☁ 33. If I Can't See The Sun

1.2K 67 8
                                    

Bibir tersenyum bukan berarti aku bahagia. Karena aku sedang mencoba untuk terlihat baik-baik saja di saat hati ku terluka.

☁☁☁

Happy Reading!

Delapan belas tahun sebelumnya.

Bulan berlari secara tetatih saat ia baru saja keluar dari Taxi menuju sebuah rumah yang sudah lama tak ia datangi.

Selama perjalanan kembali ke Jakarta menggunakan bus Bulan mencari cara bagaimana dia bisa datang lebih cepat ke rumahnya sebelum Rangga menemukan nya.

Di perjalanan banyak pasang mata yang memperhatikan kondisi Bulan yang menggunakan pakaian dan sandal rumah sakit.

Luka di bagian tangannya akibat mencabut jarum infus Bulan abaikan begitu saja walaupun darah tak berhenti-henti keluar. Ia berusaha menghentikan nya menggunakan plester yang ia beli di salah satu Alfamart.

Namun, Bulan melupakan satu hal kalau luka di bagian kepalanya juga ikut terbuka karena dia terlalu banyak bergerak.

Dan sekarang Bulan baru bisa tenang saat ia sudah masuk ke rumahnya untuk merapikan seluruh barang-barang yang akan ia bawa.

Bulan sudah memutuskan untuk kembali ke Amerika hari ini agar ia bisa meninggalkan semua orang yang selalu meributkan nya.

Tetapi suara decitan pintu dari bawah membuat aktivitas Bulan terhenti. Ia melirik ke bawah untuk melihat siapa yang datang. Jangan sampai itu Rangga atau usahanya akan sia-sia.

"Kemana lagi gue harus nyari Bulan?!" Arfa menghempaskan tubuhnya di atas sofa ruang tamu. Ia baru saja mencari keberadaan Bulan yang menghilang begitu saja tanpa ada jejak. Sejak kepergian Bulan yang tiba-tiba hilang setelah kecelakaan itu membuat semua orang hampir gila termasuk dirinya.

Arfa tak memperdulikan tentang sekolahnya lagi. Ia selalu membolos setiap hari hanya untuk bisa menemukan petunjuk keberadaan Bulan yang entah kemana.

Dan keberadaan Rangga juga tiba-tiba hilang di waktu yang sama. Yang Arfa ketahui kalau Rangga pindah sekolah secara diam-diam dikarenakan Arfa menemukan data perpindahan siswa saat ia berada di ruangan guru untuk menaruh buku-buku pelajaran.

"Apa perlu gue harus berenang di lautan samudera? Mungkin aja Bulan bersembunyi di sana," Arfa masih meracau tak jelas karena kegagalannya yang tak menemukan satu petunjuk pun. Jangan di tanya kondisi Arfa yang sekarang dikarenakan sangat jauh berbeda dari biasanya.

Rambut acak-acakan tak jelas. Seragam yang keluar, kantung mata yang sudah mirip seperti panda dan paling parah tubuh Arfa sangat kurus sekarang. Ia jarang untuk makan dikarenakan nafsunya tiba-tiba hilang begitu saja saat kepalanya di penuhi tentang Bulan.

Arfa sangat membutuhkan Bulan untuk menjadikan dirinya seperti dulu. Bulan adalah sumber kehidupan Arfa yang tak bisa di bantah. Jika seandainya Arfa tak bisa menemukan Bulan dalam waktu dekat. Sudah dipastikan Arfa akan terkena tipus.

Mata cokelatnya tak sengaja melihat bercak darah di atas lantai. Arfa spontan langsung berdiri dan melirik ke lantai dua yang juga terdapat bercak di sekitar tangga.

Tanpa takut Arfa menaiki tangga tersebut dengan mata penuh awas. Ia hanya berpikir kedua kemungkinan. Pertama; di atas pasti ada orang yang sedang terluka atau kemungkinan kedua; ada binatang yang terluka berada di atas sana. Tinggal Arfa lihat mana yang benar daripada penasaran.

"Bu-bulan?!" Arfa terkejut ketika pintu terbuka lebar. Menampilkan sosok Bulan yang sedang sibuk memasukan baju ke dalam koper besar.

"Ya Tuhan, ini Bulan, kan? Bukan cuma ilusinasi gue lagi," Bulan menoleh ke Arfa dengan mulut terbuka. Ia sangat terkejut Arfa sudah berdiri di sampingnya dengan tangan yang siap memeluknya erat.

If I Can't See The Sun √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang