Bab 54

1.8K 101 0
                                    


"Jika maaf datang semudah itu. Maka kesalahan dapat diulang lagi tanpa rasa penyesalan."

💠💠💠


Sebagian orang menganggap bahwa maaf adalah satu hal yang sulit dilakukan. Mungkin Shilla salah satunya. Tumbuh dikeluarga yang harmonis, tanpa ada pertengkaran yang berarti membuat kehidupan Shilla jauh dari kata kesalahan. Gadis itu terbiasa melakukan segala hal dengan sempurna, dan menjauhi semua hal yang akan berakibat fatal nantinya. Termasuk mengubur niatnya sebagai petinju.

Shilla benci membuat kesalahan. Namun nyatanya, hal itu masih dilakukannya juga. Kesalahan fatal yang berujung dengan kondisi Arima sekarang.

Shilla tidak pernah berniat mencelakai atau mendorong gadis kecil itu. Semua berjalan begitu cepat hingga Shilla tidak mampu mengontrol tangannya yang pada akhirnya membuatnya harus merasa bersalah selama ini.

Berbohong, berpura-pura. Shilla sudah melakukannya. Banyak orang bilang kalau akan datang hari, dimana kita mulai jenuh dengan semua kepura-puraan. Shilla ingin mengaku, entah kapan. Tapi sepertinya, Brita membuat semuanya menjadi lebih mudah dan sulit.

Shilla ingin meminta maaf. Pada gadis kecil yang kebahagiaannya terenggut olehnya. Namun dalam hati yang paling dalam, Shilla takut. Jika Arima akan membencinya, seperti yang dilakukan Ayumi padanya sekarang.

Come on. Siapa yang tidak kecewa, saat pelaku yang dicari selama bertahun-tahun ternyata sahabat sendiri atau malah berpura-pura sebagai orang yang paling mengerti situasi dan kondisinya?

Shilla tidak tau dan tidak menjamin, apa yang akan dilakukannya jika ia berada diposisi Ayumi atau bahkan Arima sekarang.

"Loh, non Shilla? Ngapain diluar?"

Shilla menoleh cepat. Diam-diam gadis itu menghela napas, lega.

"Ah, bibik. Bibik abis belanja?" tanya Shilla.

"Iya nih. Ayuk non, masuk. Gak enak atuh berdiri diluar kayak gini."

Shilla mengangguk pelan, lalu menyesuaikan langkah kakinya dengan wanita paruh baya itu. "Arima ada bik?"

"Ada tuh. Tadi pas bibi tinggalin, lagi dikamar. Baca buku kayaknya."

Shilla mengangguk, lagi. lalu menoleh kebelakang, menatap bik Tuni yang tengah menutup pintu. "Tante Firda?"

"Nyonya udah pergi kekantor dari pagi tadi. Tapi, non kok ada disini? ini masih jam sekolah kan?"

Langkah kaki Shilla terhenti. Setelah terdiam cukup lama, gadis itu menatap bik Tuni dengan senyum tipis diwajahnya.

"Tadi gak enak badan. Dirumah gak ada orang, jadi aku kesini. Sekalian nemenin Arima, gak papa kan, bik?"

Lagi, Shilla berbohong untuk kesekian kalinya.

Bik Tuni tersenyum. "Yah, gak papalah. Non Arima pasti seneng liat non Shilla disini. Mau bibi buatin makanan non?"

Shilla menggeleng pelan. "Gak usah bik. Aku langsung kekamar Arima aja."

Bik Tuni mengangguk mengiyakan, lalu menghilang masuk kedalam dapur. Shilla mengigit bibir bawahnya, gugup. Berulang kali gadis itu menarik napas, menyakinkan dirinya sendiri saat berada didepan kamar Arima.

Shilla menghembuskan napas kasar sebelum akhirnya membentuk senyum diwajahnya. Kembali berpura-pura untuk terakhir kalinya.

"Hai." Shilla melonggokkan kepalanya ke balik daun pintu, menatap lurus pada sosok yang tengah sibuk dengan aktivitasnya, membaca.

"Kak Shilla..." seru Arima senang. Gadis itu memutar rodanya, menghadap Shilla yang telah berdiri dibelakangnya. "Kakak kapan dateng?"

"Barusan."

Arima ber-oh ria. "Kakak gak sekolah, ya?" tanya gadis itu penasaran.

Shilla tersenyum tipis, lalu beranjak menuju ranjang tidur milik gadis yang tengah memandangnya penasaran.

"Kata bik Tuni, kamu lagi baca. Emang lagi baca apa?"

"Baca? Enggak kok.. aku gak baca apa-apa." ucap Arima seraya menggeleng.

Shilla mengerutkan keningnya, bingung. Padahal jelas-jelas bik Tuni mengatakan bahwa anak majikannya itu tengah membaca.

"Mungkin bik Tuni lagi liat aku ngegambar kali.." Arima mengambil kertas gambar di atas meja belajar miliknya. "Ini, kakak liat deh. Aku gambar wajah kak Ayumi."

Shilla menatap gambar itu dalam. "Bagus."

Arima tersenyum senang. "Syukurlah kalo gitu. Kak Yumi pasti seneng liatnya."

Shilla mengangguk mengiyakan saat melihat ekspresi gadis itu. Shilla segera membuang wajah saat Arima menangkap matanya.

"Kakak kenapa?" ada kekhawatiran terdengar jelas di telinga Shilla.

Sungguh, Shilla gak kuat jika harus jujur sekarang.

"Ada yang harus kakak omongin ke kamu." Shilla berjongkok didepan kursi roda Arima.

"Ya." Arima tersenyum kaku, terlalu bingung dengan sikap Shilla yang tiba-tiba. "Ngomong aja kak."

"Sebenarnya.."

"Iya." Arima menatap Shilla heran. "Sebenarnya apa?"

Shilla menarik napas, sesak. Gadis itu berdiri tegak, mengalihkan pandangannya dari Arima yang tampak penasaran.

"Kamu pasti bertanya-tanya. Kenapa kamu gak bisa jalan sampai sekarang."

Arima mengangguk. Terlalu jelas dan terlalu lama gadis itu mengira, penyebab dirinya bisa seperti ini. Karena jawaban yang diterimanya hanyalah teka-teki. Mama dan kakaknya hanya mengatakan bahwa ia jatuh dari tangga, tanpa alasan yang jelas.

"Kakak orangnya." Shilla menatap gadis manis itu dengan raut wajah bersalah.

"Hah?"

Arima semakin tidak mengerti ucapan seseorang yang sudah dianggapnya kakak kandung itu.

"Kakak yang bikin kamu jatuh dari tangga tiga tahun yang lalu."

***

Ayumi melirik kursi kosong disampingnya. Shilla tidak masuk kesekolah. Entah kenapa, ia sama sekali tidak perduli. Bahkan jika Shilla masuk hari ini, Ayumi akan pergi, bertukar tempat duduk dengan siapapun yang bisa ia pinta.

Ayumi membenci Shilla. Jelas. Rasanya ia bisa menghancurkan segala hal dalam sekejap untuk menyalurkan kemarahannya pada gadis itu.

Shilla terlalu hebat, menyembunyikan semuanya rapat-rapat. Masih tergambar jelas diingatannya, saat sang mama menyumpahi dan berteriak kepadanya untuk pertama kali. Shilla ada disana, menangis bersamanya dengan kata-kata bullshit yang tidak ingin Ayumi ingat lagi.

Ayumi berdecak kesal, lalu menghempas buku tebal dua senti itu dimeja. Tentu saja, suara hempasan itu menarik perhatian teman sekelasnya. Namun sepertinya, semua ikut berpura-pura. Berpura-pura tidak mengetahui suasana hati si gadis idola itu.

Ayumi menenggelamkan wajahnya dibalik lengan, mengistirahatkan otak dan pikirannya yang lelah sejenak.

"Ayumi..."

Gadis itu mendongak, memandang ketus gadis yang menatapnya gugup.

"Ada yang nyariin di ruang guru."

Ayumi terdiam. Memikirkan siapa yang mencarinya hingga harus ke ruang guru seperti itu. Tanpa mengatakan apapun, gadis itu beranjak, menuju ruang dimana seseorang itu menunggunya.

Dan disana, Ayumi langsung mendapati wajah cemas yang ketara, seakan menjelaskan bahwa sesuatu yang gawat telah terjadi.

TBC

Ada yang bisa nebak, siapa yang nunggu Ayumi di ruang guru?😁😁

Idola [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang