Pagi itu, Rindu dan anak-anak gadisnya memang sepakat ingin lari pagi. Makanya pagi-pagi sekali di hari Minggu. Najwa, Shafiga, Ica, Dina, Siti, Keysa dan Nyimas sudah menyambangi rumah Rindu.
"Assalamualaikum....ibu Rindu! Assalamualaikum! Ibu Rindu!" Shafiga tersenyum menatap Rindu
Rindu yang memang sudah bersiap semenjak Subuh. Ia langsung keluar menemui anak-anak.
"Eh sudah bangun. Kirain masih tidur." Shafiga tersenyum ketika melihat Rindu membuka pintu.
"Sudah dong! Kan sudah janji." Rindu mengamati mereka satu-persatu.
"Cuma segini? Yang lain mana?" Rindu celingukan melihat kalau-kalau ada yang bersembunyi atau menyusul.
"Iya cuma segini. Yang lain masih tidur bu..." Jawab Ica.
"Oh ya sudah....Sebentar saya kunci pintu..." Rindu segera mengunci pintunya. Setelah selesai, Ia segera memasukkan kuncinya ke dalam kantong gamisnya.
"Mau kemana kita?" Tanya Rindu.
"Jalan-jalan sekitar kampung saja bu...." Usul Nyimas.
"Ya sudah kita jalan kemana kaki kita melangkah ya!"
"Sip deh..."
Rindu dan anak-anak mulai beranjak pergi meninggalkan halaman rumahnya. Mereka berjalan beriringan sambil berbincang-bincang. Hingga rombongan mereka melintasi rumah Syifa.
Ada yang tak biasa di rumah Syifa. Kasur, lemari dan barang-barang lain ditaruh di teras rumah. Sedang bapak ibu Syifa serta Syifanya seperti sibuk mengemasi barang-barang.
"Kenapa Syifa?" Tanya Rindu heran.
"Oh Syifa katanya mau pindah ke Bogor bu, ke rumah kakeknya." Jawab Shafiga.
"Ke Bogor?" Rindu menatap Shafiga keheranan.
"Iya...." Shafiga mengangguk pasti.
"Loh rumahnya?" Tanya Rindu lagi.
"Rumahnya sudah jadi milik ibu Marwoto bu..." Jawab Dina.
Rindu terkesiap. Dia menoleh ke arah Dina dan menatapnya dengan pandangan menyelidik.
"Ibu Marwoto?"
"Itu loh bu...ibu-ibu gendut yang rambutnya selalu sasakan. Tukang rentenir di kampung ini." Jelas Ica.
Rindu mendengarkan dengan seksama. Tiba-tiba ingatannya melayang mundur pada kejadian sebulan lalu, ketika ia dan Angin melihat drama pengusiran ibu-ibu gendut dan para centengnya di rumah Syifa. Saat itu Rindu dan Angin memang berhasil memundurkan waktu selama sebulan agar bapak Syifa punya cukup waktu untuk mencari uang. Mungkin waktu itu kurang.
Rindu menyalahkan dirinya kenapa dia melupakan Syifa. Ketika Syifa sudah tidak nongol lagi ke pengajian pasaca kejadian itu. Rindu tidak berusaha mencari tahu. Karena Rindu sedang sibuk-sibuknya mengajar di tempat yang baru.
Wajah Rindu berubah sedih.
"Mampir dulu yuk...!" Ajak Rindu.
Anak-anak berpandangan dan akhirnya mereka mengikuti saja langkah Rindu menuju rumah Syifa.
"Assalamualaikum...." Rindu mengucap salam di depan rumah Syifa. Namun tidak ada orang di sana. Rindu pun mengulangnya sekali lagi dengan nada suara yang lebih kencang agar siapapun yang di dalam rumah menyadari kehadiran Rindu.
"Assalamualaikum...." Kali ini Rindu dan anak-anak mengucap salam.
"Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuhu." Terdengar suara seorang perempuan dari dalam. Tak lama kemudian, Ibu Syifa berlari tergopoh-gopoh sambil menggendong anak balitanya yang belum genap berusia dua tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGIN RINDU (Completed)
RomanceHidup Rindu Larasati, seorang penulis kenamaan yang tinggal di New York tiba-tiba berubah drastis pasca kecelakaan parah yang membuatnya hilang ingatan. Tidak ada secuil memori tentang dirinya dan masa lalunya yang tersimpan di otaknya. Seketika itu...