Bab 24

2.4K 147 2
                                    

Pernah gak lo ngerasain, ada satu waktu dimana lo tertuduh untuk sesuatu hal yang lo sendiri gak tau permasalahannya apa?





Jevan yang baru saja hendak masuk kelas, tiba-tiba saja diseret oleh Ayumi yang entah sejak kapan ada dibelakangnya. Gadis itu membawanya ke lorong ujung dekat jendela gedung IPS yang berhadapan dengan taman belakang sekolah, menghempaskan tangannya lalu  menatapnya... marah.

"Lo emang cowok sialan yang gue kenal, tau gak?!"

Jevan mengerutkan kening, bingung. "Ada apa nih, pagi-pagi udah marah-marah ke gue." PMS ini orang.

Ayumi berdecak, "Jangan pura-pura gak tau ya, lo!"

"Pura-pura?"tanya Jevan bingung.

"Halah, tai. Lo kan, yang bikin berita tentang adek gue dan nempelin ke mading!"bentak Ayumi dengan suara meninggi.

Bersyukurlah mereka, jika tempat mereka berdiri sekarang termasuk tempat tersepi yang jarang didatangi oleh murid lain hingga pertengkaran mereka—entah yang keberapa, tidak menjadi tontonan oleh murid lain.

"Berita?"

Melihat reaksi Jevan yang pura-pura tidak tahu tentang berita sialan itu, membuat darah Ayumi semakin mendidih. Emosinya bahkan sudah hampir memuntahkan laharnya. Dengan sedikit kesal, Ayumi mengeluarkan handphone miliknya dan menekan tombol satu pada papan panggilan.

Tidak perlu waktu lama menunggu nada tunggu itu berganti menjadi suara perempuan diseberang sana.

"Arima."

"Halo non, ini bibik."

"Arima mana bik?" Ayumi menatap tajam Jevan yang juga tengah memandangnya, heran. "Aku mau ngomong sama dia."

"Oh, baik non. Bibik panggilin non Arima sebentar." Hening, namun tak lama terdengar sayup-sayup diseberang sana yang mampu didengar oleh Jevan, karena Ayumi sudah menekan loudspeaker handphonenya agar cowok itu ikut mendengar pembicaraannya dengan Arima.

"Halo, kak Yumi." ada nada bingung yang ditangkap oleh kedua insan, yang masih saja saling menatap, tajam.

"Orang itu Jevan, kan?" ucap Ayumi tiba-tiba, tanpa memperdulikan cowok yang disebutkan namanya itu melotot tak terima.

Hening. Jawabannya sudah jelas. Ayumi berdecih mengetahui tebakannya tepat sasaran.

"Kakak, jangan." Suara gemetar—menahan tangis, dari seberang membuat Ayumi semakin menatap Jevan marah. Cowok itu sudah membuat adiknya menangis dan Ayumi tidak akan mentolerir itu.

Jevan terdiam, merasa dejavu saat mendengar suara itu.

"Jangan nyakitin orang lain lagi kak."

Ayumi tertegun. Gadis itu membuang wajah kesamping, lalu memutuskan panggilan sepihak.

Ayumi membuang napas kasar. "Gue gak perlu nanya untuk kedua kalinya, buat mastiin kalo lo yang bikin berita sampah itu, kan?"

Jevan yang tadinya melamun—entah kenapa, tersadar dan memandang Ayumi heran.

"Gue gak ngerti lo ngomong apa? Berita? Gue bahkan gak tau berita apa yang lo maksud."

Idola [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang