☁ 11. If I Can't See The Sun

1.7K 83 7
                                    

Mereka kembali membawa teka-teki dan luka yang sama..

☁☁☁

Happy Reading!

Sabina mendorong adik kelas yang sedang mengerumuni papan Mading yang berisi pengumuman audisi.

Sosok Bailey menatap satu persatu adik kelas tersebut dingin sehingga mereka mundur teratur daripada harus berurusan dengan Kaka kelas macam Bailey.

"King Lo masuk!" Sabina berteriak memanggil cowok berdarah campuran itu dengan telunjuk menyentuh Mading.

"Serius!?" King menyerobot masuk dengan wajah senang. "Yes! Gue lolos!" King memeluk Sabina refleks. Menggoyangkan tubuh cewek tersebut di dalam pelukannya.

"Eh, nama Lo, gue, Awan dan Gabriel juga ada!" Bailey tersenyum lebar sampai matanya menjadi sipit. Sudah ia duga akan masuk ke dalam babak selanjutnya dengan mudah.

"Gue masuk?!" Sabina melepaskan pelukan King. Kedua matanya cepat mencari namanya di deretan nama. senyuman mengembang pun terlukis dengan tubuh jingkrak-jingkrak senang. Satu tahap lagi impiannya akan terwujud.

"Kalian berisik! Kayak baru pertama kali lolos audisi," cibir Gabriel yang berdiri di dekat tiang. Cewek keriting tersebut malas harus ikut masuk desak-desakan hanya untuk mencari namanya dikarenakan dia sangat yakin akan lolos.

King menoleh, "Ini pertama kalinya gue lolos dan berkat latihan bareng kalian!" Berjalan mendekati Gabriel. "Makasih udah mau terus-terusan ngajarin gue."

"Kayak sama siapa aja," sahut Awan yang baru datang setelah keluar dari toilet. "Kita akan berjuang bersama-sama untuk menggapai impian kita selama ini."

"Tentu saja! Karena Gue mau tunjukkan ke dunia kalau gue pantas jadi penari terkenal kayak Michael Jackson." Sabina ikut gabung diikuti Bailey dari samping.

"Seandainya dia juga...." Mereka serempak menoleh ke Noah yang heboh sendiri di depan mading.

"Nama Lo paling atas Lang!" Teriak Noah yang berada di atas pundak Lamar. Cowok berambut cokelat tersebut meminta Lamar untuk menggendong tubuhnya agar bisa melihat nama-nama mereka tanpa perlu harus desak-desakan lagi.

"Kalau nama gue gimana?!" Sina berlari kecil mendekati Lamar guna mencari namanya.

"Nama Lo di nomor empat puluh Sina! Shivani nomor delapan puluh sembilan, Sofya nomor empat ratus lima, Hina nomor tujuh puluh dua, Queen nomor dua belas, Lamar nomor delapan, Pelangi nomor dua dan gue nomor seribu lima puluh tujuh." kata Noah, menyebutkan nama teman-teman nya tanpa melepaskan matanya dari Mading.

"Gila nomor Lo jauh amat," komentar Queen. Mendorong tubuh adik kelasnya pelan agar bisa melihat namanya di Mading. "Yay! Pesta besar-besaran di rumah gue malam ini, yah! Karena Gue masuk lima belas besar."

"Emang nyokap Lo bakalan ngijinin?" Shivani ikut berdiri di samping Queen.

"Tenang aja, kalau nyokap nggak ngijinin gue bakalan minta duit ke bokap buat neraktir kalian di tempat biasa," ucap Queen enteng, tak mau ambil pusing tentang Mama nya yang terkenal cerewet tersebut.

"Kalau kalian nggak bisa ngerayain di rumah Queen. Lebih baik di rumah gue aja. Bosen gue di rumah sendirian." Noah turun dari atas tubuh Lamar. "Gue teraktir kalian apa aja malam ini."

If I Can't See The Sun √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang