44

293 23 0
                                    


Sudah dua hari ini Rindu tak enak badan. Demam yang menyertai influenza membuatnya terpaksa harus meliburkan kelas mengaji. Rindu sengaja tidak mengabarkan pada ayah dan ibunya karena Rindu khawatir mereka ikut panik. Padahal Rindu hanya terkena flu yang bisa sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari ke depan asal beristirahat.

Setelah seharian kemarin, Rindu hanya terbaring lemah di ranjangnya. Dan membiarkan pintu dan jendela rumahnya tertutup rapat. Pagi ini, Rindu sengaja membuka jendela kamarnya di lantai atas lebar-lebar.

Dengan tubuh yang masih belum sepenuhnya kuat. Rindu memaksakan berdiri menghadap keluar jendela. Ia sengaja menghirup udara segar di pagi hari sambil matanya sibuk berkeliaran memandang sekitar.

Rindu yang masih berpiyama membiarkan semilir angin pagi memainkan rambu-rambutnya. Terkadang Rindu harus menyibak anak-anak rambut yang menutupi wajahnya.

Saat sedang asyik mengedarkan pandang ke sekeliling. Tetiba sudut mata Rindu bertumbukan pada sesosok pemuda dengan sepedanya yang menatapnya dari bawah. Dia sengaja berdiri di bawah pohon mangga tepat di seberang rumah Rindu.

Rindu terkesiap. Refleks, Rindu segera bersembunyi ke sisi jendela yang tak terlihat dari luar. Dalam hati Rindu bertanya, "Siapakah dia?"

Buru-buru Rindu mengambil kacamata minusnya dan segera mengintip pemuda yang tadi dilihatnya.

"Angin....itu Angin...." Hati Rindu bertanya, apa yang dilakukannya di bawah sana.

Rindu sengaja bersembunyi sambil mengamati Angin. Sudah hampir tiga puluh menit berlalu. Dan Angin terlihat masih khusyuk menatap ke arah jendela kamarnya di lantai atas.

Rindu pun menyambar hijab seadanya. Pasalnya, Rindu merasa perlu untuk menyapa Angin, salah satu muridnya yang beberapa minggu ini mendadak selalu berada di sekitarnya.

Rindu melongok ke luar jendela. Pada saat yang bersamaan Angn sedang menatap ke arahnya. Angin tersenyum.

"Kamu ngapain di situ?" Teriak Rindu. Angin memberi isyarat agar Rindu segera turun ke bawah.

"Sebentar!" Rindu pun bergegas keluar kamar, menuruni tangga dan menuju ruang tamu rumahnya untuk menemui Angin yang dilihat dari kamarnya di atas.

Saat Rindu membuka pintu, Angin sudah berada di depan pintu. Sejenak mereka pandangan mereka bertumbukan. Angin menunduk.

"Assalamualaikum bu Rindu!" Angin sambil menatap Rindu malu-malu. Tangan kanannya merebut tangan Rindu untuk mencium punggung tangannya. Sedang tangan kirinya di belakang punggung seperti menyembunyikan sesuatu.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabaraktuh." Rindu membiarkan punggung tangan kanannya dicium.

"Ada apa ya?" Tanya Rindu penasaran.

"Ibu sakit?"

"Iya kemarin demam, tenggorokannya juga sakit. Tetapi sekarang sudah lebih baik.", jawab Rindu.

"Ini bu..." Angin menyodorkan bungkusan plastik hitam yang sedari tadi disembunyikan di balik punggungnya.

"Apa ini?"

"Nasi uduk..." Mata Rindu membelalak mendengarnya.

"Iya nasi uduk...siapa tahu ibu belum makan." Angin lagi.

Rindu tersenyum, "terima kasih."

"Ya udah bu gitu aja...Saya pamit..." Angin baru saja mau beranjak pergi menghampiri sepedanya.

"Angin!"

"Ya bu... Ada lagi yang bisa saya bantu?"

"Kamu tadi tidak melihat saya...." Sebenarnya Rindu mau bertanya apakah Angin melihatnya tanpa hijab waktu dirinya sedang berdiri di depan jendela kamar. Namun Rindu ragu.

"Lihat apa bu?" Angin balik bertanya pura-pura tidak tahu. Padahal, Angin sejatinya tahu maksud Rindu.

Dia memang sempat melihat gadis cantik berambut panjang berdiri di jendela kamar Rindu. Angin sempat takjub, dan tak menyangka itu Rindu. Namun saat pandangan mereka sempat bertemu sekian detik, sebelum akhirnya Rindu bersembunyi di balik jendela, Angin yakin itu Rindu, guru ngajinya yang dikaguminya. Namun, demi menjaga perasaan Rindu, Angin pura-pura tidak tahu.

"Ah lupakan!" Rindu.

"Ada lagi bu?"

"Tidak..."

"Ok..."

"Insya Allah, Senin sudah bisa ngaji lagi."

"Yang penting ibu sehat dulu ya...."

Rindu tersenyum.

"Saya pamit bu....takut dicari ibu."

"Terima kasih ya....Salam buat ibumu di rumah!" Angin mengangguk sambil tersenyum.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh." Belum juga Rindu menjawab salam dengan lengkap. Angin sudah mengayuh sepedanya dengan kencang meninggalkannya seorang diri.

Rindu segera masuk ke dalam dan menutup pintu. Tanpa menunggu lama, setelah menaruh bungkusan nasi uduknya di atas piring. Ia pun segera menyantapnya.

ANGIN RINDU (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang