Prolog

250K 17.2K 790
                                    

"Saya ... saya ...." Pria yang sudah rapi dengan setelan berwarna putih khas pengantin Jawa Barat itu tidak bisa mengendalikan kegugupannya. Keringat sebesar biji jagung bercucuran di keningnya. Pria yang ditumbalkan itu melirik ke sekelilingnya. Tatapan dua singa siap mengamuk dari dua wanita paruh baya yang berdandan cetar membahana badai membuatnya bergidik. Belum lagi tatapan tajam dari dua pria paruh baya yang menghunus dari arah depan dan arah belakangnya membuat pria muda itu tidak bisa berkutik.

"Kita ulangi lagi," ucap Pak Penghulu yang membuat pria itu semakin pias.

Ini kali ketiga si pria mengucapkan ijab kabul pernikahan. Konon katanya jika ketiga kalinya gagal maka pernikahan bisa dibatalkan. Akal bulusnya yang didukung oleh akal bulus sang pengantin wanita merencanakan pernikahan ini supaya gagal. Tapi, apa kabar dirinya di sini yang diadili di tengah-tengah keramaian suasana akad nikah ini. Dia belum berencana untuk mati diterkam dua induk singa yang akan mengamuk jika dia membatalkan pernikahan. Belum lagi haknya sebagai anak mungkin akan dicabut oleh sang kepala keluarga karena mempermalukan keluarga.

Pria itu semakin pias, dia menutup matanya dan menjabat tangan sang calon mertua. Ajaib ... dia lancar mengucapkan ijabnya hingga suara SAH mengalun dan berhasil membuat pria itu syok berat.

Bukan hanya si pria yang syok berat, si wanita yang berada di ruang tunggu juga tidak kalah syok.

"Emang si prevent itu tidak bisa diajak kompromi ... bagaimana bisa malah jadi sah," omelnya sambil berjalan gusar ke sana-kemari.

Wanita itu tidak memperdulikan keribetan kebaya modern yang dikenakannya dan terus berjalan ke sana-kemari seperti setrikaan. Tatapan melotot si penata rias setengah matang, karena melihat tingkah pengantin yang tidak bisa diam itu juga diabaikannya. Geregetan, si pria setengah matang itu langsung menahan tangan si wanita sebelum tangan-tangan yang sudah dihiasi itu merusak karya masterpiece-nya.

"Baru kali ini, eike ketemu pengantin kagak bisa diem macam yey. Sekarang diam, yah, cantik," ucap pria setengah matang itu penuh ancaman pada si mempelai wanita dan menuntun wanita itu untuk duduk.

Tangan lentik pria itu membenarkan beberapa bagian riasan pengantin yang dia rasa kurang. Sambil menasehati ke sana-kemari yang membuat si mempelai wanita menahan umpatan. Tak berapa lama pintu diketuk dan menampilkan petugas WO yang mengabarkan pengantin untuk segera bersiap-siap keluar.

Si pengantin wanita mempertahankan posisi duduknya yang membuat dua orang pihak yang juga merupakan sahabatnya harus turun tangan menarik wanita itu agar berdiri. Dengan langkah yang diseret, wanita itu berjalan diapit ibu kandung dan ibu barunya. Jika kedua ibu memasang wajah paling bahagia maka si mempelai memasang wajah frustasi.

"Senyum, Dek ...," tegur sang ibu berbisik seraya mencubit pinggang anaknya yang sebenarnya tidak sampai kulit karena pakaian berlapis yang dikenakan si pengantin

Sepasang pengantin itu dipertemukan di pelaminan dengan wajah paling aneh sepanjang sejarah pesta pernikahan. Keduanya harus diseret agar mau berdiri berdampingan. Mata dua wanita paruh baya yang berperan melahirkan keduanya ke alam dunia ini berulang kali memasang pelototan untuk membuat kedua pengantin itu bertindak normal.

"Aduh, Jeng ... kayaknya periasnya super hebat, yah, Nitya kelihatan beda banget," ujar seorang wanita paruh baya memperhatikan mempelai pengantin yang terlihat jauh berbeda dari terakhir kali dia temui.

Ibu hajat hanya tersenyum canggung menanggapi ucapan tamuanya. Dengan isyarat matanya, dia meminta pihak WO untuk membawa si ibu-ibu itu agar tidak berlama-lama di pelaminan.

Si pengantin hanya mencibir tanpa suara mendengar ucapan si ibu itu. Pastinya si ibu tadi tidaklah mengenal mempelai pengantin dan keluarganya dengan baik. Jelas saja mana mungkin efek make up bisa merubah drastis penampilan hingga tinggi badan pun bisa menyusut.

"Kok, mempelainya beda, yah, sama yang ada di foto?"

"Iya, beda banget, yah."

"Kelihatan lebih muda, sari mukanya juga beda."

Selentingan-selentingan itu terus terdengar dari para undangan. Kedua mempelai pengantin santai-santai saja, bahkan keduanya makan dengan lahap. Tapi, tidak dengan orang tua mempelai yang pucat pasi dan bergerak salah tingkah.

Paradise GardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang