Bab 40

2K 131 3
                                    

Jangankan kamu. Aku pun tau kalau perkara hati itu sulit. Sesulit menaklukan hati kamu yang beku. Yang akhirnya mampu ku cairkan.

💠💠💠

Malu. Mungkin itu definisi dari perasaan Ayumi sekarang. Kecerobohannya membuat hp yang terletak dibawah bantalnya— karena denger lagu pake headset semalaman, entah bagaimana jadi menelpon ke nomor Jevan.

Ayumi mengusap wajahnya, panik saat melihat nama cowok itu tertera jelas di layar handphonenya. Gadis itu mengigit kuku, memikirkan cara apa yang bisa membuat Jevan berpikiran panggilan tadi sebuah kesalahan.

Ya!

Ayumi menjentikkan jari, saat sebuah ide melintas di pikirannya. Gadis itu kembali bergelung didalam selimut, lalu menggeser tombol berwarna hijau dan menempelkan hpnya di telinga.

"Halo." ucapnya pelan.

Ayumi menggigit selimut yang menutupi tubuhnya dengan gemas. Gadis itu memejamkan mata, berharap jika Jevan percaya bahwa dirinya baru saja bangun dari tidur dan menganggap bahwa panggilan yang dilakukannya tadi hanyalah ke tidak sengajaan.

"Masih tidur?"

Pendengaran Ayumi seketika memanas saat suara berat itu mampir di telinga nya. Kata-kata yang akan diucapkan sebagai pembelaan perihal panggilan pertama tadi, hilang entah kemana.

Ayumi menekan dadanya, saat menyadari debaran terdengar nyata ditelinganya dan telapak tangannya sekarang.

Jantung gueeee!

Ayumi tidak mungkin salah. Saat ini, jantungnya berdebar kencang tanpa alasan.

Alasan?

Sudah pasti karena Jevan kan?

Tapi gue gak selebay ini! Masa' cuma karena suara Jevan jantung gue kayak gini!

Perang batin terjadi dalam otak Ayumi. Gadis itu langsung mematiknya panggilan itu secara sepihak. Ayumi bangkit dari posisi tidurnya.

"Jantung gue, pliss." Ayumi memukul pelan dadanya, berharap debaran itu berhenti.

Namun, gerakan memukul Ayumi berhenti saat matanya mendapati sebuah pemandangan mengejutkan dikamarnya.

"Jevan?"

Didepannya, Jevan yang memakai kemeja berwarna putih, tengah duduk sambil tersenyum tipis. Ayumi mengerjap kaget apalagi saat cowok itu mulai memajukan tubuhnya dengan mata yang sudah terpejam.

I..ini kenapa?

Ayumi segera menutup wajahnya dengan selimut tebal dipangkuannya. Gadis itu mengigit bibir bawahnya, antara cemas dan tidak percaya. Tubuhnya sudah bisa dipastikan keringat dingin karena suhu dan debaran jantung miliknya yang tak berhenti, bahkan bertambah kencang mengingat posisi cowok itu persis hendak menciumnya.

Ayumi menurunkan selimut yang menutupi wajahnya dengan mata terpejam.

"Non? mulutnya kenapa? Kok monyong-monyong gitu?"

Bik Tuni? Tunggu sebentar, jadi?

Mata gadis itu membelalakan sempurna. Penglihatannya pertama kali bertemu dengan pembantunya, Bik Tuni yang tengah menatapnya heran. Tak lupa, tangan tuanya tengah membawa segelas susu berwarna coklat.

Ayumi menggatupkan bibirnya.

Seumur hidup Ayumi, baru kali ini dirinya butuh pantai untuk menenggelamkan Jevan dari muka bumi ini.

Papaaa, Mamaaa!! Ayumi maluuu!

💠💠💠


Suara dentingan sendok itu sama sekali tidak membuat pikiran Ayumi teralihkan. Gadis itu menatap makanannya tanpa minat, entah kenapa.

"Kamu kenapa?"

Ayumi mendongak, menatap sang mama yang berjalan kearah meja makan. Suara penuh perhatian itu membuat sendok Ayumi terlepas dan jatuh kelantai.

Gadis itu kelabakan dan segera menunduk, hendak mengambilnya. Namun, gerakannya terhenti saat sebuah suara menginstrupsinya.

"Jangan diambil. Ganti yang baru."

Ayumi mendongak menatap mamanya yang kini berdiri, lalu mengangguk paham.

"Minum obat."

"Hah?" Ayumi menatap sang mama, tak mengerti.

Hening.

"Nanti minum obat."

"Mama sakit ?" tanya Ayumi.

Mama menatap Ayumi. "Kamu."

"Aku gak sakit kok."

Entah kenapa, Ayumi merasa bahagia saat ini. Gadis itu tidak bodoh, untuk mengerti maksud dari ucapan mamanya barusan.

"Jangan berbohong."

"Aku ng—."

"Persis sepeti Pandu."

Ayumi terdiam.

"Berhentilah berbohong. Saya tidak suka dibohongi."

"..."

Ayumi menatap mamanya yang berbalik, meninggalkan ruang makan yang sepi itu. Karena saat ini, hanya ada dirinya dan mama dirumah. Arima tengah di taman dengan ditemani bik Tuni.

"Minum ini."

Ayumi menatap obat yang baru saja diletakkan didepannya. Gadis itu mengangkat wajahnya, balik menatap mamanya yang berada disampingnya, entah sejak kapan.

"Kalau obatnya belum bereaksi. Beritahu saya." Helaan napas terdengar di telinga Ayumi. "Nanti akan saya antar ke rumah sakit."

"Iya." angguk Ayumi meski anggukan itu tidak mungkin terlihat oleh sang mama, sebab mama sudah meninggalkan ruang makan lagi.

Gadis itu meraih obat yang diberikan sang mama dan mengenggamnya erat.

Ayumi tau kalau mamanya masih membatasi diri. Namun, hari ini Ayumi mulai melihat perbedaan. Gadis itu yakin, bahwa sang mama sedikit luluh padanya. Ayumi sangat  yakin.

TBC

Satu kata buat Ayumi di part ini dong?

Next update, bakal kuusahain segera ya..

Idola [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang