Happy reading😚😚
_____________________Pasti jas hitamnya-lah yang di laundry. Dia sangat yakin dengan hal tersebut.
Bibir Erwin mengerut samar, lalu kembali menutup kaca jendelanya. Ia terus menatap ke arah Ashley yang tampak sedang menyetop taksi, sebelum akhirnya perempuan itu masuk ke dalam mobil tersebut.
Ia menjalankan mobilnya secara perlahan, mengikuti mobil taksi itu dari arah belakang.
Dan seperti yang telah ia duga, taksi itu menuju ke arah kafe yang Erwin kunjungi tadi pagi. Ia ikut menghentikan mobilnya di dalam kegelapan seraya melihat ke arah Ashley. Sekarang, perempuan itu tampak sedang membayar ongkos, lalu masuk ke dalam kafe tersebut tanpa menyadari bahwa ia telah tiba di sini.
Erwin membuka pintu mobilnya dan beranjak keluar. Namun, ia tidak langsung masuk ke dalam kafe itu, melainkan menyandarkan tubuhnya di badan mobil. Mata birunya memicing tajam kala melihat Ashley duduk di salah satu kursi.
Tak lama kemudian, muncul seorang lelaki dari arah belakang Ashley, membuat perempuan itu sedikit terkaget di tempatnya. Pria itu adalah pria yang sama dengan orang yang dilihat oleh Erwin tadi pagi.
Hmm? Mungkinkah pria itu adalah pacarnya Ashley? batin Erwin sedikit penasaran.
Namun di detik selanjutnya, ia malah menggelengkan kepalanya keras-keras, menyadari apa yang baru saja dipikirkan olehnya.
Not your bussiness, Erwin.
Erwin kembali melirik ke arah dalam kafe itu, hingga tak butuh waktu yang lama untuk pria yang berada di dekat Ashley akhirnya menyadari keberadaannya. Ia hanya tersenyum tipis, melihat pria yang belum diketahui namanya itu tersenyum kikuk tanpa sebab.
Setelahnya, Erwin bersedekap sembari menaruh kedua tangannya di depan dada, melihat apa yang wanita dan lelaki itu lakukan di dalam kafe. Tampak Ashley yang memarahi John tanpa sebab, sebelum tiba-tiba terjadi sedikit keributan di dalam sana.
Ada apa?
Namun, di detik selanjutnya, Ashley tampak tiba-tiba menjadi panik dan membuang plastik putih yang dia tenteng tadi. Lalu, gadis itu menoleh dan menatap ke arahnya dengan tegang.
Mungkin saja pria itu yang mengatakan kepada Ashley jika Erwin telah berada di depan kafe.
Erwin tersenyum ke arah Ashley, lalu sedikit mengernyit heran karena perempuan itu tampak semakin tegang pada tempatnya.
Kenapa? Apa ada yang salah?
***
"Tidak, kau harus membeli lagi makanan ringanku ini!" geram John kesal dan menoleh ke arah Ashley yang hanya diam mematung. John memberengut ketika mengingat kembali bagaimana makanan ringannya dihentakkan oleh Ashley saat perempuan tersebut terkejut.
Dan, sial.
"Aku harus bagaimana, John?" tanya Ashley semakin tegang saat menyadari pengusaha itu mulai beranjak dari tempatnya berdiri dan sekarang tengah menuju ke arah kafenya.
"Apa maksudmu? Bukakan pintu saja untuknya. Kenapa malah bertanya padaku?" gerutu John dan bangkit dari lantai. Pria itu terlihat menatap sedih ke arah makanan ringannya, lalu kembali menoleh ke arah Ashley dengan kesal.
"Kau yakin itu adalah solusi yang bagus?" tanya Ashley dengan ragu. Binar matanya menunjukkan kecemasan yang amat dalam.
"Jadi kau ingin menelantarkan orang itu di luar sana?" tanya John jengkel. "Terserah kau mau melakukan apa. Tapi yang terpenting dari semua itu, satu-satunya makanan ringan yang baru saja kubeli dan sangat kusukai ini telah dijatuhkan olehmu!"
"Kau yakin dia belum mengetahui perihal tentang laundry ini? Shit, sejak kapan dia berada di sana?" alih-alih membalas kalimat kekesalan dari John, Ashley malah bertanya. Perempuan itu semakin gugup kala melihat pria itu semakin berjalan mendekat ke arah kafenya.
Sial, sial, sial.
John hanya memutar bola matanya, sebelum akhirnya berjalan ke depan pintu dan mempersilahkan pria tersebut untuk masuk ke dalam.
Sialan kau, John brengsek! Siapa yang menyuruh kau untuk membuka pintu kepadanya?
Holy crap!?
"Hai," sapa Erwin dengan santai sembari masuk ke dalam kafe. Pria itu bergerak duduk di atas kursi yang tadinya diduduki oleh John. Ia tersenyum tipis, membuat ketampanannya semakin meningkat berkali-kali lipat.
John yang sudah menutup pintu kaca kafe hanya melenggang pergi, meninggalkan tempat untuk mereka berdua.
"Hai," balas Ashley. "Ngomong-ngomong kenapa Tuan begitu cepat datang? Jam bahkan belum menunjukkan pukul 7 malam," tambahnya dengan kikuk, sebelum ia menarik kursi dan duduk manis di hadapan Erwin.
"Memangnya kenapa? Tidak boleh?" tanya Erwin balik, membuat Ashley sedikit menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ti--tidak, maksudku--"
Erwin mengangkat kedua alisnya ketika mendengar suara terbata-bata dari perempuan itu.
"Ah, tidak apa-apa," sahut Ashley pada akhirnya.
"Dimana jasku? Kau sudah membelinya?" tanya Erwin, lalu mengarahkan pandangannya ke arah jas hitam yang terlipat rapi di atas meja yang berada di hadapannya.
"Ah, ini jas milik Anda, Tuan," jawab Ashley dengan cepat dan langsung memberikan jas hitam itu kepada Erwin.
"Jangan memanggilku dengan sebutan 'Tuan'. Panggil saja, Erwin. Namaku Erwin," ujar pria tersebut, kemudian memperhatikan jas hitam yang sekarang sedang berada di dalam genggamannya.
"Oke, baiklah," tutur Ashley seraya melemparkan pandangannya kesana-kemari, berusaha untuk menutupi keresahannya.
Hening sesaat.
Erwin masih tidak berkomentar apapun, membuat Ashley yang tadinya gerah pada tempatnya sendiri menjadi menyatukan kedua alisnya dan melihat ke arah pria tersebut. Beberapa waktu telah berlalu, tetapi Erwin masih saja membolak-balikkan pakaian itu beberapa kali.
"Kau yakin ini adalah jas yang baru kau beli?" tanya Erwin pada akhirnya. Kepalanya terangkat, menatap Ashley dengan pandangan penuh tanya.
"Ya," sahut perempuan tersebut dengan ragu. Ia berharap cemas dan terus merapalkan doa. Erwin mungkin saja bisa mengetahui bahwa ia tengah berbohong saat ini.
"Kau tidak berbohong, kan?"
"Ya," ujar Ashley semakin cemas di tempat.
"Karena aku melihat ada bungkusan plastik di dalam tong sampah itu," balas Erwin, kemudian menujuk ke arah tong sampah yang berada di belakang Ashley.
Perempuan itu terkaget, lalu menolehkan kepalanya ke arah belakang. Keringat dinginnya mulai bercucuran saat menemukan plastik laundry yang dibuangnya tadi tengah terpampang jelas di dalam tong sampah.
To be continue...
Don't forget to vote and comment. THANKS.
27 May 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect EVIL Boy
Romance15 tahun yang lalu. Eline Hill atau dipanggil 'flower' oleh teman kecilnya, adalah seorang anak perempuan yang baik dan ceria. Selain cantik, Ia juga sangat disukai oleh banyak orang. Erwin Collins, adalah teman dari perempuan itu yang sekaligus men...