Bab 53

1.7K 98 0
                                    

ikon – Hug me🎶

Biarkan aku memelukmu sepuluh detik saja,
Hanya agar aku tidak menyesal lagi.

💔💔💔

Seperti inikah rasanya?

Perih.

Kedua insan itu sama-sama menatap dalam diam. Ucapan yang baru saja terucap seakan menyelimuti keduanya.

Putus.

Jevan membuang wajah. Marah. Pada kenyataan, bahwa gadis dihadapannya semudah itu mengatakan hal itu.

Sungguh. Jevan tidak pernah menyukai sebesar ini. Menyukai hingga dia tak sanggup pergi jauh walau seinci. Namun sepertinya, semesta mulai mempermainkannya.

"Lo cewek gue." Jevan mendengus kesal. "Dan sampe kapanpun, lo tetap milik gue."

Ayumi tertawa, hambar. Lalu nemandang Jevan yang menatapnya dalam. "Gue gak perduli sama sekali. Yang terpenting buat gue sekarang. Lo jauhin gue. Selesai."

Ayumi memutar badan, tidak berniat mendengar ataupun melanjutkan pembicaraan itu dan meninggalkan cowok yang perlahan mengubah harinya itu.

Sekarang, Ayumi mengerti satu hal. Bahwa cinta yang sering dia dengar, tidak seindah yang diduganya. Cinta selalu mengandung luka dibelakangnya, entah datang dengan penawar atau malah dengan penabur luka yang semakin menyesakkan.

Dan Ayumi berharap, bahwa tidak akan ada yang datang setelah ini. Karena ia tidak ingin mengenal cinta sekali lagi.

***

Done.

Brita memilin rambut tergerainya dengan raut wajah senang luar biasa. Bahkan gadis itu menetapkan bahwa hari ini adalah hari paling membahagiakan sepanjang hidupnya.

Pemandangan yang sudah ditunggu-tunggunya tiba. Ia sudah melihat adegan tadi. Mereka sudah putus –sesuai harapannya. Brita melangkah riang, menghampiri sang pangeran yang tengah berdiri didepan kelas.

"Hai, Jeje..." sapa gadis itu dengan gaya centilnya.

Butuh semenit untuk Brita menarik perhatian Jevan agar menatapnya.

"Kangenn...."

Jevan menatap datar Brita yang kini tengah bergelayut dilengannya. "Lo bahagia, kan?"

"Iya dong." sahut Brita dengan gembira.

Jevan mendengus, lalu menepis tangan Brita dari lengannya, kasar.

"Jeje!!" teriak Brita saat tubuhnya nyaris terhempas ke belakang. Senyum yang tadi terpampang diwajahnya, berubah dengan raut wajah kesal.

"Gue gak tau kalo lo semurahan ini." Jevan memandang tajam Brita.

Brita melotot marah. "What?"

"Gue udah ingetin lo, jangan usik pacar gue, tapi–

"Dia bukan pacar lo lagi!" potong gadis itu dengan emosi.

Kenapa sih, lo sebenci itu sama gue, Je?! Gue sayang sama lo dari dulu. Tapi lo, selalu nyalahin gue atas kematian Jevin. Seharusnya yang lo benci itu, adik mantan pacar lo itu! Dia yang bunuh Jevan. Bukan gue!"

Brita menatap Jevan kesal, napasnya yang tak beraturan membuat gadis itu terlihat menyedihkan dimata Jevan.

"Lo gak butuh jawaban itu kan?" Jevan menatap datar gadis itu. "Karena gue yakin lo tau jawabannya."

Damn!

***

"Lo dimana?"

Jevan menunduk, saat sebuah bola mengelinding kearahnya.

"Halo, Jev. Lo denger gue kan? Sekarang, lo balik ke sekolah. Gila, lo mingat pas bunyi bel. Sekolah geger gara-gara lo, karena lo dengan kurang ajarnya gak dengerin guru piket dan main nyelonong aja kayak maling. Nyokap lo dipanggil ke sekolah sekarang–

Jevan menatap datar anak lelaki yang memandangnya heran lalu menunduk, mengambil bola dibawah kakinya.

–Jev. Yuhuuu~ Gilakk.. gue persis orang gila ngomong sendiri kayak gini. Pokoknya, lo harus kesini Jev.  Kalo lo gak mau hidup lo kelar hari ini. Oke!"

Jevan tidak perduli. Bahkan kalau hidupnya benar-benar berakhir seperti yang dikatakan Imam barusan, cowok itu tidak akan kembali ke sekolah saat ini.

"Kakak.."

Jevan mendongak, menatap anak kecil berlari kearahnya dengan ice cream di tangan kanannya. Baru saja Jevan hendak menoleh, mencari sesorang yang dipanggil anak itu "kakak", suara seruan mendadak menginstupsinya.

"Kamu dari mana?! Kakak udah nyariin kamu dari tadi, tau!"

Jevan menatap heran si anak kecil yang tengah memegang bola. Dari postur tubuhnya, kedua anak itu sama sekali berbeda. Yang satu kurus, dan yang satu –si adek, bertubuh lumayan gempal. Mungkin sepupuan.

"Aku beli ini." seru anak kecil itu seakan tidak menyadari kemarahan kakaknya. "Nih, buat kakak..."

Raut wajah marah itu perlahan hilang seiring dengan uluran tangan dari si kakak. "Kok stroberi?"

"Karena aku suka yang coklat. Aku beliin kakak yang stroberi."

Diam-diam cowok itu tersenyum. Menikmati pertengkaran konyol dari anak-anak itu. Membuatnya merindukan sosok saudara, yang telah melanggar janji untuk tumbuh dewasa bersama.

"Ya ampunnn.. kalian! Kakak udah cari kemana-mana malah disini. Bude udah kebingungan nyari kalian di mall sebesar ini, tau. Ayo, ikut kakak."

Jevan seharusnya tidak merasa aneh, saat melihat gadis berkacamata menghampiri kedua anak lelaki itu dengan ekspresi lega diwajahnya. Namun sedetik kemudian, saat gadis itu menangkap matanya, gadis itu mematung.

Jevan tidak pintar membaca raut wajah seseorang. Tapi melihat bagaimana gadis itu bereaksi seperti itu, secepat mungkin cowok itu mendekati.

"Lo kenal gue?"

Kedua anak lelaki itu menatapnya dan gadis itu bergantian. Heran.

"Kakak siapa?" tanya anak yang memegang bola.

Gadis itu segera menunduk lalu menarik kedua anak itu. "A..ayo kita pulang!"

"Tunggu." sergah Jevan cepat.

Kedua anak itu menatap Jevan bingung, sebelum akhirnya mengikuti si kakak yang berjalan cepat didepan mereka.

"Gue Jevan!" cowok itu berteriak, tidak memperdulikan tatapan yang mengarah kearahnya sekarang karena entah kenapa. Jevan merasa gadis berkacamata itu mengenalinya. Jevan yakin itu.






TBC

Masih adakah yang menunggu cerita ini?

Udah berapa lama aku gak update yah? dua minggu, tiga minggu atau sebulan 😁

Maafkan daku lagi karena gak bisa update sesering dulu😢😢

Tapi mulai hari ini hingga seminggu kedepan.. aku akan update setiap hari.

SETIAP HARI, GENGS..

Selain karena mempercepat cerita ini tamat, aku juga gak mau ngegantung cerita ini lebih lama lagi.

Karena selanjutnya, aku akan bikin word baru..
Tentang... Rahasia😂

Pokoknya pantengin aja!

Oke, see you tomorrow😘😘

Idola [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang