90

300 17 0
                                    

"Mau kemana lagi sih?" Tanya Hendri.

Hendri sudah menyalakan mesin motor dan duduk di atas motor menoleh ke arah Halimah. Halimah memalingkan wajah, tetapi dia tetap melompat ke atas jok belakang motor yang ditumpangi Hendri. Ia duduk menyamping, tangannya berpegangan erat di ujung jok motor bagian belakang.

"Udah ah jangan banyak tanya! Ayo buruan jalan!" Perintah Halimah.

Hendri pun memacu sepeda motornya menembus jalanan Kampung Sukabakti di bawah teriknya matahari. Keduanya saling diam.

"Mau ketemu Randy lagi?" Tanya Hendri tiba-tiba.

"Hem...." Sahut Halimah pendek.

"Ngerti gak sih kamu kalau Randy itu playboy cap kampak!" Hendri marah.

"Ih sirik! Lo bilang gitu karena lo cemburu kan?" Halimah dengan nada sewot.

Hendri terdiam lagi.

"Saya tidak akan cemburu kalau lelaki yang kau dekati itu orang soleh macam Ustadz Fajar. Atau setidaknya pemuda baik-baik, bukan Randy."

"Udah ah berisik!" Bentak Halimah.

"Mau ngapain?"

"Ngapain aja kek suka-suka gue...."

"Limeh...." Nada suara Hendri makin meninggi.

"Temen gue dan Randy ulang tahun! Kita mau datang ke sana." Jawab Halimah dengan nada kesal.

"Oh..."

"Puas lo....?"

"Dimana?"

"Di rumah Randy!"

"Sampai malam?"

"Iya...."

"Lalu bagaimana kamu pulang?"

"Nanti Randy yang anterin pake mobil." Nada suara Halimah terdengar sombong.

"Malemnya sampai jam berapa?"

"Ih lo beneran rese ya? Nanya mulu kayak wartawan, enyak babeh gue juga gak segitunya interogasi. Yang jelas gue kan udah izin sama orang tua."

"Hem...." Hendri memilih diam dan tak memperpanjang pembicaraan. Matahari kian terik, ketika mereka melintas di area persawahan, semilir angin yang berhembus sedikit menyejukkan raga.

Tetiba, tangan Halimah menepuk Hendri.

"Eh lihat deh....! Itu bukannya Ibu Rindu, guru ngajinya Dinda?" Jari telunjuk kanan Halimah menunjuk ke satu arah. Mata Hendri mengikuti kemana arah telunjuk itu menunjuk.

"Sama siapa tuh dia?" Halimah heboh sendiri.

"Wih bule!"

Hendri memperlambat laju motornya, ia menoleh ke kiri, ke arah dimana Rindu, Steve dan Angin berada.

"Pacarnya atau siapanya ya? Wah gak bener nih!" Komentar Halimah lagi.

"Ya sudah sih biarin aja! Jangan Suuzhan! Dia kan guru ngaji, gak mungkin keganjenan kayak kamu. Tuh lihat! Ada Angin juga." Hendri mengomentari sambil menunjuk ke arah Angin.

"Terus bule itu siapa dong?"

"Emang gue pikirin." Timpal Hendri.

Hendri kembali melajukan motornya dengan kecepatan semula.

"Kalau itu pacar Ibu Rindu. Gue beneran gak rela."

"Lah kenapa gak rela?"

"Cakep bener!"

"Bagus dong, itu berarti lo gak ada saingan buat rebutin Ustadz Fajar." Komentar Hendri.

"Yah kalau begini sih Ustadz Fajar juga lewat!"

"Bahkan Randy pun ke laut." Tambah Halimah. Hendri diam saja. Dia sudah tahu benar kelakuan gadis yang dicintainya itu. Halimah sering silau dengan ketampanan dan harta. Ada pemuda bening dikit langsung diincar. Apalagi kalau lelaki itu berharta.

Makanya Halimah sama sekali tidak melirik Hendri yang hanya supir dan bertampang pas-pasan. Dan alasan mengapa, Hendri tetap bertahan meskipun cintanya pada Halimah bertepuk sebelah tangan dan terkesan hanya dimanfaatkan oleh Halimah. Itu karena Hendri benar-benar mencintai Halimah lebih dari apapun juga. Dan Hendri yakin, Halimah gadis baik. Dia tidak seburuk kelihatannya.

Dan Henri yakin suatu saat, Halimah akan mencintainya. Entah kapan itu akan terjadi.

ANGIN RINDU (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang