45. Terperangkap

53.3K 8K 624
                                    

Pintu itu perlahan terbuka, entah karena Kalandra yang terus menggerakan handle, atau memang seseorang yang memiliki ruangan di dalam sana membukakan pintu untuk mereka. Pintu itu mengeluarkan suara seperti dalam film horor saat terbuka, membuat pasangan itu bergidik ngeri. Dengan ragu, keduanya melangkah memasuki ruangan itu setelah mereka melebarkan daun pintu dan memastikan kalau pintunya tidak akan tertutup dengan sendirinya seperti dalam film hantu. Baru beberapa langkah memasuki ruangan, keduanya langsung mundur karena bau menyengat yang membuat mereka mual. Entahlah, bau karat di tempat ini sangat pekat, bercampur dengan bau busuk yang membuat siapa pun pusing ketika menciumnya.

Daripada tetap masuk dan membuat mereka muntah, keduanya memutuskan untuk melihat-lihat isi ruangan itu dari ambang pintu saja. Kalandra menyorotkan senter ke sekeliling ruangan dan membelalakkan matanya ketika melihat ruangan itu tak ubahnya seperti tempat jagal psikopat dalam film thriller. Kalandra menelan ludah susah payah, sulit baginya untuk percaya jika dia harus menghadapi kegilaan ini.

"Potret semuanya," ucap Navya.

"Ya?" tanya Kalandra meminta Navya mengulang ucapannya, karena syok dengan apa yang tertangkap matanya, telinganya mendadak kurang berfungsi .

"Potret semuanya, kita ... kita tidak tahu, mungkin saat kita pergi meninggalkan ruangan ini, dan kembali lagi bersama orang lain, semua isi ruangan ini sudah tidak ada," ucap Navya mengingat betapa mudahnya hal-hal aneh menghilang begitu saja di perumahan ini.

Kalandra menuruti perintah Navya untuk memotret seluruh ruangan itu dari jarak mereka sekarang, dengan flash ponselnya. Kalandra memperlihatkan hasil potretnya pada Navya, karena dari kejauhan potret itu tidaklah terlalu detail.

"Haruskah kita masuk untuk mengambil gambar lebih jelas?" tanya Navya ragu.

"Haruskah?" tanya Kalandra balik tak kalah ragu.

Pasangan itu bertukar pandangan dalam keadaan sekeliling yang remang-remang. Jika saja situasi mereka berbeda, seharusnya ini menjadi adegan romantis di mana dua peran utama terjebak dalam kegelapan dengan cahaya senter kecil yang menyinari mereka. Tapi, situasi saat ini berbeda untuk mereka. Pasangan itu bertukar pandang bukan dalam konteks romantis, melainkan peruntungan hidup dan mati.

"Kau yakin?" tanya Kalandra.

"Mungkin," jawab Navya tidak yakin. Kembali kedua sejoli itu saling tatap lagi seolah berkomunikasi lewat tatapan mereka.

"Kamu masih memegang janjimu bukan?" tanya Navya.

"Janji? Janji apa?" tanya Kalandra sedikit gelagapan. Layaknya pria kebanyakan, Kalandra juga terkadang terlalu sering mengumbar janji, hingga lupa dengan janji-janjinya sendiri, saking banyaknya. Keadaan genting dan ditagih janji, sungguh membuatnya gelagapan.

"Jika kita akan baik-baik saja jika bersama," jawab Navya mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Kalandra.

"Kau yakin?" tanya Kalandra memastikan lagi yang dijawab anggukan oleh Navya.

Pasangan muda itu akhirnya memberanikan diri memasuki ruangan asing yang membuat perut mereka bergejolak. Sementara keduanya menahan muntah karena bau menyengat ruangan itu. Seseorang yang memperhatikan mereka girang bukan main. Orang itu seperti mendapat hiburan paling lucu melihat tingkah dua orang itu.

Kalandra mengedarkan cahaya ke sekeliling ruangan, barangkali ada saklar lampu yang bisa dinyalakan. Dia berpikir segila apa pun psikopat yang membuat ruangan ini, pasti membutuhkan cahaya lampu ketika melakukan aksinya. Kalandra yakin se super-supernya orang itu, tidak mungkin orang itu memiliki mata super yang bisa melihat dalam gelap.

"Ketemu," ucap Kalandra, melepaskan genggaman tangannya dari tangan Navya untuk menyalakan lampu.

"Kalandra ...." seru Navya panik karena pria itu berjalan menjauh.

"Sebentar, aku nyalakan lampu dulu," ucap Kalandra. Keduanya baru menyadari suara mereka mengeluarkan gema di ruangan ini.

Keputusan Kalandra untuk menyalakan lampu, sepertinya merupakan keputusan yang salah. Karena saat lampu menyala seisi ruangan itu terlihat jelas hingga membuat Navya menjerit. Wanita itu tidak bisa menahan mual dari perutnya. Navya berlari menuju pintu keluar, sayangnya pintu yang asalnya terbuka lebar tiba-tiba menutup, membuat jeritan Navya semakin mengeras. Dan tawa orang yang menyaksikan mereka pun semakin heboh.

"Navya ... Navya tenangkan dirimu," ucap Kalandra membawa Navya yang panik menggedor-gedor pintu ke dalam pelukannya.

"Navya ... Navya ...," panggil Kalandra lagi karena Navya malah menjerit semakin histeris.

Kalandra mengeratkan pelukannya hingga akhirnya Navya berhenti menjerit dan tubuhnya melemah. Siapa pun yang melihat isi ruangan ini, akan berakhir seperti Navya. Kalandra saja hampir terkena serangan jantung melihat sekeliling tempat ini. Bagaimana tidak, dengan cahaya remang-remang dari lampu pijar yang berada di tengah ruangan, semua hal mengerikan terlihat jelas.

Alat-alat pukul berupa palu dari yang terkecil hingga terbesar bernodakan darah, berada di atas meja berdampingan dengan alat-alat yang sering digunakan dalam operasi. Ada kurungan seperti kurungan anjing di setiap sudut ruangan dengan rantai besar yang menjuntai keluar. Beberapa kresek besar berwarna hitam mirip dengan tempat sampah juga ada di sana. Jangan lupakan karung-karung putih yang bernoda darah juga melengkapi kesan horor ruangan ini. Dan yang paling mengerikan adalah tengkorak manusia yang dipajang di kotak kaca dengan bentuk setengah hancur, di dinding layaknya tropi penghargaan.

Navya masih terisak mengintip takut-takut dari balik pelukan Kalandra. Jika saja tidak memikirkan Navya dan tidak punya malu mungkin dia juga akan terisak seperti Navya. Akrab dengan film berdarah-darah, bukan berarti dia sanggup menghadapi keadaan berdarah-darah secara nyata.

Navya dan Kalandra mencoba membuka pintu yang tertutup itu, tapi tidak ada hasil. Lupakan tujuan mereka untuk memotret seisi ruangan tadi. Saat ini hal yang paling mereka inginkan adalah keluar dari ruangan ini, berlari menjauh bahkan keluar dari perumahan ini jika perlu.

Mereka hanya bisa saling memeluk untuk menguatkan satu sama lain tanpa tahu harus berbuat apa. Sedangkan orang yang mengamati mereka, terkekeh sinis melihat ketenangan mereka. Pikirnya tidak menyenangkan melihat mereka terlalu tenang apalagi bertukar kasih sayang seperti itu. Harusnya keduanya panik dan menggedor pintu untuk minta dilepaskan. Lebih bagus lagi jika keduanya bertengkar saling menyalahkan hingga saling membunuh.

Setelah beberapa menit, Navya akhirnya berhasil mengembalikan kewarasannya. Hanya diam dan menangis tentu tidak akan menyelesaikan apa pun. Mungkin saja si pembunuh sedang melihat mereka sekarang dan tertawa puas karena berhasil membuatnya dan Kalandra seperti tikus yang terperangkap.

"Kau baik-baik saja?" tanya Kalandra yang dijawab anggukan oleh Navya.

"Periksa ponselmu, apa ada sinyal, segera telepon Naka untuk mencari bantuan," ucap Navya yang langsung dituruti oleh Kalandra. Sayangnya tidak ada sinyal sama sekali di sini. Mungkin karena mereka ada di bawah tanah, teriak minta tolong pun sepertinya percuma. Orang yang berada di atas tidak mungkin mendengar teriakan mereka.

Kalandra melihat sekeliling ruangan itu, barangkali ada pintu lain yang bisa membawa mereka keluar dari sini.

"Seseorang memperhatikan kita lewat kamera itu," ucap Kalandra melihat ada beberapa kamera yang menyala di sudut ruangan. Kalandra sudah memprediksi itu, karena biasanya begitulah cara psikopat melakukan aksinya, dengan mengamati korbannya.

"Hari ini hari apa?" tanya Navya tiba-tiba.

"Kamis," jawab Kalandra ragu, menjalankan toko membuatnya terkadang lupa dengan hari. Karena tidak ada hari libur di tokonya, sedangkan karyawan libur bergantian setiap harinya.

"Jika ini hari Kamis itu berarti pembunuhan akan dilakukan hari ini. Karena orang yang berada di ruang operasi itu mengatakan malam Jumat," ucap Navya membuat keduanya merinding ketakutan. Apa mungkin hari ini mereka lah yang akan menjadi korban pembunuhan bengis?

Paradise GardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang