Hari masih pagi. Rindu berencana keluar rumah demi membeli sebungkus nasi uduk untuk sarapan. Dan ketika ia membuka pintu rumah.
Steve sudah berdiri di depan sambil membawa sekuntum bunga mawar biru kesukaan Rindu, "Assalamualaikum Rindu..." Steve tersenyum sumringah.
Rindu cemberut namun ia harus tetap menjawab salam, "waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh...."
"Sejak kapan kau di sini?" Tanya Rindu sambil celingukan melihat kalau-kalau Steve tidak datang sendirian.
"Mungkin sejam lalu. Ini..." Steve menyodorkan mawar birunya kepada Rindu.
"Mawar biru...." Rindu memandangi mawar pemberian Steve.
"Iya....yang namanya Rindu pasti suka mawar langka itu."
Rindu memandangi mawar biru dan Steve bergantian.
"Dan ini..." Steve menyodorkan bungkusan.
"Apa ini?" Rindu mengambil bungkusan itu.
"Dua bungkus nasi uduk untuk kita sarapan."
"Kita?"
"Iya, aku dan kamu. Atau kamu ingin memakan semuanya?" Steve menatap Rindu. Rindu masih bingung.
"Boleh kok kalau kamu mau. Apa sih yang tidak aku kasih untuk kamu." Steve berusaha mencairkan suasana dengan banyolannya. Rindu cemberut tanda tidak suka.
Justru di mata Steve, Rindu terlihat menggemaskan saat cemberut. Tetap cantik. Kalau saja Steve tak ingat dengan skenario yang telah disusunnya matang-matang. Ia pasti akan mencium Rindu.
Rindu masuk ke dalam, Steve mengikuti dari belakang.
"Berhenti di situ!" Perintah Rindu jutek. Steve patuh. Ia pun keluar kembali dan memilih duduk di bangku teras.
Tak lama kemudian Rindu datang sudah membawa dua piring berisi bungkusan nasi uduk. Ia meletakkannya di meja.
"Terima kasih..." Ujar Steve.
Rindu masuk lagi ke dalam, dan kali ini dia membawa dua gelas berisi air putih. Lagi-lagi Rindu meletakkannya gelas itu di atas meja teras.
Keduanya terdiam.
"Boleh kumakan?" Tanya Steve memastikan. Rindu mengangguk. Tanpa menunggu aba-aba selanjutnya, Steve segera melalap nasi uduk di piringnya. Rindu mengambil piringnya dan mulai melahap nasi uduknya perlahan. Meski lapar, Rindu tetap memakannya perlahan, tidak seperti Steve, bule aneh yang memakan nasi uduknya dengan serampangan macam orang yang belum makan berhari-hari.
Saat nasi uduk di piring Steve sudah kosong. Nasi uduk Rindu masih setengahnya.
"Alhamdulillah...." Steve meletakkan piringnya yang kosong. Kemudian meneguk air putih di gelas hingga habis. Kemudian meletakkan gelasnya yang kosong.
"It was good...Alhamdulillah." Steve tersenyum. Rindu hanya mengamatinya sambil berusaha menghabiskan nasi uduknya.
"Butuh bantuan?" Tanya Steve basa-basi melihat Rindu yang mulai terlihat terengah-engah menghabiskan nasi uduknya. Rindu hanya tersenyum.
"Aku nyerah..." Rindu meletakkan piringnya di meja.
"Habiskan! Ada hadits yang bilang, kalau ada berkah di suapan terakhir. Boleh jadi di suapan terakhir itu yang akan membawa kita ke surga."
"Mungkin aku simpan untuk nanti. Atau kamu mau menghabiskannya?"
Tanpa ba bi bu, Steve mengambil piring itu dan menghabiskan nasi uduknya dengan semangat. Rindu hanya mengamati.
Steve bersendawa sambil menumpuk piring kosongnya di atas piringnya. "Alhamdulillah!"
Steve buru-buru menyambar gelas berisi air putih milik Rindu dan menghabiskannya. Rindu tak sempat melarang.
Setelah habis, Steve menatap Rindu, "sorry!"
Rindu bangkit dari duduk dan hendak membereskan piring dan gelas kosongnya. Namun Steve berdiri dan merebutnya,
"No...let me do!" Tanpa meminta persetujuan, Steve ngeloyor pergi masuk ke dalam membawa gelas dan piring kosong. Ia dengan cekatan mencuci gelas dan piring kosong itu. Sedang Rindu tetap duduk di teras.
Steve kembali ke teras membawa segelas air putih untuk Rindu. Saat dirinya sampai di pintu. Seorang bocah lelaki datang menghampiri Rindu.
"Assalamualaikum..." Angin mencium tangan Rindu. Angin sempat melirik sesosok laki-laki bule di balik pintu.
Steve keluar dari balik pintu. Menaruh gelas berisi air putih di meja teras.
"For you..." Steve menghempaskan bokongnya di kursi teras.
"Thanks!" Jawab Rindu.
Angin mengamati pemandangan itu dengan penuh tanda tanya. Siapakah lelaki bule itu. Apakah dia kekasih Rindu atau malah suami Rindu. Angin memandang dengan cemburu.
"Steve....ini murid saya, Angin!" Rindu memperkenalkan Angin pada Steve.
"Angin...ini Steve...." Begitupun Rindu memperkenalkan Angin pada Steve.
Angin menyodorkan tangan. Ia tak sudi mencium tangan Steve. Steve menyambut tangan Angin dan menjabat tangan Angin dengan keras.
"Awww..." Angin mengaduh.
"Oh ini Angin...." Steve sambil melepaskan tangan Angin. Akhirnya teka-teki tentang Angin yang tempo hari menelpon Rindu hingga Rindu ngotot ingin pulang itu sudah terjawab. Dia hanya bocah kecil, tak mungkin Rindu mencintai Angin.
Steve tertawa geli sendiri, mengingat dia sempat cemburu dengan Angin. Tapi akhirnya ia tahu sendiri bahwa Angin sama sekali bukan saingannya. Angin dan Rindu menatap Steve heran.
"Oh ya....kamu mau apa ya ke sini?" Tanya Rindu pada Angin. Angin grogi. Ia memasukkan tangannya ke saku celana. Meremas kertas berisi puisi yang sudah dikarangnya semalaman untuk Rindu.
"Mmmhhhh....Cuma mampir bu." Angin menunduk menyembunyikan alasan sesungguhnya.
"Kamu libur?" Tanya Rindu.
"Ini tanggal merah bu..."
"Ohya? Hahahah Saya tidak punya kalender."
"Ya udah bu saya pamit dulu..." Angin mohon diri. Baru saja Angin hendak meraih tangan Rindu lagi untuk pamitan.
"Bagaimana kalau kita jalan pagi...?"
"Jalan kemana bu?"
"ke sawah....mumpung masih pagi." Rindu lagi.
"Ayo!" Angin terlihat sumringah.
"Sebentar ya....Rindu masuk ke dalam rumah kemudian mengunci pintu rumahnya.
"Yuk...!" Ajak Rindu. Baru saja Angin dan Rindu beranjak pergi.
Steve bangkit dari duduk. "Eh tunggu! Bagaimana dengan saya?" Angin dan Rindu menatap Steve.
"Mau ikut?" Tanya Rindu.
Sejenak Steve seperti menimang-nimang keputusannya. "Ok...aku ikut...."
Angin menghampiri sepedanya dan menggandengnya agar ia bisa berjalan beriringan dengan Rindu. Steve mengikuti dari belakang. Ia segera mengarahkan remote kunci ke mobil.
"Tet tet..." Steve memastikan mobilnya sudah terkunci dengan sempurna. Baru ia menyusul Angin dan Rindu.
Itu enak
Jangan biar aku yang lakukan!
untukmu
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGIN RINDU (Completed)
RomansaHidup Rindu Larasati, seorang penulis kenamaan yang tinggal di New York tiba-tiba berubah drastis pasca kecelakaan parah yang membuatnya hilang ingatan. Tidak ada secuil memori tentang dirinya dan masa lalunya yang tersimpan di otaknya. Seketika itu...