Mentari pagi yang biasa tersenyum indah kini berganti dengan senyum menyakitkan.
☁☁☁
Happy Reading!
Awan berusaha mencegat langkah Langit yang baru saja keluar dari garasi mobil guna mengeluarkan motor baru yang baru saja di belikan Bulan semalam.
Janji Bulan yang akan membelikan nya motor besar sebagai sogokan kini sudah di penuhi dan membuat senyum Langit begitu lebar.
Dia berencana akan membawa motor tersebut ke sekolah bersama teman-teman barunya yang sudah menunggu di jalan Pattimura untuk berangkat bersama.
"Kak berhenti!" Awan mengejar Langit yang tak menggubris kehadiran sejak tadi. Dia mempercepat langkah untuk mengejar Langit yang sudah bersiap-siap menjalankan motor barunya.
Helm teropong berwana hitam seperti warna motor membuat kesan maskulin semakin terpancar. Berulang kali Langit mengecek gas motor agar dia tahu sampai mana kekuatan mengebut yang bisa dia gapai.
Noah: udah berangkat belum? Kita semua udah nunggu lo di sini.
Langit melihat pemberitahuan pesan dari Noah yang tertera di layar ponsel. Dia mengambil earphone tidak berkabel dari saku jaket dan menyumbat nya ke kedua telinga dengan memutar lagu dari salah satu penyanyi favorit— Liam Payne— For You— dengan volume suara penuh agar konsentrasi mengendarai motor tidak terganggu.
"Kak gue perlu ngomong sama lo!" Awan menghentikan langkahnya yang tak bisa mencegah Langit yang sudah memutar gas untuk keluar dari perkarangan rumah.
Membuat Awan berdecak kesal. Dia buru-buru memutar tubuh dan membuka mobil nya guna mengejar laju motor Langit yang akan seperti orang kesetanan.
Dari arah kejauhan Langit bisa melihat dengan jelas sosok-sosok teman barunya yang akan mengisi seluruh hari yang ia punya selama bersekolah di sana.
Cowok berambut cokelat terang membuka kaca mata hitam saat motor Langit berhenti tepat di samping mobil milik nya.
"Gue kira lo bakalan lama," ucap Noah, mendekati Langit yang masih duduk di atas motor tanpa ada niatan turun. "Berangkat sekarang? Mereka udah pada siap di dalam mobil masing-masing." Noah menunjuk tiga mobil yang sama dengan nya sudah terparkir rapih di belakang mobilnya.
Sembulan kepala Lamar dari kaca mendapatkan perhatian dari Langit yang menyipit menatapnya karena terkena paparan sinar matahari secara langsung.
"Woy Langit! Lo lihat di dalam mobil gue ada cewek cantik." Lamar menunjuk Sina yang duduk di bangku depan. "Beruntung banget kan gue bisa satu mobil sama dia?!"
"Lamar diam! Bikin malu," Sina mencubit pergelangan tangan cowok berkulit hitam itu sebal. Dia harus terpaksa ikut bersama cowok itu karena mobil kesayangannya harus masuk bengkel mobil pagi ini.
Sedangkan mobil yang di tumpangi Shivani dan Queen ada di belakang mobil Lamar. Mereka berdua bersyukur tidak satu mobil dengan Lamar yang ada nanti mood mereka hancur seketika.
Hina ikut menyembulkan kepalanya ke luar jendela. Dia sedikit berteriak agar bisa mendapatkan perhatian dari mereka karena mobilnya berada paling belakang.
"Jadi berangkat nggak sekarang?! Kita harus jemput Pelangi ke rumahnya biar bisa berangkat bareng. Tadi gue udah ngirim Line ke dia dan dia udah nungguin kita di gerbang rumah."
Mereka semua yang berada di dalam mobil menyebulkan kepalanya keluar menatap Hina yang menunjuk layar ponselnya.
"Sabar wouy!" Teriak Shivani yang sibuk mengaca di spion mobil. "Rambut gue belum rapih, nih. Gue nggak mau berangkat sebelum penampilan gue bagus."
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Can't See The Sun √
Jugendliteratur[ FOLLOW TERLEBIH DULU SEBELUM MEMBACA ] Squel Bintang.. Kembar identik dengan paras tampan yang sangat menggoda iman para kaum hawa harus pindah sekolah dari salah satu Senior School tersohor di Amerika ke Indonesia hanya untuk mewujudkan mimpi mer...