Bab 57

2.1K 119 14
                                    

Masa muda adalah masa dimana kamu akan mencari jati diri yang sebenarnya. Akan ada banyak masalah yang menyertainya dan kamu butuh dewasa untuk menyikapinya.

💠💠💠

"Gue gak butuh dianter lo!"

Nada ketus dan dingin itu mengudara saat mereka baru memasuki bandara yang penuh sesak malam itu. Tidak ada yang berubah dari gadis itu, seperti kemarin-kemarin.

"Gue tau." Ferdi menghela napas, lalu meletakkan koper berwarna metalis  didekat kaki jenjang itu. Tadi, Jevan menelponnya, meminta tolong untuk mengantar Brita ke Bandara karena temannya itu tidak berniat untuk mengantar gadis itu.

"Gue cuma mau memastikan sesuatu."

Gadis itu memutar bola matanya, antara muak dan jijik mendengar ucapan cowok itu barusan. "Memastikan sesuatu?" Brita berdecih. "Memastikan kalo gue udah ditendang keluar dari rumah itu. Itu kan, maksud lo?"

Ferdi menghela napas lagi. "Lo tau, Bri? Dari dulu lo sama sekali gak berubah."

"Jangan sok kenal sama gue!"

"Lo lupa? Kita berempat dulu sedekat apa. Walaupun gue orang baru dihidup kalian, tapi itu udah cukup buat gue untuk tau sifat asli kalian."

Brita menyilangkan tangannya, menatap Ferdi dengan dingin.

"Jadi gimana sifat asli gue? Gue yang  gak tau diri atau bit*h yang selalu nempelin Jojo?"

"Bukan."

Brita membuang mukanya, menertawakan cowok dihadapannya yang sok tau itu.

"Brita yang gue kenal, cuma anak kecil yang manja. Anak kecil yang selalu ketakutan kalau semua orang disekitarnya mulai menghilang. Anak kecil yang didalam hidupnya, gak pernah sedikit pun berpikir kalo semua orang punya kehidupannya sendiri."

Brita menatap marah cowok itu.

"Seperti itu, lo dimata gue." sambung Ferdi.

"Haha." Brita meraih kopernya, berniat meninggalkan cowok itu. Tapi gadis itu kembali berucap. "Gue gak ada waktu buat dengerin omongan gede lo itu! Lo bukan orang yang pantes ngomong kayak gitu ke gue dan lagi, lo gak sedekat itu sama gue. Berhenti ikut campur masalah gue."

"Jadi, lo mau siapa yang ngomong itu ke lo? Jevan? atau Jevin yang udah meninggal?"

Brita menghentikan langkahnya dan menoleh. Disana, Ferdi menatapnya serius.

"Gak ada, Bri. Bahkan gue jamin, Jevan gak akan pernah mau ketemu lo lagi kayak sekarang, kalo lo gak berubah." Ferdi memasukan tangannya ke dalam jaket kulit yang dipakainya. "Brita yang riang, baik dan selalu jadi temen curhat kita. Kita butuh sosok itu lagi dan mungkin Jevin juga pengen lo kayak dulu lagi, Bri."

Gadis itu terdiam.

"Dan sampe waktu itu datang, pulang kesini." Ferdi tersenyum tipis. "Gue dan Jevan bakal nyambut lo dengan senang hati."

***

"Kalian putus?"

Shilla menatap Ayumi yang duduk disampingnya, bertopang dagu dengan tatapan datar khas gadis itu. Setelah permasalahannya selesai kemarin, Ayumi memintanya untuk tetap menjadi teman bagi adiknya, Arima. Shilla bersumpah bahwa selama hidupnya, ia akan berada di samping Arima, membantunya selagi bisa.

Gadis itu mengangguk tanpa suara.

"Kenapa bisa? Jangan bilang ini karena Brita?"

Tepat. Ayumi menoleh, menatapnya terkejut.

"Yum, lo gak perlu putus sama Jevan. Gak usah korbanin perasaan lo gara-gara gue. Brita masalah gue, gue yang bakal nyelesainnya."

"Siapa bilang gue ngelakuin itu buat lo?!" ucap Ayumi sinis.

Diam-diam Shila tersenyum senang, sahabatnya itu telah menerimanya kembali.

Shilla menatap Ayumi penasaran. "Terus, karena apa?"

Ayumi terdiam. Menatap Shilla yang mengedip-ngedipkan matanya di sampingnya.

"Kepo!"

Ayumi memilih bangkit, keluar dari kelas itu sebelum tingkat penasaran  Shilla melonjak tinggi. Namun saat dirinya hendak turun ke bawah, sosok yang tadi dibahas Shilla tadi, berdiri di bawah anak tangga, menatapnya dengan tatapan tak Ayumi mengerti.

"Aku mau bicara." ucap Jevan, memutuskan kontak mata mereka.

Gadis itu segera menunduk, berusaha untuk tidak perduli dan melanjutkan langkah, melewati cowok itu, meski dalam hatinya, Ayumi juga ingin meminta maaf, perihal kemarin dan mengatakan jika ia ingin menarik kembali kata putus yang diucapkannya. Lagi, gengsinya menghancurkan semua.

Ayumi baru menyadari sekarang, bahwa rasa bencinya dulu telah berubah. Ayumi mencintai sosok menyebalkan itu. Sosok yang perlahan membuka hatinya, sosok yang mengajarkannya arti cinta dibalik sifat kekanak-kanakkan itu.

Hingga ia tau, bahwa kisahnya bersama Jevan telah usai.

***

"Mau sampe kapan lo kayak gitu?" Ferdi menatap Jevan yang tengah berbaring di sofa dengan mata terpejam.

Seperti sebelumnya, pertanyaan itu hanya mengudara tanpa ada jawaban.

"Van."

Lagi.

Hening.

Cowok itu menggerang frustasi, tidak tau harus mengatakan apa lagi. Jevan bukan tipe pendiam, jadi melihat sahabatnya seperti mayat hidup ini.

"Lo tau apa yang paling menyakitkan dari mencintai seseorang?"

Ferdi mendengarkan ucapan Jevan dalam diam.

"Lo berjuang sendiri dari awal. Tanpa menyadari kalau orang itu bahkan gak pernah melihat kearah lo."

Jeda sejenak. Jevan menarik napas. "Gue baru sadar tentang semuanya. Sejak awal, Ayumi gak pernah sekalipun ngasih hatinya ke gue. Bahkan dia sering ngusir gue, cuma gue yang gak sadar waktu itu–"

"–gue pikir, putus memang pilihan terbaik yang ada sekarang."

Ferdi memutar matanya, jengah juga.

"Bego."

Jevan menimpali. "Gue emang bego."

"Gue mungkin bukan orang yang cocok bilang ini ke lo, Van. Dengan lo nyerah gini, itu gak nyelesain masalah."

Jevan terdiam.

"Lo udah sejauh ini. Kalo lo mundur selangkah lagi, gue jamin, lo gak bakal bisa memperbaiki semua."

TBC

lagi-lagi maafkan saya yang telatttttt update :('
Karena urusan didunia nyata*uts menguras semua waktu dan tenaga.

Mau nanya, kalian pengennya ending apa?
1. Happy ending
2. Sad ending

So, siapkah kalian menyambut part terakhir kisah Jevan-Ayumi?

Idola [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang