☁ 13. If I Can't See The Sun

1.6K 80 9
                                    

Penantian itu tak akan membuahkan hasil.

☁☁☁

Happy Reading!

Awan berjalan di koridor seorang diri dengan telinga di sumpal AirPod biru Dongker. Memutar lagu yang sangat ia sukai sejak lama — The Vamps — Just My Tipe — menemani setiap langkahnya menuju kelas.

Lirik lagu tersebut membuat Awan mengingat wajah Pelangi yang sedang tertawa saat audisi. Entah kenapa sejak itu Awan selalu memikirkan cewek tersebut. Ingin mendekati tapi tak memiliki keberanian melihat dua sisi yang berbeda.

Awan berada di Genk musuh Pelangi yang tak mungkin bisa membuatnya dekat dengan cewek tersebut.

"Aduh gimana, nih. Gue belum ngerjain tugas dari Bu Ina." Awan menoleh melihat Pelangi yang gusar membuka lembaran kertas di tangan. Cewek tersebut tak memerhatikan Awan yang sudah berdiri tiga langkah darinya.

"Mana hari ini itu guru masuk lagi. Gue yakin bakalan di hukum kalau nggak ngumpulin ini tugas," Pelangi terus-menerus membuka lembaran tersebut. Alisnya yang tebal itu terkadang menukik saat matanya menatap rumus kimia yang tak pernah dia pahami.

Awan rasanya gemas sendiri melihat ekspresi Pelangi. Mengeluarkan ponselnya untuk mengabadikan wajah Pelangi yang tak mungkin dia temui nanti.

Cekrek!

Pelangi mengangkat kepalanya dari kertas. Menatap Awan yang tersenyum kecil kearahnya sambil berjalan.

"Lo ngambil foto gue Lang?" Pelangi menutup buku tersebut kesal dikarenakan Awan sudah mengambil fotonya secara diam-diam dan menggunakan flash sehingga cahaya menerpa wajah.

"Lang?" Awan menaikan satu alisnya ke atas. "Kayaknya Lo berpikir kalau gue Langit," Awan mengintip sedikit tulisan di depan cover buku yang tadi Pelangi buka.

"Sori, Lo pasti Awan, kan?"

"Bisa di bilang gitu, sih." Awan mengambil buku Pelangi tanpa ijin lagi. Membuka halaman yang terlipat di bagian atas. "Lo ada PR? Mau gue bantuin gak?"

"Kayaknya gak perlu," Pelangi mengambil kembali buku nya. "Gue duluan ke kelas."

"Tunggu! Kita belum kenalan," Awan mencengkal tangan Pelangi erat sehingga cewek itu menoleh ke belakang. "Gue Awan, adik kembarnya Langit."

Pelangi melirik tangan Awan yang masih mencengkal tangannya. Lalu, menatap Awan tak suka. "Gue Pelangi. Pacar Langit."

Awan melepaskan cengkalan tersebut dengan wajah jenaka. "Enggak perlu di pertegas juga. Gue udah tahu kalau Lo itu pacar dia. Ah, gue lupa kalau Lo itu sebenarnya cuma pelampiasan dia,"

Kedua alis Pelangi terangkat sempurna. Tak mengerti ucapan Awan yang seolah mengejek nya. "Maksud Lo apa ngomong kayak gini ke gue? Gue tahu Genk kita ini nggak pernah akur. Bukan berarti Lo bisa ngehina gue seenaknya."

"Emang Lo gak tahu yang sebenarnya?" Awan melipat tangannya di dada. "Atau mungkin Lo emang gak tahu apa-apa tentang Langit? Gue tebak kalau Lo juga gak tahu tentang alergi yang di miliki Langit."

Tangan Pelangi mengepal keras. Entah kenapa bicara dengan Awan membuat mood nya menjadi jelek. "Gue emang belum tahu apapun tentang dia. Tapi, seharusnya Lo gak perlu ngomong kayak gini ke gue Awan."

Pelangi membalik tubuhnya dengan tangan memeluk buku. Tidak menyangka bicara dengan Awan akan merusak mood.

"Lo harus tahu satu kebenaran tentang Langit," ucapan Awan sukses membuat Pelangi berhenti tanpa menoleh. "Kalau sebenarnya Lo itu cuma pelampiasan dia semata yang lagi bosan dengan Gabriel!"

If I Can't See The Sun √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang