10. Tidak Percaya

76.5K 10.1K 858
                                    

Kalandra mengerjap-ngerjapkan matanya bingung mendengar bisikan Navya. Sejujurnya dia tidak terlalu mendengar ucapan wanita itu, karena posisi berbahaya mereka sekarang, lebih mengganggu baginya. Lupakan backsound dengkuran Nattan, Navya yang merapat ke tubuhnya memberikan efek lain untuk tubuhnya. Maklum Kalandra juga pria dewasa yang normal, terlebih dia juga jarang bersentuhan dengan kaum perempuan.

"Kamu mendengarnya juga, kan? Ada suara orang yang menangis," bisik Navya, bergelung dengan rasa takutnya, membuat wanita itu tidak menyadari tubuh yang dia pepet juga ikut tegang dengan alasan lain.

"Aku ... aku tidak mendengar suara lain selain dengkuran Bang Nattan," ucap Kalandra setelah menormalkan suara dan tubuhnya.

"Aku dengar suara tangisan tadi," ucap Navya keukeuh. Wanita mengangkat kepalanya sehingga wajahnya semakin dekat dengan wajah Kalandra.

Brak ....

Suara keras entah dari arah mana membuat sepasang insan manusia yang harusnya menjalani adegan romantis, mengingat posisi mereka yang mendukung, meloncat kaget. Kalandra yang tidak siap mendapati Navya yang meloncat ke pangkuannya harus rela kepala terpentok kaki sofa. Dengan posisi setengah duduk, Kalandra mengerang sakit dan langsung mengusap kepalanya yang terbentur.

"Suara apa itu?" tanya Navya lagi-lagi tidak tahu situasi orang yang ditemplokinya.

Tak berapa lama terdengar suara mesin mobil yang meraung. Membuat Navya semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Kalandra. Kedua pasangan suami istri itu saling bertukar pandang was-was. Tapi, satu di antara orang itu justru masih terlelap dengan dengkurannya.

"Ayo kita lihat," ajak Kalandra dengan terpaksa menggendong Navya yang tidak mau melepaskan pelukannya. Kalandra tidak tahu apa yang terjadi di luar, tapi mengingat waktu mungkin sudah menunjukan tengah malam, apa yang dilakukan tetangga itu sungguh tidak sopan. Kalandra heran, bagaimana bisa perumahan yang sepi di siang hari, justru bising di malam hari.

"Apa yang sudah mereka lakukan?" tanya Navya ketika melihat beberapa orang seperti membersihkan sesuatu sebelum menaiki mobil menyusul mobil pick up dengan suara mesin yang meraung tadi.

"Aku tidak tahu. Tapi, sepertinya mereka sudah selesai dengan urusan mereka," jawab Kalandra melihat ke arah rumah yang tak jauh dari rumah yang mereka tempati. Si pemilik rumah sepertinya mematikan lampu karena rumah itu berubah gelap. Hanya lampu kecil di teras yang masih menyala.

"Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya seseorang membuat pasangan itu mengeratkan pelukan mereka karena kaget.

"Mengagetkan saja," omel Kalandra ketika dia melihat Nattan dengan rambut acak-acakannyalah yang bertanya.

"Ngapain kalian pangku-pangkuan deket jendela gitu? Lagi syuting film?" tanya Nattan lagi sambil mengucek matanya.

Sadar akan posisi tak lazim mereka, Kalandra dan Navya langsung memisahkan diri. Tanpa rasa canggung yang harusnya tercipta, Navya justru langsung menghampiri abangnya dan menceritakan apa yang baru saja dia alami. Tentang tangisan yang dia dengar, suara berisik dan juga mobil yang meninggalkan rumah tetangga.

"Oh, mungkin tetangga kamu lagi berantem sama suaminya, terus nangis-nangis. Bebenah pakaiannya dengan kasar lalu meninggalkan rumah," ucap Nattan menanggapi cerita adiknya dengan santai dan sesekali menguap.

Navya mengerjapkan matanya bingung mendengar tanggapan Nattan yang tidak sesuai ekspektasinya. Kenapa cerita horor yang membuat bulu kuduk merinding menjadi cerita pertengkaran rumah tangga.

"Mana mungkin suara tangis pertengkaran tetangga bisa terdengar sampai ke sini? Rumah yang aku bilang ditinggalkan mobil itu, lumayan jauh dari rumah ini. Lagipula, tangisnya itu bukan tipe tangis yang menjerit-jerit penuh kemarahan, tapi tangisan lirih penuh kesedihan," ucap Navya.

"Sejak kapan kamu bisa menilai bedanya tangis penuh kemarahan dan penuh kesedihan?" tanya Nattan keluar dari bahasan.

Kalandra yang mendengarnya saja jengkel apalagi Navya yang bicara dengan Nattan. Kalau tidak takut kualat sudah habis kakaknya dia timpuki saking kesalnya. Terkadang memang orang yang terlalu pintar, memang sulit diajak bicara. Seperti Nattan, yang kepintarannya dalam bidang IT yang diacungi jempol. Tapi, jika diajak bicara perlu kesabaran mental yang tinggi.

"Ah sudah ... Vya mau tidur aja di kamar," ucap Navya kesal.

"Emang berani sendiri?" tanya Nattan saat Navya sibuk membenahi bed cover-nya untuk dibawa masuk kamar.

"Sekarang baru jam satu malam, makhluk lain masih asyik pada main. Mungkin saja tangisan yang kamu dengar tadi dari salah satu mereka. Rumah inikan rumah baru, mungkin hantunya masih bareng kita di sini," ucap Nattan menakut-nakuti.

Navya yang pada dasarnya penakut, langsung menghentikan langkahnya menuju kamar. Gadis itu langsung menyambar tangan Kalandra dan mengajak pria itu ikut dengannya.

"Hai ... hai ... anak gadis sembarangan aja nyambar anak laki," ucap Nattan tidak terima.

"Aku sama Andra tidur di kamar, Abang tidur di situ aja sendirian. Selamat bermalam dengan hantu," ledek Navya seraya membanting pintu kamar.

"Kamu percaya padaku, kan?" tanya Navya setelah memposisikan diri berbaring di samping Kalandra.

"Tidurlah, kita bahas besok. Jika kita membahasnya sekarang, aku tidak yakin kamu bisa tidur malam ini," ucap Kalandra membenarkan bed cover agar menyelimuti mereka berdua dan bersiap tidur.

**************

Pagi hari, tidak ada makanan di rumah dan tidak ada pedagang dekat rumah, membuat ketiga orang kelaparan itu mau tidak mau mencari makan keluar. Sepanjang perjalanan menuju keluar kompleks tidak ada satu pun pedagang yang membuka stand makanan. Bahkan ketika memasuki blok B, suasana perumahan masih sepi bak kuburan. Memasuki blok A barulah suasana sedikit ramai karena beberapa rumah sudah menunjukan aktifitas pagi mereka.

"Gila, apa emang di perumahan mewah kayak gini. Gak ada warung satu pun," protes Nattan. Sejak baru bangun memang pria itu sudah mengeluh lapar. Bahkan tadi dia sempat marah-marah karena tidak ada layanan GoFood atau pun GrabFood yang bisa masuk ke perumahan itu.

"Semua orang yang tinggal di sini kebanyakan memiliki profesi yang bonafit, masa iya mereka ngewarung juga. Serakah amat udah punya gaji gede masih cari duit juga," ucap Navya menanggapi.

"Iya juga, sih, tapi kalau masalah GoFood yang gak bisa masuk, aku kira itu sedikit keterlaluan. Di daerah agak pinggiran saja sekarang sudah bisa menikmati layanan seperti itu, masa di perumahan besar di ibu kota gak bisa, sih?" protes Nattan lagi.

"Bukannya gak bisa, tapi hanya bisa sampai pos satpam katanya," ucap Navya lagi.

"Mungkin karena di tempat ini menjunjung privasi tinggi jadi tidak sembarang orang bisa masuk," kali ini Kalandra juga ikut berkomentar.

Obrolan mereka terus berlanjut membahas hal-hal yang tidak penting, sampai mobil mereka terpaksa menepi di dekat pos satpam, karena sebuah mobil yang tiba-tiba berhenti di pos satpam. Kalandra menekan klakson untuk meminta jalan. Tak lama kemudian seorang pria berseragam satpam menghampiri mereka. Pria itu, pria yang sama dengan satpam yang menunjukan rumah mereka ketika pertama kali datang kemarin.

"Selamat pagi ... ah Anda berdua pasangan yang tinggal di blok C itu, kan," sapa si satpam.

"Ah iya ...," jawab Kalandra sedikit kaku karena nada bicara si satpam terdengar sedikit janggal untuk ukuran sapaan.

"Bagaimana malam kalian? Betah tinggal di sini?" tanya si satpam masih menggunakan nada suara yang terdengar janggal.

"Kami akan keluar untuk mencari sarapan," ucap Kalandra memilih untuk mengungkapkan tujuannya, ketimbang menanggapi pertanyaan dari si satpam.

"Ah, baiklah ... lewat saja langsung, maaf mengganggu perjalanan Anda," ucap si satpam mempersilahkan mobil yang dikendarai Kalandra lewat.

"Kalau mobil di depan itu kenapa, Pak?" tanya Navya penasaran.

"Tidak apa-apa, Non. Mungkin yang punya sangat terburu-buru, jadi terjadi kecelakaan kecil," jawab si pak satpam dengan senyum tipisnya.

"Mobilnya terlihat baik-baik saja," ucap Navya setelah mobil yang ditumpanginya melewati mobil itu.

Ketiga orang itu tidak menyadari dari dalam mobil itu, seseorang menatap kepergian mereka. Tatapan memelas mengharap keajaiban jika mereka bisa melihatnya.

Paradise GardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang