Hingga hari ketiga, Rindu masih setia menanti kehadiran anak-anak yang hendak belajar mengaji. Namun, kelasnya tetap sepi. Tidak anak yang datang, kecuali Angin.
"Shadaqallahul 'azhim..." Rindu memutus bacaan Angin. Angin pun mengikuti Rindu.
Angin menutup Al Qurannya dan menciumnya dengan khitmat.
"Menurutmu apakah mereka sudah bosan mengaji?" Tanya Rindu sambil menatap Angin. Angin mengangkat bahunya tanda tidak tahu.
"Atau mereka sudah bosan dengan saya?" Tanya Rindu lagi.
Angin mengangkat bahunya lagi sambil menatap Rindu. Angin bisa melihat mata Rindu memerah menahan tangis.
"Ini sudah hari ketiga, dan cuma kamu yang datang mengaji."
"Kamu tidak tahu alasan mereka tidak datang?" Rindu menyelidik. Angin mengangkat bahu lagi.
"Bohong! Mana mungkin kamu tidak tahu." Rindu mendelik dengan suara bergetar.
"Saya tidak tahu ibu...." Jawab Angin lirih, ia menunduk menyembunyikan matanya yang menyiratkan dusta. Walau Angin sebenarnya tahu, namun ia tak sampai hati menyampaikannya kepada Rindu soal isu aliran Islam garis keras yang diajarkan Rindu.
"Kamu tidak bertemu Shafiga? Dina? Nabil? Arba? Atau Putra?"
"Ketemu..."
"Kamu tidak tanya alasan mereka tidak mengaji?"
Angin bingung harus menjawab apa. Namun ia memilih aman dengan menggeleng.
"Tidak bertanya?" Rindu melotot.
Angin menggeleng, "lupa..."
Rindu tahu itu bohong. Makanya Rindu tersenyum jengah. Ia buru-buru merapihkan Al Quran dan alat tulisnya. Memasukkanya ke dalam tas. Angin diam memperhatikannya.
"Angin, saya pikir ini sudah saatnya bagi saya untuk pergi dari kampung ini. Ugas saya sudah selesai."
Angin terbelalak mendengarnya.
"Pergi?"
"Iya... kembali ke rumah orang tua saya."
"Ibu tidak mau mengajar ngaji lagi di sini?"
Semula Rindu ragu, namun kemudian ia mengangguk.
"Saya masih mau bu...."
Rindu tersenyum.
"Sakti juga pasti mau bu kalau dia sudah selesai bertanding."
Rindu tersenyum getir.
"Kau bisa mencari guru ngaji lain yang lebih baik dari saya." Rindu bangkit dari duduk sambil mencangklong tasnya kemudian beranjak menuju pintu. Angin ikut bangkit mengikuti Rindu dari belakang.
"Bagaimana kalau saya tidak mau?" Pertanyaan Angin menghentikan langkah Rindu. Rindu menoleh dan tersenyum.
"Tidak mau mengaji maksud kamu?"
"Mmmhhh bukan, tidak mau mencari guru ngaji lain."
"Kalau saya pergi lantas kamu berhenti belajar ngaji?"
Mereka berdua saling bertatapan.
"Ibu jangan pergi!" Angin dengan lirih.
"Jadi maksud kamu saya harus menginap di sini?"
Angin menggeleng sambil tersenyum. "Jangan pergi dari kampung sini bu.."
Rindu tersenyum, "entahlah..." Rindu memakai sandalnya sebelum meninggalkan teras Rumah Quran Ar Rahman, kemudian beranjak pergi menuju rumah. Angin mengikuti dari belakang.
"Bu...." Suara seorang perempuan menghentikan langkah Rindu. Rindu menoleh mencari arah suara.
"Bu Rindu...." Lisda mempercepat langkahnya menghampiri Rindu sambil membawa bungkusan.
"Pulang?"
Rindu mengangguk.
"Emang gak ada yang ngaji lagi?"
"Ada....tuh..." Rindu menoleh ke arah Angin. Begitupun juga Lisda. Angin menunduk malu.
"Hah?' Lisda menatap Rindu dengan heran. Rindu mengangkat bahunya.
"Kenapa ya bu....Kan gak hujan."
"Entahlah...."
"Nanti saya coba cari tahu ya bu..."
Rindu tersenyum getir.
"Saya pulang dulu ya...." Pamit Rindu.
"Iya deh....sama Angin?" Lisda menatap Angin yang dengan setia menanti Rindu di belakang.
"Cuma bareng sampai pengkolan..."
"Oh..." Lisda mengangguk.
"Ohya teh....mungkin saya mau istirahat dahulu dari mengajar ngaji. Toh, sudah lama juga saya belum ambil cuti." Rindu tersenyum.
"Mau liburan?" Tanya Lisda.
"Hanya menginap di rumah orang tua."
"Berapa lama?"
"Entahlah..."
"Jangan lama-lama bu! Nanti saya kangen."
Rindu terkekeh.
"Lama bu?"
Rindu diam sejenak, kemudian menjawab, "kita lihat saja nanti."
Lisda menangkap keraguan di mata Rindu. Namun Lisda tak mau bertanya lagi.
"Baiklah, saya pulang dahulu ya. Assalamualaikum...." Rindu mulai beranjak pergi meninggalkan halaman Rumah Quran Ar Rahman.
"Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh." Jawab Lisda lirih.
Angin menundukkan kepala sedikit kepada Lisda, sebelum Angin bergegas mengikuti Rindu dari belakang sambil menggandeng sepedanya, menembus gelapnya malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGIN RINDU (Completed)
RomanceHidup Rindu Larasati, seorang penulis kenamaan yang tinggal di New York tiba-tiba berubah drastis pasca kecelakaan parah yang membuatnya hilang ingatan. Tidak ada secuil memori tentang dirinya dan masa lalunya yang tersimpan di otaknya. Seketika itu...