44. Pintu Rahasia

53.3K 7.9K 726
                                    

Kalandra dan Naka berkedip cepat melihat apa yang terpampang di depan mata mereka. Sedangkan Navya, wanita itu terjatuh lemas, tidak percaya jika apa yang dia cari sekaligus yang dia takutkan benar-benar ada di depan matanya. Sekarang semua kegilaan ini terasa nyata. Siapa orang gila yang membuat ruangan di bawah lantai gudang? Dan apa tujuan ruangan itu dibuat? Apa Kak Nitya tahu ruangan ini? Apa tempat inilah yang dijadikan tempat penyiksaan oleh orang itu? Jutaan pertanyaan berhamburan di kepalanya, dan Navya tidak siap dengan semua kegilaan ini.

"Haruskah kita masuk?" tanya Navya, setelah wanita itu menguasai dirinya sendiri. Sejak memutuskan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kakaknya dan keponakannya, bukankah dia sudah bertekad untuk siap menghadapi apa pun. Dan ruang rahasia itu, pasti satu di antara banyaknya hal yang harus dihadapinya.

"Apa tidak sebaiknya menunggu Bang Nattan dan Willy dulu?" tanya Kalandra. Pria itu merangkul Navya dan membantu Navya kembali berdiri. Tidak ada yang tahu apa isi dalam ruangan itu. Menghadapinya bersama-sama adalah pilihan dengan resiko terkecil untuk situasi ini.

"Apa bang Nattan bisa berpikir jernih sekarang?" tanya Navya balik. Nattan belum kembali sejak kepergiannya tadi malam. Setelah mengetahui Nattan dengan rapinya bisa menyembunyikan rahasia sebesar itu darinya dan keluarga besar mereka. Navya tidak yakin, apa dia benar-benar mengenal Nattan yang sekarang. Kenyataan Nattan memiliki anak di luar nikah untuk ukuran keluarganya yang cukup konservatif antara hubungan pria dan wanita, sudah merupakan sesuatu yang sangat mengagetkan.

Kalandra tidak bisa menjawab pertanyaan dari Navya. Karena dia tidak yakin dengan jawaban apa pun yang akan dia sampaikan dapat diterima dengan baik oleh Navya. Keadaan kehidupan mereka yang mendadak berubah bak film thriller akhir-akhir ini, membuat siapa pun sulit untuk bersikap tetap waras.

Kalandra meraih tangan Navya dan menggenggamnya, dia sudah memutuskan untuk masuk ke dalam bersama Navya. Dengan bantuan cahaya dari senter smartphone yang berada dalam genggamannya, pasangan muda itu memasuki ruangan yang mungkin saja akan membawa mereka ke dalam bahaya. Sebelum masuk ke dalam dia berpesan pada Naka untuk menghubungi Nattan secepatnya. Dan menghubungi pihak kepolisian jika dalam 30 menit mereka belum keluar dari ruangan itu. Kalandra juga berpesan agar Naka tetap menunggu di ruangan ini dan jangan meninggalkan mereka.

Tangan mereka saling bertautan saat hendak menuruni tangga memasuki ruang rahasia. Sampai ke dasar tempat itu, keadaan sekeliling terasa lembab, mungkin karena saat ini mereka berada di bawah tanah, meskipun dinding tempat itu sepertinya sudah terbuat dari tembok. Navya mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Kalandra, rasa takut dan cemas menguasai hatinya ketika melihat lorong gelap—dan entah di mana ujungnya—terpampang di depan matanya.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Kalandra, sedikit mengernyit karena tanganya sakit digenggam Navya begitu erat.

"Haruskah kita kembali?" tanya Kalandra lagi yang dijawab gelengan kepala oleh Navya. Wanita itu menguatkan diri untuk menyelesaikan semua ini.

Lebar lorong itu mungkin hanya sekedar tiga meter, tinggi ruangan itu juga tidak terlalu tinggi. Mungkin hanya sekitar dua meter saja, karena jarak kepala Kalandra dengan atap tidak terlalu jauh. Lantai yang mereka pijak berwarna gelap dan berdebu. Dengan bantuan senter kecil dari smartphone yang Kalandra pegang, mereka bisa melihat sekeliling mereka. Terdapat beberapa jaring laba-laba di pojokan dinding. Navya dan Kalandra terus melangkah semakin dalam ke dalam lorong yang mereka susuri. Semakin dalam udara lembab yang mereka cium di awal berganti dengan bau karat yang pekat. Navya kembali mengeratkan genggaman tangannya di tangan Kalandra ketika bau menyengat itu membuat kepalanya sedikit pening.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Kalandra beralih menatap Navya yang terlihat mulai memucat. Dia mengerti keadaan Navya yang sekarang pasti sedang ketakutan tapi berusaha memaksakan diri. Sebenarnya Kalandra juga merasakan ketakutan yang sama, tapi memaksakan diri untuk berani dan bersikap baik-baik saja apalagi di depan Navya.

"Aku baik-baik saja," jawab Navya dengan suara tercekat.

Kedua sejoli itu melanjutkan langkah mereka, tiba-tiba langkah Navya terhenti. Dia merasa menginjak sesuatu di bawah kakinya.

"Kenapa?" tanya Kalandra.

"Entahlah, sepertinya aku menginjak sesuatu," jawab Navya menunduk melihat ke arah kakinya, diikuti oleh Kalandra dengan senter di tangannya.

Kalandra mengerutkan keningnya begitu menyadari kalau sepertinya yang terinjak Navya itu sehelai kain.

"Ini hanya kain," jawab Kalandra. Pria itu melepaskan genggaman tangannya pada tangan Navya untuk menarik kain yang terinjak kaki Navya.

Kalandra memperhatikan sehelai kain kecil yang ukurannya tak lebih besar dari sapu tangan. Kalandra menyorotkan senter ke kain itu dan matanya langsung melotot. Kalandra langsung melempar kain itu menjauh dan kembali bangkit berdiri.

"Kenapa?" tanya Navya yang dijawab gelengan kepala oleh Kalandra. Pria itu menyarankan mereka untuk melanjutkan perjalanan. Setelah beberapa menit, sampailah mereka di depan sebuah pintu yang tertutup. Pasangan itu bertukar pandang, berkomunikasi lewat mata mereka.

Kalandra mencoba membuka pintu itu dan ternyata pintunya terkunci. Berulang kali, Kalandra menggerakan handle pintu tapi tak juga terbuka. Keduanya sibuk mencari cara membuka pintu itu, tanpa menyadari jika ada kamera pengintai di depan pintu itu. Mereka tidak menyadari jika tingkah mereka diperhatikan dari kejauhan oleh seseorang.

"Ck, anak muda ... pada akhirnya rasa penasaran kalian akan membunuh kalian sendiri," ucap orang yang memperhatikan mereka dengan senyum sinisnya.

"Haruskah aku membukakan pintu untuk kalian?" Tanyanya, pria itu bicara dengan dirinya sendiri lalu tertawa menyeramkan.

"Pengalaman adalah guru terbaik bukan. Sepertinya aku harus memberikan kalian pelajaran terbaik itu agar kalian menjadi anak pintar yang tidak berisik," ucap pria itu menekan tombol untuk membuka pintu secara otomatis.

Sementara itu, Naka yang ditinggalkan terus mondar-mandir karena bingung harus melakukan apa. Sepuluh menit sudah berlalu sejak Kalandra dan Navya masuk ke dalam sana. Naka menggigit kukunya sangkin khawatir kepada dua orang itu. Mendapat bagian menunggu, 10 menit pun terasa sangat lama. Naka melompat kaget mendengar suara bel pintu. Sungguh tidak tahu aturan tamu itu, tidak tahu penghuni rumah sedang panik malah menekan bel. Dan sepertinya si tamu juga memiliki tingkat kesabaran rendah dari caranya menekan bel terus-menerus.

Risih dengan suara bel, Naka melupakan pesan Kalandra untuk tidak pergi dari gudang. Naka masuk ke dalam rumah untuk membukakan pintu. Sialnya kunci pintu depan belum di buka dan tentu saja, Naka yang berstatus tamu, tidak tahu di mana letak kunci rumah. Panik karena suara bel yang terus-terusan terdengar, akhirnya Naka memutuskan mendatangi tamu yang berada depan lewat pintu belakang. Naka fokus pada si tamu yang tidak sabar itu dan melupakan pasangan yang dia tinggalkan di ruang rahasia dalam gudang.

"Navya dan Kalandra mana?" tanya tamu tak sabar tadi, yang ternyata Nattan dan Willy.

"Oh, mereka di gudang," jawab Naka. Pria itu menceritakan apa yang terjadi beberapa saat lalu pada Nattan dan Willy.

Tapi, pada saat ketiganya sampai di dalam gudang, apa yang diceritakan Naka tidak terlihat sama sekali.

"Pintunya ... tadi ... ada pintu di sini," ucap Naka panik.

Paradise GardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang