Bab 46

2.1K 119 2
                                    

Memaafkan bukan suatu hal yang mudah.
Namun membenci juga bukan hal yang baik.
Berdamai lah.
Kejahatan ada, juga karena adanya alasan.
Tergantung bagaimana orang mengambil sisi positif-negatifnya.

💠💠💠


"Gue pamit sekarang."

Ketiga orang kembali memutar mata malas. Mendadak mual dengan ucapan yang baru saja didengarnya, untuk yang ke sembilan kalinya.

"Lo ngomong sekali lagi, gue tonjok juga lo!" sengit Ferdi, kesal.

Imam mengangguk setuju. "Tau nih tai, dari tadi ngomong gitu mulu tapi gak masuk-masuk. Muak gue dengernya!"

Gilang yang mendengarnya tertawa. Dada Gilang menghangat mendengar ucapan menghina itu. Karena setelah beberapa minggu setelah kejadian itu, jujur saja Gilang rindu. Pada ketiga sahabatnya itu.

"Sekarang lo masuk!" usir Jevan dengan nada kesal.

Gilang tersenyum tipis melihat Jevan. Entah apa yang ada dipikiran Jevan dan kedua temannya saat datang kerumahnya pagi tadi, rela bolos sekolah demi membantunya berkemas. Seakan melupakan bahwa dirinya sempat menjadi "pecundang" yang sangat mereka benci.

Namun, tidak ada jawaban disetiap pertanyaan Gilang, sepanjang pagi menjelang siang ini. Mereka hanya tersenyum, tertawa, bercanda seperti biasanya. Membuat rasa bersalah semakin menumpuk dihatinya terutama pada Jevan.

"Tapi gue, masih kangen." ucap Gilang tulus.

Ketiga cowok itu memukul kepala Gilang, barengan.

"Stop! Sumpah gue jijik dengernya." ucap Imam, dengan ekspresi jijiknya.

Jevan menendang pelan koper disisi kaki Gilang. " Udah masuk, anjir. Bentar lagi take-off pesawatnya."

Gilang terkekeh.

"Nih anak udah gak waras, Fer." Imam menatap Gilang, heran.

"Gak usah diperjelas." sahut Ferdi, malas sambil memasukan tangannya ke saku celana. Kebiasaan.

"Oke, kali ini gue bakal masuk." ucap Gilang disela senyumnya.

"Thanks udah nganterin gue sampe sini."

"Hmm." sahut ketiganya barengan.

"Gue nggak tau harus bilang apa sama kalian, terutama sama lo, Jev. Gue bener-bener minta maaf sama lo setelah apa yang gue lakuin."

"Udah, gak usah dibahas lagi." ucap Jevan.

Gilang menggeleng. "Nggak. Gue bener-bener ngerasa gak guna banget setelah bikin nama lo jelek. Sorry banget, Van." ucapnya tulus.

"Gue udah maklumin semuanya, Lang. Lo gak salah 100%, gue mungkin bakal ngelakuin hal yang sama kalo adik gue kayak Gita. Lupain semua. Yang terpenting lo udah sadar kalo lo salah. Dan lo udah minta maaf sama Arima, itu udah cukup buat gue." Jevan menepuk bahu Gilang. "Kita itu udah temenan lama. Jangan karena hal sepele, kita jadi berantem kayak kemarin."

Gilang mengangguk. "Ya, lo bener."

Sebenarnya, Gilang sudah mencoba. Mencoba mendapatkan maaf dari Arima. Namun, yang didapatkannya hanyalah penolakan. Baik dari Arima sendiri atau dari pembantu rumah tangganya. Ayumi mungkin tidak pernah tau, karena Gilang memang menghindari pertemuannya dengan Ayumi. Untuk beberapa alasan, Gilang sengaja melakukannya.

"Sekarang lo masuk ke pesawat . Nanti, saat lo udah tamat dan pulang ke Jakarta. Kabarin kita, kita bakal tungguin lo disini."

"Thanks ma bro. Gue janji bakal pulang ke Jakarta." ucap Gilang sambil memeluk satu-persatu sahabatnya itu. Lalu Gilang mulai menyeret koper miliknya dan menghilang dibalik pintu yang dijaga ketat oleh penjaga keamanan.

"Kita mau kemana sekarang?" tanya Imam, seraya menatap bergantian dua makhluk disampingnya.

"Gue mau pulang." jawab Ferdi, seadanya. "Ngantuk."

"Gila lo! Pagi-pagi udah ngantuk bae." seloroh Imam.

"Gue gak akan ngantuk, kalo gak ada setan yang nelpon gue semaleman cuma buat cerita tentang taeyeon yang baru aja rilis lagu." sindir Ferdi, tajam.

Imam nyengir, cengegesan. " Ya, gue terlalu bersemangat sampe gak sadar nelpon lo, Fer."

"Makanya cari pacar! Jadi gak ganggu tidur gue."

Imam mendelik tajam. "Gaya lo! Kayak udah punya pacar aja. Sama-sama jomblo juga."

"Tapi jomblo gue nggak ngenes kayak lo." ucap Ferdi, tajam.

"Oh ya, gue lupa. Jomblo lo kan, jomblo gak peka. Udah tau tetangga suka, masih aja pura-pura gak tau. Kan bullshit."

"Udah selesai, berantemnya?" sela Jevan, membuat kedua cowok itu berhenti.

Berteman beberapa tahun, tak membuat Jevan mengerti dengan sikap kekanak-kanakan kedua orang itu. Imam dan Ferdi. Mereka berbanding terbalik. Imam pentakilan dan Ferdi yang pendiam. Namun, untuk urusan lidah. Mereka satu. Sama-sama pandai membuat orang bungkam dengan kata-katanya. Jevan bahkan sudah tau, jika pertengkaran mereka akan berhenti jika ada salah satu dari mereka yang mengalah, yang biasanya Ferdi. Karena cowok itu lebih waras dari Imam yang cendrung ceplas-ceplos.

"Gue mau balik ke sekolah."

Imam memasang wajah terkejut. "Kesekolah? Ngapain? Lo mau dihukum, hah?"

"Ya enggaklah." ucap Jevan seraya memutar matanya.

"Terus?"

"Gue mau ketemu seseorang."





TBC

Idola [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang