52. Pria yang Tak Terduga

56.3K 8.2K 535
                                    

Nattan langsung berlari menuju ruang rawat Navya setelah menerima telepon dari adiknya. Kalandra yang juga khawatir, sebenarnya ingin ikut menuju ruang rawat Navya. Tapi, karena keadaannya, dia jadi tidak bisa melakukan apa pun. Untuk bergerak sendiri saja dia tidak mampu, apalagi untuk menjenguk Navya yang berada di ruang rawat yang cukup jauh. Kalandra hanya bisa berdoa semoga Navya baik-baik saja di sana.

Nattan mengatur napasnya saat sampai ke depan ruang rawat Navya. Berlari menuruni satu lantai cukup membuat energinya terkuras, apalagi belakangan ini pola makan dan istirahatnya kurang baik. Pria itu membuka pintu dengan cukup keras mengagetkan dua wanita yang berada di ruang perawatan itu.

"Di mana dia?" tanya Nattan dengan napasnya yang masih ngos-ngosan.

Pria itu mendekati sang adik dan memeluk erat wanita yang bersandar di atas ranjang perawatannya. Mendapatkan pelukan dari sang kakak, Navya kembali menitikkan air mata. Navya sangat takut setelah mendengar bisikan suara orang itu. Apalagi begitu ayahnya memutuskan untuk pulang setelah kedatangan Chandra. Meskipun Navya tidak ingin ayahnya pulang, tapi mengingat kondisi ayahnya yang butuh istirahat dan juga ibunya yang mungkin membutuhkan ayahnya di rumah, dia terpaksa mengizinkan sang ayah pergi.

Untuk beberapa saat, kakak adik itu masih saling memeluk dengan tangisan yang terdengar. Chandra pun ikut bersedih karena suara tangis menyayat hati dari keduanya.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Nattan beralih bertanya pada Chandra, karena tahu sulit untuk Navya bicara ketika tangis menguasai dirinya.

"Aku juga tidak tahu, Bang. Om mendapat telepon dari rumah tentang keadaan tante dan harus pulang begitu aku datang. Awalnya Navya tidur tapi pas bangun dia langsung nangis dan minta aku segera menghubungi Abang," jelas Chandra.

Gadis muda itu sama bingungnya karena dia pun baru tiba beberapa menit sebelum Navya menangis.

"Apa ada orang lain di ruangan ini saat kamu datang?" tanya Nattan lagi.

Chandra menggeleng menjawab pertanyaan Nattan, karena seingatnya hanya ada om Darren dan Navya di ruang rawat waktu dia datang. Sejenak hanya suara isakan tangis Navya yang terdengar di ruangan, karena dua orang lainnya sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Aku minta maaf ...," ucap Chandra memulai lagi pembicaraan setelah tangis Navya mereda, tapi wanita itu masih bersembunyi di pelukan sang kakak.

"Minta maaf untuk apa?" tanya Nattan.

"Seharusnya aku tidak pulang hari itu ... seharusnya ...," ucap Chandra ragu. Di satu sisi, dia merasa bersalah karena tidak ada di tempat kejadian saat itu, jika saja dia berada di sana mungkin dia bisa membantu. Tapi, di sisi lain sebenarnya dia juga lega karena tidak harus mengalami kejadian brutal itu. Mendapati rambut orang mati yang tersangkut di tangannya saja dia sudah susah tidur. Chandra tidak dapat membayangkan jika dia berhadapan dengan psikopat.

"Tidak usah merasa bersalah, mungkin memang sudah begitu jalannya. Yang terpenting Navya dan Kalandra baik-baik saja sekarang. Polisi juga sedang mencoba untuk memburu pelakunya," ucap Nattan menenangkan Chandra, meskipun sebenarnya dia bersyukur juga wanita itu tidak ada di tempat kejadian, dan tidak menjadi korban. Jika Chandra menjadi korban, apa yang harus mereka katakan pada orang tuanya.

"Kalandra ...," ucap Navya tiba-tiba.

"Dia baik-baik saja," ucap Nattan menenangkan Navya, Nattan mengira adiknya pasti ingin tahu keadaan pria itu.

"Dia ada di rumah sakit ini juga, tapi dia belum bisa menemuimu karena keadaannya belum sembuh benar," terang Nattan.

Navya melepaskan pelukannya, lalu menatap Nattan dengan tatapan takut sekaligus khawatir.

Paradise GardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang