"Shodaqallahul 'adzim", Ibu Eko mengakhiri bacaan Al Qurannya saat itu.
"Alhamdulillah, barakallah! Sudah bagus bun. Tetapi lain kali coba tolong diperhatikan lagi panjang pendeknya. Untuk Mad Ashly yang dua harakat, cukup diayun sedikit. Gak usah lebay panjanginnya. Malah salah jadinya bun. Coba deh bun, huruf ha besar dan ha kecil dilatih lagi." Koreksi Rindu untuk terakhir kali di akhir bacaan. Ibu Eko, Endang dan Farras mendengarkan dengan seksama.
"Kalau Endang sudah bagus....Cuma mesti dilatih lagi nafasnya biar tidak tersengal-sengal hanya demi mengejar tanda waqaf , Kalau sudah tak kuat nafasnya, boleh kok berhenti di mana saja tanpa menunggu ketemu waqaf. Berhenti dulu, tarik nafas, baru baca mundur sedikit ke belakang. Pastikan tidak salah potong biar artinya tidak berantakan."
"Kalau Farras....Makhraj huruf Ha besar dan Ha kecilnya dilatih lagi. Huruf dho masih meleset ke da." Lanjut Rindu. Farras manggut-manggut.
Berbeda dengan kelas anak-anak yang jumlahnya lebih banyak. Maka kelas Al Quran dewasa yang jumlahnya lebih sedikit bisa membaca lebih banyak halaman saat giliran mengaji. Selepas mengaji, biasanya Rindu menyuguhkan minuman sebelum lanjut ke sesi selanjutnya yaitu hafalan Quran.
"Ayo diminum dulu sebelum kita lanjut ke hafalan Surah Ar Rahman..." Rindu mempersilahkan kepada ketiga muridnya.
"Alhamdulillah...combronya gak ada nih?" Seperti biasa bu Eko berkelakar sambil menyeruput teh manis hangat. Rindu tersenyum.
"Adanya wafer...." Rindu menyodorkan toples berisi wafer.
"Lumayan lah..." Farras menyerbu tanpa malu-malu. Baru kemudian Endang.
"Sepertinya muridnya semakin banyak ya bu..." Ibu Eko berbasa-basi sambil meletakkan gelas tehnya kembali ke tempatnya semula.
"Alhamdulillah.." Rindu tersipu.
"Masih terima lagi gak bu murid baru?" Tanyanya lagi.
Dahi Rindu berkernyit, "mungkin jangan dulu ya bu. Ini ada juga beberapa anak yang datang terpaksa saya tolak dahulu, karena rumah saya sudah tak cukup lagi. Padahal sudah saya bagi menjadi 4 gelombang. Sore selepas Ashar untuk kelas Iqra kecil dan Al Quran ibu-ibu. Selepas maghrib untuk Iqra dan selepas Isya untuk Al Quran. Saya takut makin tak efektif kalau saya terus menerima murid baru."
"Lagipula, tenaganya kurang bu..." Rindu malu-malu. Ibu Eko manggut-manggut.
"Sebetulnya sudah lama saya mempertimbangkan untuk memindahkan ruang belajar. Karena lantai bawah rumah saya yang mungil sudah tidak bisa menampung jumlah murid yang banyak. Namun saya tidak tahu harus pindah kemana."
"Sepertinya saya tahu kita harus pindah kemana?" Ibu Eko tiba-tiba.
"Dimana?" Rindu penasaran.
"Ibu tahu tidak, kuburan di belakang toko kelontong Koh Ahong di ujung jalan sana?"
Sejenak Rindu berpikir, dahinya berkernyit. Kemudian menggeleng pelan.
"Ibu tidak tahu toko kelontong terbesar di kampung kita?" Farras ikut nimbrung.
"Toko milik Koh Ahong? Tahu...Tetapi saya tidak tahu di sana ada kuburan." Sahut Rindu.
"Di belakangnya bu..." Endang ikut bicara. Rindu menggeleng pelan.
"Di belakang toko itu ada kuburan bu...Tanah wakaf warga. Dan di situ juga sebenarnya ada rumah kosong yang dahulu sempat dijadikan madrasah tempat anak-anak belajar mengaji. Sudah lama sekali, madrasah itu akhirnya bubar. Hingga beberapa ahli waris 'nakal' berniat menjualnya. Namun masih banyak warga yang mempertahankannya dan terus berharap suatu hari ada yang menghidupkan rumah itu." Ibu Eko menjelaskan. Mata Rindu berbinar-binar.
"Boleh nanti saya di antar ke sana bu?" Pinta Rindu.
"Boleh...." Ibu Eko tak kalah bersemangat.
"Apa sekarang saja?" Rindu melirik jam tangan yang melingkar di tangan kanannya untuk memastikan bahwa azan maghrib masih lama. Kemudian menatap bu Eko dengan pandangan berbinar-binar.
"Asyik! Gak hafalan...."celetuk Endang. Rindu menatapnya sambil tersenyum.
"Boleh...Ayok..." Ibu Eko lagi.
Akhirnya sesi mengaji kali itu diakhiri. Rindu, Ibu Eko, Endang dan Farras bersama-sama meninggalkan rumah Rindu dan berjalan menuju tanah pekuburan tua di belakang toko kelontong Koh Ahong.
Tanda berhenti dalam Al Quran
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGIN RINDU (Completed)
RomanceHidup Rindu Larasati, seorang penulis kenamaan yang tinggal di New York tiba-tiba berubah drastis pasca kecelakaan parah yang membuatnya hilang ingatan. Tidak ada secuil memori tentang dirinya dan masa lalunya yang tersimpan di otaknya. Seketika itu...