74

283 19 0
                                    

Pesawat Singapore Airlines mengepakkan sayapnya menembus angkasa. Setelah 18 jam 30 menit perjalanan, pesawat ini akan mendarat di Singapura dan transit selama tiga jam kemudian diteruskan ke Jakarta. Hampir sembilan belas jam mengambang di udara!

Burung besi terus menembus gumpalan awan-awan menyusuri garis langit beribu-ribu mil jauhnya.

"Rindu, here I come!" Teriak batin Steve sambil tersenyum, matanya berbinar-binar menyiratkan kebahagiaan tiada tara. Steve memeluk Bara yang terlelap di pangkuannya. Ia mengecup lembut dahi Bara.

"Soon...we'll see mommy!" bisik Steve dengan hati girang.

Steve masih ingat perpisahannya dengan Rindu setahunan lalu saat dirinya memutuskan untuk kembali ke Amerika sambil memboyong Bara, meninggalkan Rindu yang amnesia. Steve masih ingat betapa memilukannya perpisahan itu. Steve menangis, Bara juga. Namun Rindu sama sekali tak ingat sedikitpun tentang dirinya.

Steve hampir saja mengurungkan niatnya untuk kembali ke Amerika. Karena Steve tidak sampai hati melihat Rindu sendirian di Jakarta sambil memulihkan kesehatannya. Tetapi Steve harus keali bekerja. Tabungan mereka menipis, pasca kecelakan Rindu.

Beberapa hari setelah meinggalkan Rindu, Bara bahkan sempat mogok makan. Badan Bara sampai mengurus. Bara rewel, Steve tak tentram meninggalkan Bara di rumah bersama Michelle kakak perempuannya.

" Makanlah Bara!"

"I want my mommy!" Bara sambil menangis di ranjang.

Baik Steve maupun Bara sama-sama tersiksa. Butuh waktu lama bagi mereka untuk membiasakan diri tanpa Rindu. Meski akhirnya mereka terbiasa. Bayangan Rindu terus saja menyiksa mereka.

Steve tersenyum mengingat itu semua. Ada rasa haru yang menyeruak dalam hatinya. Seperti janji sucinya pada Rindu di hadapan Tuhan. Steve tetap memegang teguh cintanya pada Rindu. Tak sedetikpun Steve mengkhianati kepercayaan Rindu. Steve menjaga Bara dengan baik. Begitupun Steve menjaga cintanya pada Rindu.

Rindu pula yang membulatkan tekad Steve untuk segera pulang ke Jakarta dan memboyong Rindu. Semenjak percakapan telepon dengan ibunda Rindu beberapa minggu lalu. Steve semakin yakin bahwa dia harus meninggalkan pekerjaannya di Amerika demi Rindu. Steve sadar bahwa harta tidak mampu membeli segalanya. Termasuk kebahagiaan Rindu dan Bara.

Singapore Airlines mendarat juga di Bandara Changi. Dalam sekejap suasana di kabin pesawat berubah menjadi hiruk-pikuk oleh para penumpang yang sibuk mengemasi barang-barangnya, tak terkecuali aku. Tak banyak barang yang dibawa Steve, hanya tas ransel. Travel bag besar berisi barang-barang kebutuhan Steve dan Bara selama di Jakarta seperti pakaian, sepatu, dan lain-lain tersimpan di bagasi. Sedang barang-barang lain akan dikirim terpisah melalui jasa kurir.

Setelah melewati pemeriksaan, Steve berjalan dengan menenteng menggendong ransel di pundak dan menggandeng Bara menuju selasar. Pesawat baru berangkat tiga jam lagi. Steve akan mempergunakan waktu transit di Changi dengan sebaik-baiknya. Walau tidak mungkin merebahkan diri di kasur empuk, setidaknya Steve punya waktu untuk beristirahat di bangku-bangku yang tersedia dengan secangkir kopi panas sambil menyuapi Bara.

Steve mampir di sebuah kedai kopi franchise untuk memesan cappuccino dalam gelas plastik berukuran medium, air mineral, spinach quiche dan croisants. Steve menyerahkan kartu kreditnya untuk membayar pesanannya.

Steve beranjak pergi demi mencari tempat duduk yang nyaman untuk menghilangkan jetlag. Steve sengaja mencari tempat duduk di pojok yang tidak banyak dilalui orang. Dengan harapan, Steve bisa meregangkan otot-ototnya yang kaku sambil memejamkan mata barang beberapa menit.

Steve tersenyum melihat, lokasi buruannya yang ada di depan mata. Sebuah bangku panjang yang letaknya di pojok, terlindungi dari lalu-lalang orang. Bagusnya bangku itu kosong, bahkan dua bangku yang mengapitnya di depan dan di belakang. Sambil menggandeng Bara, cepat-cepat Steve menghampiri bangku itu. Steve meletakan tas ransel di bangku terlebih dahulu, barulah kemudian Steve menghempaskan bokongnya di atas bangku.

Pada saat yang bersamaan, pelayan mengantarkan pesanan Steve. Steve mengucapkan terima kasih sembari menganggukkan kepala.

Setelah Steve merasa nyaman dengan posisi duduknya. Steve menyeruput cappucino yang hampir dingin. Bara menyeruput air mineral kemudian mengunyah Spinach Quiche dengan lahap.

" Ah....segar..." Aroma kopi yang khas membuat mata Steve yang semula sayu karena kantuk dan lelah akibat perjalanan jauh menjadi segar. Steve seperti punya semangat baru.

Steve menatap Bara yang menyantap sarapannya dengan lahap. "are you hungry?"

Bara mengangguk sambil tersenyum, kemudian meneruskan makannya.

Steve mengedarkan pandangan ke segala penjuru. Steve menikmati pemandangan hiruk-pikuk orang dari kejauhan sambil menikmati Cappucino-nya. Hampir satu jam, Steve menghabiskan waktu transit-nya dengan leyeh-leyeh di bangku panjang. Steve sepertinya benar-benar menikmatinya.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Getarannya cukup mengagetkan. Steve mengambil ponselnya dari saku kanan celana panjangnya kemudia matanya melirik nama yang tertulis di layar.

Ibu! Steve sempat heran, gerangan apa yang membuat ibunya meneleponnya.

"Hello!"

"Assalamu'alaikum." Terdengar suara Ibunda Rindu di ujung telepon sana.

"Sampai mana?"

" Changi Ma..."

" Kapan kamu tiba di Jakarta, Nak?"

"Entahlah bu, ini masih harus menunggu dua setengah jam lagi untuk take off." Steve melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

"Ohhh....hati-hati di jalan ya sayang! Ini ibu sama ayah sudah siap-siap ke bandara."

"Iya bu...."

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabaraktuhu." Jawab Steve lirih.

"Grandma?" Bara menatap Steve. Steve mengangguk sambil tersenyum. Bara kembali sibuk mengunyah. Ah, sepertinya Bara kelaparan sekali. Pasalnya hampir sepanjang perjalanan di pesawat, ia tertidur pulas.


Rindu, aku datang!

Kita akan segera jumpa ibu.

Aku mau ibuku.

Kamu lapar ya?

ANGIN RINDU (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang