29

348 32 0
                                    

Suara kokok ayam jantan yang berbunyi nyaring, membangunkan tidur Rindu yang lelap. Rindu bangun dengan segar. Tampaknya walaupun semalam, Rindu hanya tidur sebentar, namun berkualitas.

Rasanya lelah dan pegal rontok seketika.Apalagi setelah air sejuk membasahi wajah dan anggota tubuh lainnya pada saat berwudhu. Segar sekali. Airnya dingin sekali.

Sehabis menunaikan shalat Subuh. Rindu sengaja membuka jendela kamarnya lebar-lebar. Ia ingin menyaksikan sendiri matahari terbit. Rindu juga ingin memanjakan diri dengan udara segar di pagi hari.

Rindu berdiri menghadap ke ufuk timur. Melihat matahari yang masih malu-malu untuk muncul, warna emas yang berpendaran terlihat demikian indah. Rindu menaruh kedua tangannya di kedua sisi pinggangnya. Membuat gerakan peregangan ke kiri dan ke kanan dengan ritme yang sama. Kemudian merentangkan tangan ke depan dan keatas. Sambil menggerak-gerakan badan seperti yang diajarkan instruktur senam di televisi.

Di akhir pemanasan, dengan serakahnya Rindu menghirup udara segar. Sekali lagi Rindu menghirup dalam-dalam udara segar yang masih berbau embun itu, perasaan nyaman dan damai yang luar biasa menyergap jiwa dan raga Rindu. Rindu membuangnya perlahan setelah semua Oksigen-nya diolah sampai habis dan menukarnya dengan gas karbondioksida.

Rindu tersenyum bahagia. Sepertinya Rindu semakin mencintai tempat ini. Kurasa RIndu hampir tidak punya alasan untuk meninggalkan kampung ini.

Tak terasa, matahari perlahan mulai meninggi. Cahaya langit yang semula temaram, kini telah terang-benderang. Suara kicau burung seperti orkestra merdu yang mengiringi perubahan warna langit dari temaram menjadi terang-benderang.

Rindu melirik jam dinding yang menempel di dinding yang berada di sebelah tempat dia berdiri. "Ah jam setengah delapan..."

Rindu terkesiap. Sebenarnya Rindu masih ingin berlama-lama berdiri memandang jauh keluar jendela, menikmati pagi yang syahdu. Kalau tak ingat pagi ini Rindu harus belanja. Ya semenjak, Mbok Nah pergi. Rindu terpaksa harus mengurus segala keperluannya seorang diri. Dan pagi ini Rindu harus ke pasar berbelanja sayur.

Rindu buru-buru pergi mandi, kemudian berganti gamis biru dongker dan hijab panjang berwarna merah muda. Tak lupa Rindu memakai kaos kaki biru dongker yang serasi dengan gamisnya.

Rindu menyambar dompet kulit berwarna coklat miliknya, dan sebuah tas belanja lipat yang dimasukkan dalam kantong gamisnya. Rindu memilih sepatu olahraga dengan kombinasi warna biru dongker dan merah muda, serasi dengan gamis dan hijabnya pagi ini. Setelah siap, Rindu menutup dan mengunci pintu rumahnya dan segera bergegas pergi.

Rindu berjalan perlahan sambil berusaha mengingat-ingat kala terakhir dirinya dan Mbok Nah pergi ke pasar. Dan itu sudah hampir sebulan lalu. Rindu tak yakin masih mengingat dengan jelas. Seingat Rindu, dia harus melintasi persawahan,. Tak jauh dari sawah ada sungai kecil, kebun buah. Dan pasar letaknya 100 meter setelah sekolah dasar tempat Najwa bersekolah.

"Mau kemana bu?" Sebuah suara perempuan menghentikan langka Rindu. Rindu berusaha mencari sumber suara yang ternyata ada di belakangnya.

Rindu tersenyum, "ke pasar bu.."

"Ke pasar? Mbok Nah tidak ada?" Perempuan berkerudung berusia hampir lima puluh tahun itu penasaran. Rindu bingung, mengapa perempuan itu tahu namanyaa dan Mbok Nah. Padahal Rindu belum pernah berkenalan dengannya.

Sepertinya perempuan itu menyadari kebingungan Rindu. Perempuan itu menyodorkan tangan kanannya sambil tersenyum. Rindu pun menyambut tangan itu dan berjabat erat.

"Saya mamanya Najwa....Rumah saya di belakang rumah Ibu. Setiap pagi saya suka mendengar suara merdu ibu saat mengaji. Terima kasih ya sudah mau mengajar anak saya Najwa, gratis lagi...". Perempuan itu memperkenalkan diri.

"Ohhh....Sama-sama ibu. Najwa gadis yang menyenangkan dan pandai."

Ibu itu tersenyum sambil menarik tangannya. "Mbok Nah pergi?"

"Iya bu...."

"Sendirian dong?"

"Iya..." Rindu malu-malu.

"Gak takut?" Ibu itu takjub.

"Ah biasa aja kok bu."

"Cuma repot aja ya?"

"Iya lumayan."

"Masak sendiri?"

"Kadang bu..."

"Owww...ya sudah, kalau mau ke pasar, keburu siang." Ibu itu lagi.

Rindu tersenyum dan mengangguk.

"Sekali lagi terima kasih ya bu. Saya titip anak saya. Kalau nanti nakal bilang saja ya bu."

Rindu tersenyum, "Sama-sama bu. Saya duluan ya bu...."

"Iya...hati-hati ya bu..."

Sebelum beranjak pergi, Rindu memastikan lagi rute yang akan dilalui menuju pasar. "Dari sini lewat sawah ya bu?"

"Iya....nanti ada kali yang ada pohon jamblangnya itu belok kanan?"

"Pohon jamblang kayak apa ya bu?"

"Ohhh ada juga pohon duren..." Ibu itu menjelaskan. Dahi Rindu berkernyit berusaha membayangkan seperti apa pohon jamblang dan duren. Muka Rindu terlihat bingung. Dan sepertinya ibu itu memahami kebingungan Rindu

"Kebun buah deh pokoknya. Ada pohon jamblang, rambutan, duren, kelapa dan lain-lain."

"ooohhh...." Sepertinya Rindu sudah memukan titik terang. Ia manggut-manggut.

"Iya deh bu....saya jalan ya bu." Rindu pamit lagi.

"Iya...."

ANGIN RINDU (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang