28. Menyerah Atau Melawan

62.9K 9K 402
                                    

AAAAAAAH ....

Navya histeris sendiri membayangkan apa yang dia pikirkan terjadi dalam kehidupan nyatanya. Seseorang yang tidak dia kenali dan kemungkinan seorang berkeliaran di sekelilingnya, memperhatikan setiap gerakannya tanpa dia ketahui. Orang itu berada tak jauh darinya bahkan mungkin orang itu berada di kamarnya dan memperhatikannya saat dia tidur. Menunggu dengan pisau berkilat di tangannya sedang memperkirakan waktu yang tepat untuk membunuh dan mencabik-cabik tangannya.

AAAAAAAAH ....

Pemikiran liar yang berputar di kepalanya membuatnya semakin histeris. Melihat adegan seperti itu dalam film terasa menegangkan sekaligus membuat penasaran. Tapi, jika adegan menegangkan itu terjadi di kehidupannya, Navya tidak yakin dia akan bertahan dari serangan jantung karena ketakutannya yang berlebihan.

"Hei ... hei ... hei ... sadar, ngapain pake jerit-jerit segala? Kesambet?" tanya Kalandra menggoyangkan bahu Navya. Pria yang duduk di samping istrinya itu, kaget bukan main ketika tiba-tiba Navya menjerit histeris setelah mengungkapkan pendapatnya yang penuh ketegangan. Sudah tahu atmosfer sekeliling tempat ini sedang tegang-tegangnya, jeritan Navya tentu saja membuat semua orang kaget bukan main. Bahkan wanita di samping Nattan yang sejak tadi menunduk sambil menangis, berhenti menangis dan ikut memperhatikan Navya yang menjerit-jerit tak jelas.

"Navya ... hei ...," ucap Kalandra lebih keras. Kali ini dia menahan kedua pipi Navya agak wajah mereka berhadapan dan saling berpandangan.

"Aku belum wisuda ... aku udah pesen kebaya buat wisuda samaan dengan Chandra dan Reta meskipun si Reta seperti tidak akan bisa ikut wisuda bulan depan," racau Navya tiba-tiba.

"Kita belum punya gedung buat jadi kantornya RANS ...," racaunya lagi.

"Kamu ini ngomong apa, sih?" tanya Kalandra heran.

"Aku gak mau mati muda ... aku gak mau mati dengan cara di bunuh dan disiksa seorang pembunuh ...," racau Navya dan mulai menangis.

Kalandra memeluk Navya erat, pria itu membawa Navya ikut berdiri bersamanya. Mengelus-elus punggung wanita yang mulai menangis dan meracau tidak mau mati muda.

"Sorry, kayaknya Navya syok berat sekarang. Aku bawa dia ke kamarnya dulu," ucap Kalandra. Karena berjalan sambil memeluk Navya ternyata sulit, apalagi wanita itu dalam keadaan syok seperti saat ini. Akhirnya mau tidak mau Kalandra memangku Navya, berpura-pura kuat padahal kakinya gempor juga, kalandra menggendong Navya di depan tubuhnya seperti bapak yang menggendong anaknya.

Sampai di dalam rumah dia bingung yang mana pintu kamar Navya. Bertanya pada empunya kamar yang dengan seenaknya bergelendotan di leher dalam keadaan setengah waras bukan pilihan. Pada akhirnya mau tidak mau, Kalandra kembali ke balkon untuk bertanya pada Nattan.

Mengabaikan ekspresi heran empat orang dewasa itu, Kalandra menanyakan yang mana kamar Navya. Setelah mendapatkan petunjuk dari Nattan dia langsung berterima kasih dan langsung berjalan cepat menuju kamar itu, sebelum tulangnya keropos.

Kalandra bernapas ngos-ngosan setelah berhasil menurunkan Navya di atas kasur berwarna serba pink itu. Pria itu mencari remote AC untuk menyalakan AC mendinginkan tubuhnya yang berkeringat. Kalandra salut pada pemeran pria dalam film yang bisa dengan mudahnya memangku pemeran wanitanya seperti tanpa beban. Nyatanya memangku seorang wanita dewasa meskipun bertubuh tidak terlalu besar macam Navya ternyata amat sulit. Padahal tubuh Kalandra cukup kekar meskipun tidak beroti sobek, mengingat hingga lulus SMA, dia sangat rajin latihan karate.

"Kamu makan apa, sih, badan segede gitu, tapi berat banget," keluh Kalandra ikut mendudukan dirinya di atas kasur di samping Navya.

"Apa itu perlu di bahas sekarang?" tanya Navya, nampaknya wanita itu sudah sadar dari syok beratnya. Atau mungkin bawaan, wanita akan selalu sadar jika berat badannya dibahas.

Paradise GardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang