☁ 6. If I Can't See The Sun

2.3K 103 0
                                    

Satu tahap lagi aku akan bisa mendapatkan apa yang aku inginkan selama ini..

☁☁☁

Happy Reading!

Langit memperhatikan setiap orang yang sedang mengantri untuk masuk ke ruangan OSIS. Dari mata yang Langit tangkap kalau mereka semua adalah orang-orang yang memiliki bakat dance modern yang tak bisa Langit anggap remeh.

Mungkin saja salah satu dari mereka semua ada yang memiliki kemampuan lebih baik daripada bakat yang ia miliki. Tapi, bukan Langit namanya kalau takut dan menyerah begitu saja sebelum mencoba. Sudah sering dia mengikuti ajang pencarian bakat di Amerika dulu. Bagi Langit, sekarang ini hanya hal kecil yang tak perlu di khawatirkan.

"Semua udah kumpul di sini," Noah membawa seluruh teman-teman nya ke hadapan Langit dengan ekspresi wajah yang berbeda-beda. Langit menatap manik mereka satu persatu dengan tatapan menilai. Dia akan mencari cara untuk membuat mereka bisa lolos dari audisi tersebut. Ini semua Langit lakukan hanya karena kesetiaan kawan mereka yang tak di ragukan.

"Gue sebenarnya nggak mau ikut Lang," Shivani memainkan sepuluh jarinya gelisah. "Badan gue kaku banget sama dance dan gue nggak mau buang-buang waktu cuma ikut audisi yang gak akan pernah bisa gue lewatin. Yang ada nanti hati gue malah hancur."

Hina memeluk tubuh Shivani dari samping. Ia juga merasakan apa yang di rasakan Shivani. Sejujurnya dia juga tak ingin ikut karena terlalu takut menerima kenyataan yang akan membuatnya terluka dalam.

"Tapi, kalau kita nggak mencoba. Bagaimana kita bisa tahu?" Queen berdiri di samping antara Sina dan Lamar. Menunjukan foto copy kartu pelajar nya. "Minimal ada kata mencoba daripada nggak sama sekali, iya gak?" Queen meminta persetujuan Lamar.

Lamar mengangkat ibu jarinya di udara dengan senyum di buat menyakinkan, "Yang di bilang Queen itu ada benarnya loh. Kalau kita gak mencoba. Bagaimana kita bisa tahu kemampuan kita sampai di mana?"

"Lagian Langit bersedia mengajari kita nanti pulang sekolah," Sina ikut membuka suara. "Gue sama Pelangi juga bakalan bantu kalian semua untuk bisa lolos audisi nanti."

Gerombolan Bailey berjalan melewati mereka yang berdiri di dekat tembok agar tidak menggangu para pendaftar yang sedang mengantri dikarenakan mereka sedang menunggu Pelangi yang belum datang.

Tatapan sinis mereka berikan untuk Bailey yang mengangkat dagunya tinggi. Lalu, mereka mengambil antrian di belakang anak-anak yang lain agar bisa mendaftarkan diri.

"Emang kalian masih mau di hina terus sama mereka?" Noah menunjuk Bailey yang sibuk merapikan jambul nya. "Kalau gue, sih, enggak mau. Mana tadi tatapan dia ke kita itu sangat meremehkan."

"Walaupun kita lolos audisi bukan berarti kita bakalan bisa menjadi kandidat yang akan di kirim ke German." Shivani semakin menundukkan kepalanya. Ia benar-benar takut menerima kenyataan pahit setelah mendapatkan hal manis di awal.

"Kalau pikiran Lo kayak gini terus. Gimana kita bisa ngalahin mereka?" Lamar berdecak sebal, "Intinya kita fokus aja dulu buat lolos setelah itu kita fokus untuk bisa masuk menjadi kandidat dan ngalahin mereka semua. Apalagi itu muke pucet bikin gue pengen nampol mulu setiap ngeliat nya." Lamar mengepalkan tangannya dan meremasnya dengan mata tertuju ke kepala King. Berharap yang sedang ia remas adalah kepala dari pemilik muka pucat tersebut.

If I Can't See The Sun √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang