20. Malam yang Sangat Panjang 2

69.3K 9.2K 838
                                        

Navya merasa gelisah dalam tidurnya, dia seperti mendengar orang yang sedang bercakap-cakap dan tertawa-tawa. Navya mengumpat dalam hatinya, siapa yang bicara dan tertawa-tawa di jam selarut ini. Navya tidak tahan lagi, akhirnya dia membuka matanya, hendak menegur siapa yang mengganggu tidurnya. Navya melihat sekeliling, tapi tidak ada suara apa pun saat dia terbangun. Matanya melihat sekeliling, tubuhnya langsung beringsut ketika melihat seseorang menatap ke arahnya.

Mata itu terlihat sangat jernih ketika bersitatap dengannya. Seorang gadis kecil tersenyum padanya. Anak siapa ada di rumahnya di jam segini? Pikir Navya. Apa orang tuanya tidak mencarinya? Pikirnya lagi.

"Hai ...," sapa Navya pada anak kecil yang terus memandang ke arahnya. Terlahir sebagai anak bungsu, membuat Navya tidak terlalu suka dekat dengan anak kecil.

"Bagaimana kamu bisa berada di kamarku?" tanya Navya. Anak itu tidak merespon sapaannya, tidak juga terlihat akan menjawab pertanyaan darinya. Anak itu hanya terus menatapnya dengan mata bulat dengan bola mata hitam legam milik anak itu.

"Kamu siapa?" tanya Navya lagi, lama-lama ditatap tanpa berkedip oleh anak itu terasa menyeramkan juga.

Lagi-lagi anak itu tidak menjawab, tapi kali ini anak itu menyunggingkan senyumnya lalu berlari menjauh. Entah dorongan dari mana, alih-alih mengabaikannya, Navya malah mengikuti arah kepergian anak itu. Dia bahkan tidak sadar entah sejak kapan pintu yang jelas-jelas dia tutup dan kunci sebelum tidur terbuka begitu saja.

"Jangan lari-lari," ucap Navya sedikit kepayahan mengikuti anak itu berlari-lari dengan tawa renyahnya. Apalagi anak itu lari menaiki tangga menuju lantai dua.

Navya masih mengikuti ke mana anak itu melangkah sampai di salah satu kamar kosong di lantai dua anak itu menghilang. Navya melihat sekelilingnya yang gelap, kenapa dia tidak menyadari jika sejak tadi dia berjalan dalam gelap, hanya cahaya bulan dan pendar lampu jalan dari luar rumah yang menerangi lantai bagian dua rumah itu, karena memang beberapa jendela di lantai atas belum dipasang gorden. Tawa anak itu terdengar lagi, terlihat anak itu melengokan kepalanya dari pintu. Ketika matanya bersitatap dengan mata Navya anak itu tertawa dan kembali berlari menjauh. Sepertinya anak itu mengajaknya main petak umpet di jam segini.

Anehnya meskipun Navya mengumpat tidak habis pikir, kaki wanita itu tetap berjalan mengikuti derap langkah gadis kecil itu. Tidak sulit mengikuti anak itu karena tawa renyah dan derap langkah anak itu yang sedikit loncat-loncat terdengar jelas di malam yang sunyi ini. Navya heran kenapa yang lain tidak bangun karena kerusuhan yang dibuat anak itu.

Navya terus mengikuti langkah gadis kecil itu hingga mereka berada di taman belakang. Bulan terlihat sangat terang malam ini karena dalam keadaan bulat sempurna. Anak kecil itu tertawa riang meloncat-loncat dan berputar seperti sedang menari di halaman belakang. Navya menatap ngeri pada anak itu, apalagi anak itu berdiri tepat di tempat tadi siang di temukan rambut. Ditambah lagi tawa riang anak itu semakin lama terdengar mengerikan dan membuat bulu kuduk berdiri.

"Hey ... hey ... berhenti ... kau bisa pusing jika terus berputar seperti itu," ucap Navya karena ngeri melihat anak itu berputar semakin cepat dengan tawanya yang terdengar semakin mengerikan.

"Hey ... anak kecil ... cepat ke sini ...," ucap Navya lagi karena anak itu sama sekali tidak mau mendengarnya. Navya berjalan mendekati anak itu dan menyentuh bahu si anak agar menghentikan gerakannya.

"Rumahmu di mana? Ini sudah malam tidak baik bermain di halaman. Ayo masuk ke dalam dengan kakak, nanti pagi kakak antarkan ke rumahmu," ucap Navya pada anak itu.

"Rumahku? Aku suka di sini ...," ucap anak itu pertama kalinya membuka suara. Dan Navya merasa bulu kuduknya semakin berdiri mendengar ucapan anak itu. Suara anak itu terdengar jauh meskipun jelas-jelas mereka sedang berhadapan sekarang, bahkan Navya berjongkok untuk menyamakan tinggi mereka. Navya menatap anak itu, lagi-lagi tidak ada ekspresi apa pun yang tercipta di wajah anak itu

Paradise GardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang