Happy reading😏😏
_____________________"Baik! Baik! Aku akan menyuapimu!"
Niat Erwin untuk segera pergi dari apartemen Ashley langsung terbuyar begitu saja, digantikan oleh rasa gembira yang menyusup ke dalam benaknya. Ia menyeringai dalam hati.
Tubuhnya berbalik, menatap Ashley dengan sebelah alis yang terangkat. Raut wajahnya tetap datar dan muram. "Apa katamu?" pancing Erwin sekali lagi.
Ashley menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Sementara mata biru itu menatap lelah ke arah Erwin. "aku akan menyuapimu," gumamnya pelan.
Erwin sontak bersorak. Ia membatalkan niatnya untuk keluar dan langsung saja memilih untuk kembali berjalan masuk ke dalam ruang tamu. Pria itu kemudian duduk di atas sofa yang sudah ia duduki tadi. Mulutnya menyunggingkan senyuman yang tak bisa dilunturkan.
"Suap." Seperti anak yang baru berumur tiga tahun, Erwin membuka mulutnya, lalu menunjuk ke arah wajahnya sendiri. Apalagi saat ia melihat Ashley yang sedang berpindah duduk ke sofa sampingnya.
Ashley tampak mencebik sesaat. Setelahnya, tangan mungilnya itu meraih piring Erwin tadi, lalu mengangkat sendok dan memasukkannya ke dalam mulut pria itu. Erwin hanya tersenyum dan terus menerima suapan Ashley.
"Terima kasih," ujar Erwin dan mengedipkan sebelah matanya. Tak lupa juga ia terkadang mencuri-curi kesempatan untuk semakin duduk mendekati tempat Ashley.
Perempuan itu hanya bisa memutar kedua bola matanya. Sebenarnya, di dalam benaknya, Ashley sudah menyusun rapi semua umpatan-umpatan kasar yang diketahuinya kepada Erwin. Tangannya tak berhenti bergerak memasukkan setiap suapan makanan ke mulut Erwin seraya menggerutu.
"Kau bisa makan sendiri. Kenapa pula kau menyuruhku untuk menyuapimu lagi?" gerutu Ashley dan menatap tajam ke arah Erwin yang sedari tadi hanya tersenyum tidak jelas.
Pria itu menahan pergelangan tangan Ashley yang hendak menyuapinya lagi, lalu tampak berpikir sejenak.
Setelahnya, Erwin kembali menatap Ashley. "Hanya ingin."
Gadis tersebut mencibir, lalu memasukkan sendok itu sedikit kasar ke mulut Erwin, meluapkan seluruh rasa kekesalannya yang semakin menjadi-jadi.
Erwin langsung melotot nyeri ketika benda logam itu menohok giginya dengan keras. Apa ini! Apa Ashley ingin membunuhnya dengan sendok logam ini?
"Jangan terlalu kasar. Kau adalah seorang wanita," omel Erwin dan mengelus-elus giginya dari luar pipi.
Ashley semakin kesal. Okay, kekesalannya sekarang sudah tidak dapat dideskripsikan dengan kata-kata lagi. Ia sungguh muak dengan Erwin. Malah terlalu muak.
Apa spesies manusia seperti ini memang diciptakan hanya untuk membuatnya kesal setengah mati? Oh, alangkah baiknya kalau Ashley bisa memusnahkannya dari bumi ini.
"Dasar aneh!" rutuk Ashley, dan sekali lagi, gadis itu memasukkan sendok yang dipenuhi makanan itu dengan kasar ke dalam mulut Erwin.
Pria itu kembali mengaduh. Namun, aksi Ashley kali ini nyaris membuat giginya terasa ingin putus dari gusinya sekarang juga. Mata birunya kemudian bergulir menatap Ashley dengan pandangan nanar. "Sakit," ucapnya menahan ngilu, membuat gadis itu hanya memutar kedua bola matanya dengan jengah.
"Berhentilah berbuat seperti itu. Aku malas melihatnya," balas Ashley dengan sinis, membuat Erwin memayunkan bibirnya sedih.
"Kubilang jangan membuat hal menjijikkan seperti itu!"
***
"Jangan mendekati pria lain."
"Jangan kecentilan atau aku akan mencongkel kedua matamu keluar."
"Jangan mengumbar senyumanmu kepada orang lain selain aku. Atau mereka akan berpikir jika kau menggoda mereka."
"Setiap pelanggaran selalu ada hukumannya."
"Oh, dan jangan lupa jika kau telah memiliki pacar."
"Jika tidak, hutangmu ditambah lagi."
Semua ucapan Erwin tadi kembali berlomba-lomba masuk ke dalam pikirannya dan nyaris membuat Ashley memekik stres.
Ia menghentakkan kakinya dengan kesal seraya menuju ke ruang tamu, lalu menghempaskan pantatnya yang terasa berat ke sofa panjang. Mata birunya kemudian beredar menatap ke sekeliling apartemennya sendiri dengan jenuh, berniat untuk mencari Sang Billy.
Tapi, ternyata anjing itu sudah menghilang terlebih dahulu layaknya ditelan bumi, dan Ashley malas mengeluarkan tenaga untuk memanggilnya.
Bajingan Erwin! umpat Ashley dengan jengkel.
Pria itu bertingkah seperti seorang pacar yang sedang cemburu tinggi. Astaga!
Seraya menghela napas lelah, kedua kaki gadis itu diangkat ke atas sofa dan dilipat hingga terduduk sila, sebelum punggungnya bergerak disandarkan ke sofa. Mata birunya kemudian terpejam, membayangkan kembali kalimat-kalimat laknat dari Erwin tadi.
Jangan kecentilan atau aku akan mencongkel kedua matamu keluar."
"Jangan mengumbar senyumanmu kepada orang lain selain aku. Atau mereka akan berpikir jika kau menggoda mereka."
"Setiap pelanggaran selalu ada hukumannya."
"Oh, dan jangan lupa jika kau telah memiliki pacar."
And, now what?!
Ashley menghembuskan napasnya dengan gusar. Setiap perkataan Erwin sesaat sebelum pria itu pergi dari apartemennya berhasil membuat ia stres setengah mati. Gadis itu benar-benar tidak tahu apa maksud dari pria itu.
Setelah menyuruhnya untuk menjauh dari Robert, Erwin juga menyuruh Ashley untuk jangan mendekati semua pria yang berada di belahan bumi ini.
Apa otaknya tersambar petir tadi pagi? Miring sebelah? Atau, miring dua-duanya?
Ashley tidak mau hidupnya berubah menjadi tidak tenang seperti ini hanya dalam semalam. Ia harus berbicara dengan Erwin besok, karena kalau tidak, Ashley merasa dirinya akan menjadi sakit jiwa sebentar lagi.
Berdekatan dengan orang sakit jiwa memang membuat orang terdekatnya juga akan terkena dampaknya.
Dan, jauh dari semua itu, Ashley bukan pacarnya. Sungguh-sungguh bukan.
Gila!
____________________
To be continue...
Don't forget to vote and comment. THANKS.
BANYAKIN VOTE DAN KOMENTAR PENYEMANGATNYA, AGAR AUHTOR USAHAIN UNTUK BANYAK UPDATE HARI INI. HEHEHE
3 July 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect EVIL Boy
Romance15 tahun yang lalu. Eline Hill atau dipanggil 'flower' oleh teman kecilnya, adalah seorang anak perempuan yang baik dan ceria. Selain cantik, Ia juga sangat disukai oleh banyak orang. Erwin Collins, adalah teman dari perempuan itu yang sekaligus men...