4

781 36 0
                                    


Pesawat Cathay Pacific mengepakkan sayapnya menembus angkasa. Setelah tujuh belas jam perjalanan, pesawat ini akan mendarat di Hongkong dan transit selama tiga jam kemudian diteruskan ke Jakarta, tanah kelahiran Rindu. Dua puluh dua jam mengambang di udara!

Dari jendela, Rindu melihat potret kota New York. Gedung-gedung pencakar langit dengan gagahnya memamerkan kota bisnis dunia. Jika New York goyah maka dunia pun akan ikut goyah.

Burung besi terus menembus gumpalan awan-awan menyusuri garis langit beribu-ribu mil jauhnya. Indonesia, here I come! Rindu tak sabar memeluk kedua orang tuanya, adik-adiknya dan sanak saudara, serta para sahabatnya di Indonesia.

Cathay Pacific mendarat juga di Bandara Chek Lap Kok. Dalam sekejap suasana di kabin pesawat berubah menjadi hiruk-pikuk oleh para penumpang yang sibuk mengemasi barang-barangnya, tak terkecuali Rindu, Steve dan Bara. Tak banyak barang yang dibawa, hanya 2 tas ransel dan tas berisi laptop. Travel bag besar berisi oleh-oleh dan barang-barang kebutuhan Rindu, Steve, dan Bara selama di tersimpan di bagasi.

Setelah melewati pemeriksaan, Rindu menggendong ransel kecil sambil membopong Bara yang masih mengantuk. Sedang Steve menggendong ransel besar denga tas laptop menuju selasar.

Pesawat baru berangkat tiga jam lagi. Rindu, Steve dan Bara akan mempergunakan waktu transit di Chek Lap Kok dengan sebaik-baiknya. Walau tidak mungkin merebahkan diri di kasur empuk, setidaknya mereka punya waktu untuk beristirahat di bangku-bangku yang tersedia dengan secangkir cokelat panas.

"Mommy, have we arrived yet?" Tanya Bara tiba-tiba dalam gendongan Rindu dengan tatapan mata yang masih mengantuk. Rindu tersenyum.

"Belum sayang..."

"Why it takes us so long to get there, mommy?"I want to see eyang..." Bara merajuk. Rindu berusaha mafhum karena ini perjalanan perdana Bara ke Indonesia. Bara benar-benar tak paham mengapa untuk bertemu nenek-kakeknya dia harus terbang hampir sehari semalam.

"Iya sabar ya...sebentar lagi Bara!" Rindu tersenyum.

"I need a hot coffee....lets get in to this coffee shop!" ajak Steve. Rindu mengangguk dan mengikuti langkah Steve memasuki kedai kopi ternama itu.

Akhirnya kami mampir di sebuah kedai kopi franchise untuk memesan cappuccino dalam gelas plastik berukuran sedang untuk Steve, secangkir cokelat panas untuk Rindu, dan segelas jus mangga untuk Bara, serta dua potong Spinach Quiche. Steve menyodorkan kartunya kepada kasir untuk membayar.

Lalu kami beranjak pergi demi mencari tempat duduk yang nyaman untuk menghilangkan jetlag. Baru beberapa langkah berjalan, ponsel Rindu berbunyi. Getarannya cukup mengagetkan. Rindu menurunkan Bara dari gendongan dan mendudukannya di sofa. Rindu merogoh ponselnya dari dalam saku celana jeans-nya dengan tangan kanan, lalu menjawab panggilan.

Eyang ti! Ah ibuku pasti sudah tak sabar menanti kedatangan kami.

"Hello!"

"Assalamu'alaikum.

"Wa'alaikumsalam."

"Sampai mana, sayang? Bagaimana Bara? Steve? Apa kau sudah sampai di Hongkong? Kapan penerbangan berikutnya? Jam berapa kau sampai?"

Rindu tersenyum mendengarkan suara ibunya di ujung telepon sana. Ah, ibunya bahkan tak mengambil napas untuk melontarkan sekian banyak pertanyaan itu. Tidak peduli bila yang ditanya membutuhkan banyak waktu untuk menjawabnya.

"Masih di Hongkong eyang! Sabar ya! Insya Allah, semuanya baik-baik saja. Beberapa jam lagi kita akan segera bertemu."

"Alhamdulillah." Suara Ibunda Rindu dari ujung telepon sana terdengar lega.

"Oke, hati-hati di sana. Jangan lupa telepon aku kalau sudah sampai."

"Pasti, insya Allah. Doakan ya bu."

"Tanpa diminta pun, namanya orang tua pasti berdoa yang terbaik untuk anaknya..."

"Terima kasih ibu sayang. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Pembicaraan diakhiri oleh ibunda Rindu. Rindu semakin tak sabar ingin segera memeluk ibunya. Dada Rindu berdesir kencang. Rindu menyimpan kembali ponsel ke dalam saku celana.

"Ibu?" Tanya Steve.

"Iya..." Rindu mengangguk.

"Bagaimana dia?"

"Tak sabar ingin bertemu kita..."

"Hahahah ibu...." Steve terkekeh.

"When will we arrive mommy?" Tanya Bara terlihat kesal.

"Sebentar lagi ya sayang...kita naik pesawat lagi tiga jam..." Steve menjawab dengan peuh kasih.

"I can't wait any longer...daddy!"

"Sebentar ya sayang!" Rindu ikut merayu.

"Yuk, habiskan jusnya! Sebentar lagi pesawat kita siap terbang!" Steve sambil mengusap ubun-ubun Bara.

"Really?" Mata kecoklatan Bara membulat menyiratkan penasaran.

"Iya...."

"Horeee....I can't wait to hug and kiss eyangti and eyangkung..." Bara pun segera menyeruput habis jus-nya. Rindu dan Steve berpandangan dengan penuh cinta.


Ibu, kita sudah sampai belum?

Mengapa lama sekali untuk sampai sana?

Aku mau lihat eyang

Aku butuh kopi panas. Yuk, masuk kedap kopi ini!

Kapan kita sampai, ibu?"

Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, ayah!

Benarkah?

Aku tidak sabar ingin memeluk dan mencium eyang ti (nenek) dan eyang kung (kakek).

ANGIN RINDU (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang