84

311 20 0
                                    


Hampir separuh perjalanan, Rindu yang duduk di bangku tengah hanya terdiam sembari membaca novel 'The Chosen Prince' yang dipinjamkan Steve kemarin. Rindu terlihat serius. Hingga Steve tak sampai hati mengganggu konsentrasi Rindu. Hanya sesekali Steve mengintip Rindu dari kaca spion di tengah mobil.

Dari kaca spion di tengah mobil, Steve bisa melihat Rindu menutup bukunya, menaruhnya di sampingnya. Dan Rindu duduk terpekur. Matanya asyik menatap ke luar jendela.

"Sudah selesai baca bukunya?" Tanya Steve lirih.

"Sudah..."

"Bagaimana?"

"Bagus..." Rindu hanya menjawab pendek-pendek.

"Apa yang kamu suka dari buku itu?" Steve memancing.

"Love is unconditional but marriage is not..."

"Tepat sekali!"

"Kalau aku jadi Jasmine pasti aku juga akan memilih Mike Carlos." Rindu menceritakan tentang tokoh-tokoh dalam buku itu. Steve tersenyum.

"Kisah itu kisah asli penulisnya." Timpal Steve.

"Rindu Larasati?" Tanya Rindu.

"Ya..."

"Jasmine itu Rindu, dan Mike itu suaminya kini." Cerocos Steve.

"Ow...lantas apakah mereka masih menikah?"

Steve melirik Rindu dari kaca spion. Ia tertawa, "masih...Jasmine amnesia, Mike merana."

Rindu melirik Steve yang duduk di kursi pengemudi. Pandangan mereka sempat bersirobok sekian detik sebelum akhirnya Steve pura-pura sibuk melihat kaca spion.

"Ow..." pendek Rindu. Ia masih tak mengerti dan tak mau tahu arti kode keras yang berulang kali dilontarkan Steve tentang kepingan masa lalu dalam hidup seorang Rindu Larasati.

Rindu dan Steve kembali membisu. Steve membiarkan Rindu mengintip rintik hujan yang jatuh lewat kaca mobil. Dan Steve tahu persis bagaimana Rindu kekasihnya itu adalah seorang pluviophile, atau pencinta hujan.

"Kamu suka hujan?"

Rindu hanya mengangguk pelan tanpa bersuara ataupun menoleh.

"Kamu tahu disebut apa para pencinta hujan?"

Lagi-lagi Rindu hanya menggeleng pelan tanpa bersuara dan menoleh.

"Pluviophile..." Ujar Steve.

"Plu...vi...o...vil?" Rindu mengeja sambil menoleh.

"Iya..."

"Para pluviophile menemukan kedamaian kalam mencium aroma petriochor, atau harum khas hujan. Melihat rintik hujan yang makin menderas membuat mereka gembira dan ingin menari hujan." Steve nyerocos.

"Kamu suka menari saat hujan?"

Rindu menggeleng, "hanya sesekali."

"Oh...."

Lagi-lagi Steve kehabisan bahan pembicaraan untuk memancing Rindu berbicara. Tanpa disadari, akhirnya mereka tiba juga di kampung Sukabakti.

"Dari depan situ belok kiri, lurus terus sampai ketemu balai desa." Rindu memberi instruksi.

"Siap tuan puteri."

Rindu melengos.

"Inikah balai desanya?" Steve menghentikan mobilnya tepat di depan plang bertuliskan balai desa.

"Iya...itu rumahnya!" Rindu menunjuk ke satu rumah mungil berlantai dua dan bercat putih.

"Ok..." Steve melaju perlahan hingga memasuki halaman rumah bercat putih tempat dimana Rindu tinggal selama di Kampung Sukabakti.

"Berhenti!"

"Iya..." Steve menghentikan mobilnya.

Rindu membuka pintu mobil dan tersenyum melihat surganya di kampung Sukabakti. Steve pun turun dari mobil. Ia dengan sigap mengambil barang bawaan Rindu dan mengikuti Rindu dari belakang.

Rindu membuka pintu, dan mempersilahkan Steve untuk membawa barang bawaannya masuk ke dalam. Sedang Rindu tetap berdiri di pintu.

"Taruh saja di situ!" Perintah Rindu.

Steve yang semula hendak naik ke atas pun akhirnya mengurungkan niat dan menuruti perintah Rindu. Steve berdiri canggung, melihat Rindu berdiri di pintu keluar.

"Boleh aku minum?" Tanya Steve yang kehausan.

"Silahkan, ambil sendiri di dapur!"

"Dimana?" Tanya Steve bingung.

"Di belakang...." Rindu tetap berdiri di pintu, dan menyuruh Steve. Rindu terlihat canggung berduaan dengan Steve yang dianggapnya orang asing. Dalam hati Steve tersenyum geli sekaligus bangga bagaimana Rindu menjaga kehormatannya di hadapan orang asing.

"Ah seandainya kamu tahu ini suamimu!" Lirih Steve sambil beranjak menuju dapur. Ia mengambil dua gelas air dingin untuknya dan Rindu.

Dia menghampiri Rindu yang berdiri di depan pintu. "Ini...kamu pasti haus." Steve menyodorkan segelas air untuk Rindu. Rindu agak ragu menerimanya, hingga Steve meyakinkan Rindu bahwa ia tulus.

"Terima kasih..." Rindu menatap Steve. Ia kemudian beringsut ke luar menuju kursi teras. Ia duduk, kemudian meneguk habis air di gelasnya setelah mengucap basmallah. Steve tersenyum mengamati. Kemudian Steve mengikutinya, ia duduk di samping Rindu.

Baru saja Steve meneguk air minum di gelasnya. Rindu sudah mengusirnya secara halus. "Sebaiknya kamu segera pulang sebelum sore dan macet."

"Oh...kamu yakin kamu tinggal sendirian di sini?" Tanya Steve memastikan.

Rindu tersenyum, "aku hampir setahun tinggal di sini sendirian, dan aku baik-baik saja."

"Baiklah....Insya Allah besok saya datang lagi kemari."

"Untuk apa?" Tanya Rindu.

"Untuk kamu lah...."

Rindu melotot menatap Steve. Steve tersenyum. Tak ingin memancing kemarahan Rindu. Steve pun segera beranjak dari kursi.

"Baiklah aku pamit! Jaga dirimu baik-baik!"

Rindu berdiri, menatap Steve sejenak kemudian menunduk.

Steve sebenarnya ingin mencium dan memeluk Rindu, namun dia menahan diri.

"Assalamualaikum...."

Tanpa menunggu jawaban, Steve pun beranjak pergi meninggalkan Rindu menuju mobil. Rindu pun segera masuk ke dalam rumah. Steve bahkan tak bisa melihat wajah Rindu untuk yang terakhir kali sebelum ia pergi.

Perlahan tapi pasti Steve mengendarai mobilnya meninggalkan Kampung Sukabakti. Namun, ia memastikan besok ia akan kembali demi melihat Rindu.


CInta itu tanpa syarat sedangkan pernikahan tidak.

ANGIN RINDU (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang