"Tin tin!" Suara klakson mobil di bawah mengagetkan Rindu. Rindu pun beranjak dari ranjang menuju jendela kamar untuk mengintip ke bawah. Sebuah mobil van berwarna putih sudah terparkir di halaman rumahnya. Rindu tersenyum.
Setelah menyambar hijab dan memakainya, ia membuka jendela kamar dan melongok keluar.
"Sebentar ya mas Rumin! Saya turun!"
Rumin, sang supir menatap Rindu dan mengangguk.
Rindu pun segera menutup jendela kembali, kemudian membenahi hijab dan gamisnya sambil mematut diri di kaca. Lalu memakai kaos kakinya sambil duduk di tepi ranjang.
Ia segera bergegas ke bawah sambil menenteng travel bag-nya yang nyaris kelebihan muatan dan menggendong tas punggungnya. Ketika pintu ruang tamu dibuka, Rumin sudah berada di depan pintu.
"Sini saya bawa mbak...!" Rumin menawarkan bantuan sambil meraih travel bag dari tangan Rindu. Rindu menyerahkannya.
Rumin kembali ke mobil van putih. Sedang Rindu sengaja masuk lagi ke dalam ruma, hanya untuk mengecek apakah semua jendela sudah dikunci. Dan apakah semua saklar listrik sudah aman.
Setelah semuanya sudah dicek. Rindu pun keluar rumah dan mengunci pintunya. Ia memakai sneaker putih kesayangannya sebelum bergegas menuju mobil van putih yang sudah menantinya.
"Sudah siap?" Tanya Rumin di kursi kemudi kepada Rindu yang baru saja masuk mobil dan menguncinya.Ia memandang Rindu dari kaca di bangku depan.
Rindu mengangguk, "sudah!"
"ok..." Rumin pun segera menyalakan mesin mobilnya. Tak sampai semenit. Rumin sudah memacu mobil van putih keluar meninggalkan halaman rumah Rindu.
Baru seratus meter meninggalkan halaman Rumah Rindu. Rumin harus mengerem mendadak. Pasalnya ada seseorang yang seenaknya saja memacu sepedanya dengan secepat kilat menghalangi mobil. Hampir saja tertabrak, kalau saja Rumin tidak sigap.
Rindu yang sedang duduk di kursi belakang pun hampir terpental ke depan. Rindu terjatuh di ruang antara bangku depan dan bangku tengah.
"Aduh!" Rindu mengaduh.
Rumin membuka jendela, dan berteriak emosi, "Kamret luh!"
Namun si pengendara sepeda misterius itu tak peduli ia terus melaju cepat tak memelankan laju sepedanya sedikitpun. Rumin ngedumel, sambil menutup jendela mobil dengan kasar. Ia tersadar kalau majikannya terpental.
"Maaf mbak, itu tadi ada anak kampret, naik sepeda ngebut gak liat-liat. Untung gak mampus tuh anak!" Rumin neyerocos sambil menoleh ke belakang, mengamati Rindu yang bangkit dari lantai mobil menuju tempat duduknya semula.
"Mbak gak apa-apa?" Tanya Rumin khawatir.
Rindu yang kini sudah duduk di bangku kembali tersenyum, "gak apa mas!"
"Oh..." pendek Rumin. Ia pun kembali memacu mobilnya. Perlahan tapi pasti, mobil van putih yang ditumpangi Rindu dan Rumin meninggalkan kampung Sukabakti.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGIN RINDU (Completed)
RomanceHidup Rindu Larasati, seorang penulis kenamaan yang tinggal di New York tiba-tiba berubah drastis pasca kecelakaan parah yang membuatnya hilang ingatan. Tidak ada secuil memori tentang dirinya dan masa lalunya yang tersimpan di otaknya. Seketika itu...