35

350 27 0
                                    

Sudah beberapa hari ini, Angin galau. Angin menimbang-nimbang keputusannya untuk ikut belajar mengaji bersama Ibu Rindu, yang dibilang Sakti baik. Beberapa teman main Angin sudah ikut bergabung dengan pengajian itu, namun Angin butuh waktu lebih lama untuk memutuskan.

"Jadi gak ikut ngaji bareng bu Rindu?" Suatu kali Sakti bertanya pada Angin saat mereka sedang memancing ikan di sungai sambil 'leyeh-leyeh' di bawah pohon rindang.

Angin terdiam dan pura-pura tidak mendengar. Angin malah asyik menggigit-gigit ilalang sambil merebah di rerumputan dengan posisi tangan sebagai alas kepalanya.

"Woy...!" Sakti mengagetkan.

"Iya... gue denger..." Jawab Angin malas. Dia merubah posisi dari rebahan ke posisi duduk. Dia membuang ilalang di mulutnya.

"Trus?"

"Iya...gue liat dulu..."

"Kenapa?"

"Hemmm...."

"Kenapa?"

"Ibu Rindu itu yang pake hijab dan gamis panjang itu?"

Dahi Sakti berkernyit, "iya...emang kenapa?"

"Lo yakin dia bukan semacam Islam garis keras begitu atau apalah."

"Maksud lo?"

"Iya...penampilannya itu."

"Apa yang salah dengan penampilannya?" Sakti penasaran, yang ditanya tidak menjawab. Dia malah asyik membenahi posisi alat pancingnya.

"Diem aje..." Sakti menatap Angin, kemudian memasukkan cacing ke dalam kail pancingnya. Dan melemparnya kembali ke tengah.

"Ah sudahlah!"

"Bilang aja lo alesan males ngaji..." celetuk Sakti sekenanya.

Dan sejak saat itu, Angin bertekad memata-matai Rindu. Perempuan berhijab panjang yang tinggal di rumah yang dulu sempat kosong lama dan dibilang berhantu itu. Dan sepertinya rumahnya kini tidak seseram dulu, malah cantik dan sejuk. Tidak ada unsur mistis atau magis di sana.

Rindu yang orang baru tiba-tiba datang dan merebut hati teman-teman sepermainan Angin. Sebegitu dahsyatkah pesona Ibu Guru Rindu? Angin jadi penasaran. Maka malam ini, tepat saat bulan sedang bulat-bulatnya. Langit malam yang cerah dengan taburan bintang. Angin bertekad memata-matai Rindu dan teman-temannya yang sedang mengaji.

Selepas shalat maghrib, Angin sudah izin kepada ayah ibunya, bahwa ia hendak ke seberang sungai.

"Mau apa?" Tanya ayahnya yang tentara.

"Main ke rumah Sakti, Yah." Angin takut-takut.

"Main atau main?"

"Main yah..."

"Ngapain juga malam-malam main sejauh itu?" Tanya sang ibu dari dalam kamar yang sedang mengeloni adek bungsunya.

"Udah di rumah aja!" Sang ibu lagi.

"Udah sih bu....Besok kan libur. Lagi pula ini malam bulan purnama. Terang!" Bela sang ayah.

"Boleh yah?" Rajuk Angin.

"Boleh!" Angin tak percaya mendengarnya. Angin tersenyum. Dan buru-buru menyalami ayahnya yang sedang sibuk mengurusi burung-burung peliharaannya.

"Assalamualaikum...." Angin pun langsung mengambil sandal dan lekas berlari. Tak memedulikan suara ibunya yang berteriak-teriak dari dalam, memanggil Angin untuk mengurungkan niatnya.

Angin pun berlari secepat-cepatnya. Pasalnya dia harus segera sampai sebelum teman-temannya yang ikut pengajian Rindu berdatangan dan Angin sulit untuk bersembunyi.

Beruntung Angin tiba di tujuan sebelum teman-temannya berkumpul di rumah Rindu. Angin sengaja bersembunyi di balik tumbuhan perdu yang tumbuh subur di bawah pohon mangga, tepat di depan rumah Rindu.

Dari tempatnya bersembunyi, Angin bisa melihat dengan jelas satu persatu temannya berdatangan. Bahkan Angin juga bisa mendengar suara mereka.Sebenarnya Angin berencana mendekat bila semua sudah masuk ke dalam rumah. Namun ternyata, Rindu dan anak-anak malah keluar dari rumah dan menggelar tikar di halaman.

Angin semakin penasaran melihatnya. Ritual macam apa yang akan mereka lakukan di luar. Semakin lama menunggu, Angin malah tidak menemukan kejanggalan apapun. Mereka hanya mengaji dan selepas mengaji, mereka sibuk mendengarkan penjelasan Rindu tentang takdir.

Kata Rindu, tidak ada sehelai daun pun yang terjatuh tanpa campur tangan Allah. Semua sudah tertulis dalam buku catatan Allah atau lauhul mahfuz, jauh hari sebelum manusia ada di rahim ibu. Jadi kehidupan yang kita jalani ini sudah tertulis di lauhul mahfuz.

Ketika ditanya, apa gunanya berusaha kalau semua sudah tertulis. Ibu guru cantik itu malah menjawab, "qadha bisa juga disebut takdir Mubram. ketentuan Allah yang mesti berlaku atas setiap diri manusia tanpa bisa dielakkan atau ditawar-tawar lagi. Contohnya, datangnya kiamat, jenis kelamin bayi yang akan lahir termasuk lahir dari orang tua yang mana, usia atau kematian."

Kata Rindu. "Allah cuma menciptakan laki-laki dan perempuan. Kalau misalkan suatu hari si A yang terlahir sebagai laki-laki tiba-tiba berubah menjadi perempuan. Itu bukan takdir Allah. Meski kelamin dan penampilan berubah sejatinya dia tetap laki-laki dan tak akan pernah bisa menstruasi dan hamil. Begitupun sebaliknya."

Katanya, tidak ada yang tahu persis takdir yang jadi rencana Allah sekalipun dia peramal handal. Kalaupun dia tahu karena meminta bantuan setan/jin yang suka mencuri dengar pembicaraan Allah dan para malaikat. Itu tidak mungkin benar seratus persen.

Rindu juga bilang kalau qadar bisa juga disebut Takdir Mu'allaq, yaitu ketentuan Allah yang mungkin dapat diubah oleh manusia melalui usaha atau ikhtiar, jika Allah mengizinkan. Contohnya, kaya-miskin, sehat-sakit, pintar dan bodoh.

Hampir dua jam, Angin bersembunyi di semak-semak. Malam pun beranjak naik. Angin tetap diam membisu tanpa terpengaruh banyaknya nyamuk yang berpesta pora menghisap darahnya. Ia diam menahan gatal yang mengigit-gigit dan hembusan angin malam yang terus menebarkan hawa dingin. Angin tetap membisu, sebisa mungkin seperti patung. Hingga...

"Plok!" Angin akhirnya tak tahan juga. Ia menampar pipinya yang digigiti nyamuk nakal hingga terasa panas.

"Apa itu?" Suara Sakti tiba-tiba mendengar suara teplokannya.

"Jangan-jangan...." Shafiga kecut, bulu kuduknya merinding.

Angin menahan napas agar tidak ada pergerakan saat teman-temannya memandang ke arah semak-semak tempat dia berdiri.

"Alahh bukan apa-apa!" Apid menenangkan. Akhirnya anak-anak kembali memperhatikan Rindu. Dan Angin bisa bernafas dengan lega. Walau sebenarnya dia sudah tak tahan ingin segera kabur saja dari persembunyiannya. Nyamuk-nyamuk malam makin mengganas. Lagi pula, jelas tak ada yang aneh dengan pengajian Rindu.

Angin pun memutar otak bagaimana dia bisa keluar dari persembunyiannya tanpa sepengetahuan teman-temannya atau ibu Rindu. Setelah semak-semak ini tak ada lagi pelindung yang lain. Otomatis kalau Angin keluar dari semak, maka semua pasang mata akan melihat dia dari segala penjuru.

Akhirnya, Angin bertekad untuk bertahan hingga pengajian usai. Saat teman-temannya pergi. Baru dia ikut pergi sambil mengendap-endap. Ia takut bila Rindu atau siapapun memergokinya saat keluar dari semak-semak seperti maling.

Alhasil Angin keluar dengan bentol-bentol hampir di seluruh wajah, tangan dan kakinya. Sepanjang jalan Angin menggerutu. Sampai di rumah pun Angin tak banyak bicara. Ia langsung menyelinap masuk kamar tanpa sepengetahuan ayah ibunya. Angin malas berbicara untuk menjelaskan apapun pada ayah dan ibunya.

ANGIN RINDU (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang