Andai saja aku bisa merasakan sakit yang kamu rasakan saat itu. Aku pasti tak akan melukai mu..
☁☁☁
Happy Reading!
Bulan siang ini sedang berjalan-jalan di taman hijau yang tak terlalu jauh dari tempat tinggalnya berada. Dia ingin merilekskan pikiran yang tak pernah lepas dari kejadian delapan belas tahun yang lalu.
Hampir dua hari Bulan bermimpi tentang kejadian tersebut yang sudah membuatnya trauma berat harus kehilangan dia.
Bulan mengambil duduk di sebuah podium dekat dengan tempat bermain anak kecil.
Dia jadi teringat kenangan manis dulu saat pertama kali kedua kembar nya bermain di taman. Mereka berdua sangat bahagia walaupun belum bisa berjalan dengan lancar.
Bulan yang memegang tangan mungil Langit. Membantu anak sulungnya untuk bisa berjalan dengan lancar di atas taman pasir.
Sedangkan Awan bersama Arfa menaiki perosotan anak kecil. Agar membuat Awan bisa tertawa lagi setelah menangis karena tak bisa menaiki ayunan yang bukan untuk anak kecil.
Tawa dari Awan dan senyuman Langit yang bahagia membuat hati Bulan berdesir senang. Tapi, dia juga merasakan rasa sesak di waktu yang sama.
Justru Bulan menutupi itu semua dari Arfa karena suaminya itu paling tak suka melihat Bulan sedih.
Memori tentang kenangan dulu perlahan membuat bibir Bulan terangkat ke atas. Dia sangat bahagia bisa memiliki dua anak kembar yang tampan dan suami yang perhatian. Di mana lagi Bulan bisa menemukan kebahagiaan seperti ini?
Hanya mereka bertiga yang menjadi alasan utama Bulan untuk tetap tersenyum setiap hari nya.
"Apa kabar Bulan?" Suara bass yang pernah Bulan dengar dulu membuat lamunan Bulan buyar seketika. Dia mendongak ke samping dengan tubuh menegang.
"A-arden?" Bulan tak salah kalau pria yang sedang berdiri menghadap lurus itu adalah mantannya. Kenapa bisa Arden berada di sini?
Arden merendahkan sedikit kepalanya agar bisa menatap Bulan yang masih terkejut dengan kehadiran nya. "Iya, aku di sini. Apa kamu merindukan aku seperti aku merindukanmu my Bulan?"
Bulan tidak menjawab dikarenakan dia masih terkejut dengan kehadiran Arden. Dia mengerjap pelan saat Arden mengambil duduk di sampingnya dengan senyuman mematikan yang pernah Bulan lihat dulu.
"Apa kamu sedang mengenang masa lalu kita berdua?" Arden mengubah tatapan ke depan menghadap anak kecil yang sedang bermain perosotan.
"Ba-bagaimana bisa Lo ada di sini?" Bulan menunduk sebentar setelah bisa menghilangkan keterkejutannya. Dia memberanikan diri melirik Arden lewat bulu matanya.
"Ternyata bahasa yang kamu pakai masih belum berubah," Arden menoleh ke Bulan. "Masih ngasih jarak ke aku setelah kita putus," Dia tersenyum sangat kecil seperti garis tipis. "Padahal aku berharap banget kamu udah gak ngasih jarak lagi ke kita, kayak dulu."
"Apa tujuan Lo sebenarnya datang ke sini?" Bulan tak ingin mengungkit masa lalu yang sudah dilupakan.
Tanpa permisi Arden menaruh tangannya di atas kepala Bulan lalu mengelus nya dengan sayang, "Aku kesini mau ketemu sama kamu Bulan. Rasanya aku gila gak bisa ketemu sama kamu selama delapan belas tahun,"

KAMU SEDANG MEMBACA
If I Can't See The Sun √
Teen Fiction[ FOLLOW TERLEBIH DULU SEBELUM MEMBACA ] Squel Bintang.. Kembar identik dengan paras tampan yang sangat menggoda iman para kaum hawa harus pindah sekolah dari salah satu Senior School tersohor di Amerika ke Indonesia hanya untuk mewujudkan mimpi mer...