling baik untuk orang sakit sepertimu."
"Kau meremehkanku?" Erwin membelalakan matanya. "What!?"
"Tidak. Tapi, kau juga bisa menganggapnya seperti itu kalau kau mau."
Ashley menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi ketika Erwin mulai menyendokkan sesendok sup jagung itu ke dalam mulut. Mengunyahnya dengan pelan, Erwin merasakan setiap cita rasa yang dimasak oleh Ashley.
Hmm...
Kening Erwin berkerut membentuk lipatan tipis. Tapi setelahnya, pria itu langsung menelannya dan kembali menyendokkan sesendok sup ke dalam mulutnya lagi.
Wajah gadis itu spontan berubah. Matanya berbinar-binar dengan cemas, menatap Erwin yang entah kenapa sedari tadi belum mengeluarkan satu komentar tentang masakannya sedikit pun.
"Bagaimana rasanya?" tanya Ashley sambil menatap lurus ke arah Erwin.
Pria itu mengedikkan bahu. "Not bad," sahutnya tidak terlalu peduli.
Lalu, setelahnya, keheningan yang cukup lama tercipta di antara mereka berdua. Sendok yang sesekali berdenting dan suara game yang sedang dimainkan oleh Ashley untuk melawan rasa suntuknya menjadi pengantar lagu mereka.
Sebenarnya, Ashley sangat tahu jika Erwin sedang menatap ke arah wajahnya dengan tatapan intimidasi, dan hal itu membuat gadis tersebut seketika gugup di tempat. Game yang sedang dimainkannya saat ini hanyalah menjadi sebuah pengalihan dari rasa canggung di sekitarnya.
Yang benar saja!? Ia bahkan sama sekali tidak bisa fokus dengan gamenya saat ini.
Entah itu memang sikap Erwin yang terlalu terang-terangan dalam menatap wajah orang yang duduk di depannya ataupun hanyalah tatapan yang tanpa sadar dirinya tuju, tapi yang pasti, tatapan mata berwarna biru kelam itu sanggup membuatnya ingin segera melarikan diri dari tempat ini sekarang juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect EVIL Boy
Romance15 tahun yang lalu. Eline Hill atau dipanggil 'flower' oleh teman kecilnya, adalah seorang anak perempuan yang baik dan ceria. Selain cantik, Ia juga sangat disukai oleh banyak orang. Erwin Collins, adalah teman dari perempuan itu yang sekaligus men...