Malam di luar sana terlihat terang sehabis hujan. Sisa-sisa awan masih menggelantung di kolong-kolong langit, yang kini dikuasai sepenuhnya oleh sang rembulan yang bulat penuh. Sedang cahayanya yang malu-malu itu menerobos masuk melalui jendela-jendela rumah besar bercat putih.
Di pojok ruang, Mbok Nah duduk sambil melipati pakaian. Sesekali dia memandangi wajah anak dan cucunya di bingkai kusam yang ditaruh di meja kecil dekat ranjangnya. Matanya memerah. Ia pun memeluknya penuh seluruh, hingga ia tak mengetahui kalau sedari tadi Rindu sudah berada di dekatnya. Memperhatikannya dari jarak teraman.
"Pulanglah Mbok...!" Suara Rindu tiba-tba mengagetkan Mbok. Buru-buru Mbok Nah mengusap air mata yang mulai meleleh membasahi pipinya. Mbok Nah memaksakan diri untuk tersenyum pada Rindu yang sedang berjalan menghampirinya.
Rindu sengaja duduk di pinggir ranjang, tak jauh dari Mbok Nah duduk. Tangan kanan Rindu meraih tangan kanan Mbok Nah, meremasnya sejenak demi mengalirkan kehangatan dalam diri Mbok Nah yang sedang lara karena rindu pada anak dan cucunya di kampung halaman.
"Pulang lah Mbok!"
Mbok Nah menatap Rindu dengan pandangan menyelidik demi mencari sebentuk basa-basi di mata Rindu. Anak majikannya yang sudah diasuh semenjak bayi itu. Namun, Mbok Nah sama sekali tak menemukannya dalam mata teduh Rindu.
Rindu tersenyum, "Mbok pulang saja, saya akan baik-baik saja di sini."
"Tapi?"
Telunjuk kanan Rindu hampir menyentuh bibir Mbok Nah sebagai isyarat agar Mbok Nah diam."Saya akan baik-baik saja. Besok biar saya panggil Rumin, supir ayah untuk mengantar Mbok ke terminal ya."
"Benarkah?" Mata Mbok Nah berbinar-binar. Rindu mengangguk pasti.
"Mbok pasti kangen sama Sumi dan anaknya."
Mbok Nah tersenyum malu. "Lalu Non Rindu?"
"Saya bisa sendiri kok Mbok." Rindu meyakinkan.
"Non, mau balik ke rumah ayah ibu?"
"Suatu hari nanti pasti Mbok. Tapi sekarang saya mau tinggal di sini dulu."
"Tapi Non Rindu sendirian." Mbok Nah mulai cemas.
"Ada Allah Mbok..."
"Iya...tapi..."
"Ada anak-anak Mbok..." Rindu memutus.
"Kalau Non Rindu butuh apa-apa?"
Dahi Rindu berkernyit seperti berpikir sejenak. Lalu tersenyum, "Bisa telepon ayah ibu. Tapi sepertinya saya tidak akan merepotkan ayah ibu untuk urusan sepele."
Mbok Nah sedikit lega mendengarnya. Sebenarnya hubungan Mbok Nah dan Rindu sudah lebih dari sekedar majikan dan pengasuhnya. Mbok Nah menyayangi Rindu sepenuh hati seperti anaknya sendiri. Begitupun Rindu. Rindu diasuh Mbok Nah semenjak kecil. Namun saat Rindu beranjak remaja belasan tahun, Mbok Nah pulang kampung tak kembali lagi.
Meski sudah tak mengasuh Rindu. Rindu masih sering menemui Mbok Nah. Bahkan hingga Rindu menikah.
Suatu hari Mbok Nah dihubungi ibu Rindu untuk tinggal sebentar di rumah selagi Rindu dan keluarga kecilnya pulang dari Amerika. Mbok Nah yang sudah kangen berat dengan Rindu tanpa pertimbangan pun segera berangkat ke Jakarta.
Mbok Nah akhirnya bisa melihat Rindu, suami bule Rindu dan juga anaknya Bara. Mbok Nah bahagia sekali melihat anak asuhannya bahagia. Hingga akhirnya kecelakaan itu terjadi. Rindu amnesia. Jangankan mengingat dirinya, suami dan anaknya saja dia lupa.
Saat itulah Mbok Nah merasa terpanggil untuk ikut menemani Rindu melewati masa sulit. Mbok Nah yang telaten mengurusi segala keperluan Rindu. Kalau Rindu kini mengingat nama dan menyayangi Mbok Nah. Itu bukan karena Rindu ingat masa-masa kala dia dahulu diasuh oleh Mbok Nah, dari bayi hingga remaja. Tetapi karena Rindu mengenal Mbok Nah telah menemaninya selama hampir delapan belas bulan ini.
Sebelumnya Rindu tak kenal banyak orang, hanya Ayah, Ibu dan Mbok Nah. Bahkan dengan adik lelaki yang tinggal di rumah ayah ibu saja, Rindu tak terlalu mengenal.
Mbok Nah, merengkuh anak asuhnya dan memeluknya, "jaga diri baik-baik ya Non!" Mbok Nah sesenggukan. RIndu menepuk lembut punggung Mbok Nah.
Mbok Nah melepaskan pelukannya, dan memandang Rindu. Tangan kanan Mbok Nah, menyisiri anak-anak rambut Rindu yang menutupi matanya dan menyelipkan di telinganya. Mbok Nah tersenyum. "Cepat sembuh ya Non!"
Rindu menatap bingung, "memang saya sakit apa, Mbok?"
Mbok Nah tersadar, kalau Rindu bahkan tidak tahu apa yang terjadi dengannya, "Ah tidak....maksud Mbok, jaga kesehatan jangan sampai sakit."
"Insya Allah ya Mbok..."
"Mbok juga jaga kesehatan ya Mbok! Salam untuk Sumi dan anaknya ya Mbok."
"Insya Allah..."
"Ohya Mbok, ini saya punya sedikit uang untuk cucu Mbok." Rindu merogoh beberapa lembar uang ratusan ribu di kantong piyamanya, lalu menyodorkannya pada Mbok Nah.
"Apa ini?"
"Mohon diterima ya Mbok..." Rindu memelas.
" Maaf Mbok kalau selama ini saya selalu merepotkan Mbok. Terima kasih ya sudah mau menemani saya. Pemberian kecil ini tidak sebanding dengan kebaikan Mbok selama ini." Air mata Rindu meleleh. Mbok Nah juga. Dan mereka pun saling berpelukan lama.
Rindu pun melepaskan pelukannya. Dia pun tersenyum sekali lagi untuk Mbok Nah. Tiba-tiba dia menguap.
"Ngantuk Mbok...." Mbok Nah tersenyum mafhum.
"Saya ke kamar dulu ya Mbok..." Tanpa meminta persetujuan. Rindu pun segera beranjak pergi meninggalkan Mbok Nah. Mbok Nah mengamati dari belakang.
"Selamat tidur ya Non..."
"Mbok juga ya...." Rindu tanpa menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGIN RINDU (Completed)
RomanceHidup Rindu Larasati, seorang penulis kenamaan yang tinggal di New York tiba-tiba berubah drastis pasca kecelakaan parah yang membuatnya hilang ingatan. Tidak ada secuil memori tentang dirinya dan masa lalunya yang tersimpan di otaknya. Seketika itu...