☁ 40. If I Can't See The Sun

1.1K 88 19
                                    

Tuhan, juga tahu kalau kita di takdir kan untuk bersama. Tapi kenapa kamu malah melawan takdir itu hanya demi seseorang yang tak mencintaimu dengan tulus?

☁☁☁

Happy Reading!

Pria berjas putih keluar dari sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat sosok Awan yang koma. Ia melangkah ke gerombolan remaja yang sejak tadi menunggu nya untuk memberikan kabar kondisi Awan saat ini.

"Pasien bernama Awan koma, dan dia kehilangan banyak darah di bagian kepalanya. Kemungkinan hantaman keras yang menimpa kepalanya itu sebagai sebab utama dia tak bisa sadarkan diri sampai saat ini. Saya kurang tahu kapan Awan akan kembali sadar dari komanya." ujar pria berjas putih itu sendu. Menatap satu persatu remaja tersebut yang saling berpelukan. Ia juga bisa melihat Gabriel cewek berambut keriting itu menahan tubuhnya agar tidak terjatuh saking takutnya kehilangan Awan.

"Tapi apa kemungkinan Awan bisa sadar dalam waktu dekat dokter?" Tanya Bailey, ia tanpa sadar memeluk Queen erat. Mereka semua yang menjadi saksi mata kejadian tersebut ikut ke rumah sakit untuk memastikan kondisi Awan yang tak pernah mereka pikirkan sebelumnya.

Bahkan Bailey tidak sadar kalau musuhnya kini berada di dalam dekapannya penuh air mata. Sedangkan Sabina berada di pelukan King. Sosok Gabriel terduduk di bangku panjang dengan tangan menyentuh dinding agar ia bisa punya pegangan. Beda halnya dengan Lamar yang ketakutan di jadikan sebagai tersangka oleh mereka semua.

"Saya kurang tahu," dokter itu membernarkan kaca mata minus nya. "Karena Awan benar-benar gak bisa di prediksi melihat kondisinya."

Mereka menunduk berbarengan dengan pemikiran yang berbeda. Mungkin Queen dan Lamar memang tak dekat atau kenal dengan Awan tapi sosok Langit sebagai teman mereka membuat keduanya merasa cemas.

"Dan kami gak punya kantong darah cadangan buat Awan," mereka serempak mengangkat kepala dan menatap dokter itu bingung. "Awan kehilangan banyak darah dan dia butuh pendonor darah agar dia bisa tetap bertahan."

"Pakai darah saya saja dokter," Gabriel menghapus air matanya dengan tubuh berdiri tegak. Jika di tanya siapa orang pertama yang akan maju maka jawabannya sudah pasti Gabriel. Gabriel sudah di anggap menjadi anak bagi Arfa dan Gabriel akan membalas itu dengan memberikan sedikit darahnya. Agar Awan bisa bertahan dan kembali seperti semula.

"Darah saya juga dok," Sabina mengangkat satu tangannya. Ia juga tidak mau kehilangan Awan hanya karena tidak memberikan darah nya.

"Saya juga dok," serempak King, Queen, Lamar dan Bailey berucap. Mereka tidak mau kehilangan sosok Awan begitu saja.

Namun, dokter itu malah tersenyum kecut melihat ke antusias mereka. "Kalian pasti sangat sayang dengan sosok Awan sampai kalian mau mendonorkan darah. Tapi sayangnya darah milik Awan sangat langka dan kemungkinan kecil darah kalian sama dengan dia."

Mereka terdiam bersamaan. Lalu sosok Gabriel melangkah mendekati sang dokter dengan tubuh yang hampir limbung. "Emang darah milik Awan apa dokter?"

Lagi, dokter itu menatap satu persatu wajah mereka. Ia menghela nafas berat kemudian menjawab, "Ab negatif, dan darah itu gak di miliki banyak orang di Indonesia. Hanya pihak keluarga yang bisa memberikan donor darah ke Awan."

"Ab negatif?"

Hening.

Tak ada satupun yang berani bersuara. Mereka seperti memahami situasi yang tak berada di pihak mereka. Tetapi, dua sosok orang dewasa berjalan tergesa-gesa ke arah mereka dari jalan berbeda. Membuat mereka mengalihkan perhatian ke sosok tersebut.

If I Can't See The Sun √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang