Pagi ini seperti pagi-pagi lainnya. Rindu sendirian di rumah berlantai dua itu. Sebenarnya Rindu hendak bermalas-malasan sejenak selepas murojaah pagi. Namun perutnya tetiba berontak minta diisi. Padahal jam belum menunjukkan pukul tujuh. Namun sepertinya perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi.
Biasanya Rindu bisa menunda rasa laparnya paling tidak hingga pukul Sembilan. Jadi ia punya banyak waktu untuk mandi, dan menyiapkan sarapan alakadarnya. Tetapi hari ini, sepertinya Rindu harus bergegas menyelamatkan perutnya keroncongan dengan seporsi nasi uduk yang terkenal enak di ujung kampung.
Selepas cuci muka dan gosok gigi. Rindu buru-buru menyambar gamis dan hijabnya dan menuruni tangga. Tak lupa memasang kaos kaki sebelum mengenakan sepatu.
"Assalamualaikum....!"
Baru saja Rindu mengunci pintu. Tetiba ia dikagetkan oleh suara perempuan di belakangnya. Rindu menoleh ke arah datangnya suara. Seorang ibu berusia empat puluhan tahun dan dua orang gadis berusia belasan tahun.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Iya..." Rindu menjawab dengan canggung.
"Saya Eko...Ibunya Sakti..." Perempuan itu menyodorkan tangan kanannya untuk bersalaman. Rindu menyambut tangannya.
"Saya Rindu...Rindu Larasati."
"Ini adik saya, Endang..." Ibu Eko menarik tangannya dan memperkenalkan gadis yang berdiri di samping kirinya.
Gadis itu meraih tangan kanan Rindu dan menciumnya sambil memperkenalkan diri malu-malu, "Endang..."
"Rindu..."
"Dan ini...anak saya, kakak Sakti Farras..." Ibu Eko kembali memperkenalkan gadis yang berdiri di samping kanannya.
"Farras!" Gadis itu tersenyum sambil meraih tangan kanan Rindu dan menciumnya.
"Rindu..." Rindu pun melepaskan jabatan tangannya. Rindu sedikit kikuk. Ia sebenarnya ingin segera menuju warung nasi uduk demi seporsi nasi uduk untuk menyelamatkan perutnya yang keroncongan. Tapi ah...
"Silahkan masuk bu..." Rindu mengalah. Dia pun membuka kunci pintunya dan mempersilahkan masuk.
"Aduh jadi gak enak ini bu...Ibu mau pergi ya?" Bu Eko tak enak hati.
"Ah tidak apa-apa... Silahkan masuk!" Rindu menatap Bu Eko, Endang dan Farras sambil tersenyum.
"Ayo deh..." Bu Eko mengikuti Rindu dari belakang. Kemudian duduk di karpet, diikuti oleh Endang dan Farras,
"Oh jadi ini ibunya Sakti?"
"Iya bu.."
"Ada apa ya bu?"
"Tidak saya hanya ingin melihat bu guru Sakti. Maaf ya baru ke sini. Selama ini saya hanya mendengar cerita seru dari Sakti tentang guru ngajinya. Saya kok jadi merasa bersalah belum sempat sowan. Nah, ini pagi-pagi kebetulan lewat, sekalian saja mampir."
"Oh gitu...."
"Kebetulan tadi kami sempat sarapan nasi uduk di ujung kampung sana. Saya beli satu buat bu Rindu."
Pucuk dicinta ulam pun tiba! Wajah Rindu sumringah. Matanya berbinar-binar saat menerima bungkusan nasi uduk dari tangan Bu Eko.
Dalam hati, Rindu tak henti-hentinya mengucap syukur. Baru saja beberapa menit yang lalu dia kelaparan dan hendak membeli nasi uduk di ujung kampung yang terkenal nikmat. Niatnya hampir pupus saat Bu Eko dan dua anak gadis yang mendampinginya datang. Siapa sangka kalau mereka justru dikirim Allah untuk membawakan nasi uduk yang diinginkannya.
"Alhamdulillah. Barakallahu....Terima kasih Ibu Eko..." Rindu sambil tersenyum.
"Jadi bu...."
"Iya....?"
"Maksud kedatangan saya kemari, bukan hanya karena saya ingin berterima kasih dengan Ibu Rindu...tapi juga kalau boleh..."
"Boleh apa?" Tanya Rindu penasaran.
"Mmmhhhh..." Ibu Eko agak ragu.
"Ya?" Rindu menatap bu Eko.
"Kalau saya ikut belajar mengaji dengan ibu Rindu." Malu-malu.
Rindu tersenyum, "Ooohhhh boleh saja bu...kalau berkenan belajar bareng dengan saya yang bukan siapa-siapa ini?" Rindu merendah.
Ibu Eko tersenyum lega. "Jadi boleh nih bu...."
"Boleh bu....dengan senang hati."
"Tapi kapan ya bu?"
Dahi Rindu berkernyit berpikir sejenak. "Kalau selepas ashar bagaimana?"
Sejenak Ibu Eko menimbang-nimbang, kemudian mengangguk pasti. "Mulai sore ini?" Tanya lagi.
"Insya Allah..." Jawab Rindu.
"Oh baiklah...saya ajak anak dan adik saya ya?"
Rindu hanya mengangguk.
"Baiklah kalau begitu kami mohon diri ya bu..Kebetulan sedang ada urusan lain. Insya Allah jam empatan kami akan datang." Ibu Eko mohon diri. Rindu yang sudah sedari tadi menahan lapar menjadi sumringah, mengingat tak lama lagi dia akan makan nasi uduk. Rindu mengangguk.
"Bawa apa bu?"
"Al quran atau Iqra?"
"Insya Allah Al Quran bu..." Jawab Ibu Eko.
"Ya paling Al Quran dan alat tulis untuk mencatat."
"Baiklah..."
Setelah berpamitan sekali lagi, Ibu Eko, Endang, Farras dan Rindu pun bangkit dari duduk. Rindu mengantarkan ketiganya hingga ke pintu ruang tamu yang terbuka.
"Terima kasih bu Rindu..." Ibu Eko untuk yang terakhir kali.
"Sama-sama ibu..."
"Assalamualaikum." Ibu Eko, Endang dan Farras hampir berbarengan.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu..." Jawab Rindu lengkap. Rindu melihat sejenak kepergian Ibu Eko, Endang dan Farras sebelum akhirnya ketiganya lenyap dari pandangan Rindu. Rindu segera menutup pintu, melepas hijab dan segera mencari piring di dapur untuk sebungkus nasi uduk yang tadi di bawa oleh Ibu Eko.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGIN RINDU (Completed)
RomanceHidup Rindu Larasati, seorang penulis kenamaan yang tinggal di New York tiba-tiba berubah drastis pasca kecelakaan parah yang membuatnya hilang ingatan. Tidak ada secuil memori tentang dirinya dan masa lalunya yang tersimpan di otaknya. Seketika itu...