"Sialan kau Heeko" Haruna melangkah terhuyung-huyung. Menyusuri trotoar gelap sendirian menuju halte tak jauh dari ia berada. Di tengah hembusan angin musim gugur, bibir Haruna tidak hentinya mengumpat. Setiap kakinya melangkah umpatan berbeda terus terucap dari bibir kecilnya. Masih hangat dalam otak kecil sang gadis, rasa jengkel diciptakan oleh sahabat tercinta. Meninggalkan dirinya seorang diri tanpa berucap sepatah kata apapun. Kesal? Tentu saja, secara ia harus tetap dalam kondisi sadar setidaknya sampai menemukan pintu roftoop miliknya.
Haruna menaiki bus terakhir terakhir malam itu. Ia sempat terpeleset saat menaiki jenjang bus. Beruntung sepasang tangan berhasil menangkap tubuh Haruna dari belakang. Membantu gadis itu menaiki bus dengan hati-hati.
Pemilik tangan itu juga ikut duduk disamping Haruna. Seolah ia bertugas menjaga Haruna agar bisa sampai di tujuan dengan selamat.
"Terimah kasih" Haruna berucap lirih. Dan saat kesadarannya kian menipis sang gadis berusaha memindai. Menangkap apapun yang bisa di tangkap oleh indra penglihatannya. Samar-samar netra Haruna menangkap seorang berperawakan sedang. Tidak jelas siapa dia. Namun saat kesadaran Haruna sudah benar-benar hilang yang di ketahuinya bahwa sosok yang membantunya tadi ialah seorang pria.
¤¤¤
"Dimana aku" Haruna mengerjap. Ia terbangun dan menemukan dirinya terkapar di sebuah sofa. Diselimuti selimut berbahan bulu beruang lembut warna coklat muda beraroma stoberi. Haruna mengucek matanya. Memindai apa saja yang bisa di tangkap iris besarnya. Berusaha menghubungkan apa yang lihatnya dengan kejadian terakhir kali diingatnya. Haruna tidak mampu menghubungkan. Sebab ia mendapati dirinya berada di ruangan asing. Lebih tepatnya tidak pernah didatanginya sebelumnya. Yang di temukannya adalah jam menujukan pukul tiga. Entah itu pukul tiga pagi atau tiga siang.
"Ada apartemenku?" Suara lembut dan hangat datang dari belakang Haruna.
Haruna membelalak. Jiwa yang belum sepenuhnya kembali kini melekat erat ke raganya. Spontan tubuh mungilnya berdiri dan mendongak ke arah sumber suara.
Iris Haruna menangkap seseorang di dapur. Seorang pria berpostur tubuh sedang tengah sibuk dengan aktivitas mengaduk di atas kompor. Pria itu masih muda.
"Siapa?" Haruna memutar otaknya. Mencari sebuah jawaban tentang identitas si pria. Tetap saja, sampai otaknya mencair pun Haruna tidak akan menemukannya. Sebab ini kali pertama mereka bertemu. Lantas kenapa ia bisa berada di apartemen pria yang tidak dikenalnya?. Apa yang terjadi sebenarnya?. Kenapa bisa berada disini? Apa pria itu sudah mencelakainya. Haruna bergidik ngeri ketika otak bebalnya terus menelurkan prasangka buruk yang bisa saja terjadi.
"Aku orang yang nyaris menyelakaimu" Jantung Haruna berdesir. Nafasnya sesak. Apa maksud kalimat 'nyaris menyelakai' itu?. Jangan sampai pikiran buruk yang terus menari di otaknya benar adanya.
Haruna meraba seluruh tubuhnya. Memeriksa yang dikenakannya masih lengkap tanpa ada yang tertanggal. Semua masih lengkap dan tidak berpindah tempat. Namun perasaan Haruna tetap saja tidak enak. Seolah pria itu menunggu dirinya sadar dan menghabiskan malam bersama. Ayolah, apa seburuk itu deskripsi pria manis hadapannya ini.
Pria itu bangkit dan hendak mendekati Haruna. Bermaksud memeriksa keadaannya. Namun Haruna malah mengartikan lain. Haruna beringsut mundur. Menyilangkan tangan untuk membentengi diri. Bahaya bisa datang dari mana saja. Dan Haruna hanya punya sepasang tangan untuk dijadikan perisai.
"Sudah lebih baik?" Pria itu mempertanyakan keadaan Haruna. Ia memperhatikan Haruna tampak pucat dan nyaris roboh. Efek mabuk tadi malam belum sepenuhnya hilang dari Haruna. Kepalanya sungguh berat di topang. Akan tetapi ia tetap memaksakan diri. Hingga harus kehilangan keseimbangan dan
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY MEETS EVIL || Min Yoongi
Hayran KurguYoo Heeko, gadis keturunan Jepang dan Korea mencoba mencari peruntungan di negeri Ginseng sembari belajar hidup mandiri. Gadis itu baru saja mulai menata hidup barunya. Membeli sebuah apartemen di Kota Seoul. Siapa sangka apartemen yang di beli deng...